***
Devan mengeratkan posisi tangannya meremas sisi tali tas yang melingkari kedua bahunya itu dengan ragu. kedua mata Devan menunduk saat ia mulai membuka pintu kelas. Dimulai lagi.
***
Byurrr
***
Devan bisa merasakan air dingin langsung membasahi tubuh mungilnya dengan cepat dari atas. Devan melihat botol air yang ditumpahkan begitu saja oleh anak anak lain. mereka terkekeh saat melihat Devan mengigil pada pagi hari yang lumayan dingin. Devan hanya terdiam sejenak, dan ia pun pergi dari sana setelah meletakkan tas pada kursi. tampak anak anak lain tertawa atas perbuatan mereka dengan puas.
***
Devan mengganti pakaian basahnya dengan jaket yang ia bawa. bisa bisa ia akan terkena penurunan suhu tubuh. Devan hanya diam dan dengan gemetar mulai membuka baju yang kini sangat dingin itu. air berjatuhan dan Devan bisa melihat tangannya mulai memucat. Devan hanya diam saja, menatap nanar dan mengatupkan kedua bibirnya.
"Sabar Devan" bisiknya terhadap dirinya sendiri dan memeluk tubuh rapuhnya sendiri guna untuk menghangatkan diri sejenak. hanya inilah yang dapat ia lakukan untuk dirinya sendiri. Devan membuka kedua matanya sejenak dan menatap ke arah dirinya yang tampak sudah mendingan. ia harus masuk.
***
Devan melangkah masuk ke dalam kelas yang rupanya sudah dimulai. tampak guru itu menatap ke arah Devan dengan tatapan aneh. Devan hanya bisa menunduk saja saat ia menatap Devan dan teman teman lain yang tampak cuek dan bodoh amat. padahal mereka yang telah berbuat seperti itu.
"apa apaan jaket itu?. ganti sana!. tidak ada yang boleh pakai jaket kesekolah!" ketus guru itu mendengus.
"ngh...maaf..tapi.. pakaian ku basah" rintih Devan pelan. bisa Devan rasakan mereka tertawa kecil disana. Devan tidak berani melihat ke arah mereka ataupun ke arah guru. tatapan mereka seolah meledek Devan dan Devan akan merasa kalau dirinya tidak berharga.
"cih merepotkan saja, sudah duduk" Devan hanya mengangguk. ia hanya bisa menunduk sembari duduk di atas kursinya yang ternyata sudah diberikan air pula. Devan hanya bisa diam, pasrah terhadap hal tersebut. ia tidak punya persediaan pakaian lagi. dengan terpaksa Devan harus menahan rasa dingin yang terasa menusuk pada pagi hari yang mulai cerah ini.
***
Pukul 12 siang. pemilihan kelompok. lagi lagi Devan harus menelan pil pahit saat tidak ada satupun yang mau menerima Devan di kelompok mereka. Devan hanya diam di tempat duduknya saat guru mulai membagi kelompok. ini adalah bagian yang paling ia tidak sukai. mereka sama sekali tidak mau dekat dekat dengan Devan. bahkan menyentuhnya saja tidak mau. Devan seperti sampah kotor saja.
Guru itu memijat dahinya dengan kesal saat melihat Devan yang hanya diam saja di tempat dan menunduk. dia melihat ke arah kelompok lain yang sudah terbentuk dan menjauh dari Devan sehingga tampak jelas kalau Devan sedang dikucilkan. semua orang bakal tau. dan guru itu juga. tapi ia tidak peduli. ia disini untuk mengajar bukan untuk mengurus kepentingan murid yang bukan tanggungjawab-nya.
"jadi ada yang mau menampung Devan di kelompoknya?" tanya guru itu.
"...", hening. Devan diam saja. ia perlahan mengigit bibir bawahnya saat di rasakan rasa takut menghujam.
"biarkan saja ia mengerjakan tugasnya sendiri. toh kami sudah lengkap" seru Axel. ia berdiri dan mulai membuka suara seraya melihat ke arah Devan dengan tatapan sinis. dia secara terangan menolak Devan dan membuat Devan semakin merasa sakit.
Devan semakin mengenggam celananya dengan ragu. jari jemarinya meremas celananya saat perkataan Axel mulai menusuk hatinya lagi dan lagi. ia sedih dan juga takut. tapi lagi lagi ia tidak bisa melakukan apapun. dalam hal ini tidak ada satupun yang akan ada di pihaknya. tidak ada. dan terutama ia takut dengan tatapan mereka yang seolah-olah menatapnya seperti menatap sesuatu yang tidak berharga. sama seperti orang orang desa di kampungnya. ia menjadi pribadi yang penakut sejak itu.
"iya pak, nanti kalau misalnya ia sekelompok nanti diam diam saja. nanti dia yang akan menyusahkan!" tukas anak lain menambahkan membuat Devan semakin merasa terpuruk. benar, ia hanya akan merepotkan saja. dan terutama jawaban selanjutnya dari guru yang membuatnya hanya bisa tertegun dan sekali lagi menelan kepedihan.
