Gelora 💗 SMA
Percakapan Akim dan seseorang di menit-menit akhir lewat sambungan telepon genggam.
''Oke deh, Say ...'