"haa..benar juga. baiklah kalau begitu silahkan mulai bekerja dan kau juga bekerjalah dalam kelompok-mu yang hanya berisi dirimu sendiri" seru guru itu tajam dan dia juga menatap sinis ke arah Devan yang hanya duduk disana. Devan hanya bisa diam saja. menelan dalam dalam semua yang dirasakannya. karena dalam hal ini. bahkan guru-guru sekalipun, mereka sama saja.
"sama sama membenci Devan"
***
Waktu istirahat. Devan membawa makanan buatannya sendiri. ia keluar dari kelas. disana sangat tidak nyaman. Devan melihat ke arah sekitar dan memastikan daerah itu sepi dan segera duduk disana. Devan menatap ke arah tempat bekalnya. ia lapar sekali. dia sudah memasak dengan susah payah karena ia ingin menghemat uang dan juga ...jika ia kesana. maka ia akan bertemu dengan teman sekelasnya lagi dan Devan akan merasakan itu.
***
Intimidasi.
***
Baru saja Devan hendak makan. tiba tiba ada tetesan air yang menetes ke arah makanannya membuat dalam sekejap genangan besar pada nasi yang ia bawa untuk makan siangnya satu satunya itu. Devan diam , tidak jadi memasukkan sendok itu dalam mulutnya saat dilihatnya bekal yang ia buat dengan sepenuh hati kini tidak bisa lagi dimakan karena bercampur dengan air putih yang di tumpahkan.
"hahaha!. makan sana!. enak tuh. jadi nasi sup Haha!" bunyi suara tawa yang lagi lagi ia kenali. Devan menengadah melihat dengan mimik wajah sayu.
"makan saja Sono!. makanan desa juga kayak gitu kan!" ejeknya mencibir.
***
Plak
***
Devan bisa merasakan tamparan pada wajahnya tanpa tau apa kesalahannya dan Devan bisa merasakan anak lain di sebelahnya mulai mengguyur atas kepala Devan dan air mengalir dan mulai membasahi lagi bajunya dari rambutnya. menetes perlahan-lahan air bening itu dan Devan lagi lagi hanya bisa menunduk membiarkan rambut coklatnya mulai turun karena air itu menutupi sebagian wajahnya.
Bisa di dengar kalau dia mengertakkan gigi kesal. Devan mengigit bibirnya perlahan dengan ragu. kenapa?. rasanya sakit saat ia perlakukan seperti bukan manusia. seperti ia adalah salah satu spesies yang berbeda. tapi lagi lagi Devan takut. ia bisa merasakan nafasnya tersengal dan tangannya bukan seluruh tubuhnya gemetaran. bahkan berbicara saja ia tidak sanggup. Devan tidak tau sejak kapan ia bisa seperti ini. ia sangat takut. pada tatapan itu dan pada 'mereka' yang kini melakukan bully pada Devan secara sembunyi-sembunyi.
"ck berhenti menatap memelas seperti itu malah tampak menjijikan!" serunya membuat Devan menurut dan mulai menunduk lagi tanpa berkata apapun. sejak saat itu Devan berhenti untuk berbicara. berbicara pun hanya bersuara sangat pelan saking ketakutannya.
"ck dasar tampan tampan bisu!" seru teman teman lainnya jengkel melihat Devan tidak bereaksi. mereka membuang bekal milik Devan hingga terjatuh ke lantai. membuat makanan Devan kini terbaring berantakan di atas lantai yang kotor itu. Devan hanya diam menatap dari ujung matanya. hingga mereka di rasa sudah pergi. Devan hanya menunduk. meraih bekal itu dan mulai membersihkannya.
***
Devan langsung membaringkan diri di atas kasur di kamarnya itu. melihat dirinya yang begitu menyedihkan disana. Devan memeluk guling yang terdapat disana. mengingat lagi hari hari yang dia jalani selama setahun penuh ini. dia memeluk guling dengan kedua tangannya mulai gemetaran. kedua matanya yang semula hanya datar kini mulai sedikit sayu. ia menenggelamkan wajahnya dalam guling itu.
"ibu...maaf..., tolong aku" seru Devan. ia takut , ia takut. ia sakit. Devan melihat ke arah jendela yang terdapat disana. dan melihat pantulan dirinya yang tampak begitu menyedihkan. tapi ia harus tetap tahan demi ibu yang sangat ia cintai. ia harus menahannya. Meskipun ia hanya seorang diri disini dan tidak ada satupun yang mau berada di pihaknya. ia harus tahan.
Devan mulai merasakan kelopak matanya berat dan perlahan ia mulai tertidur dari hari yang berat ini. dan kembali bangun untuk keesokan harinya yang akan menjadi hari yang berat. dan Devan hanya sendirian.
***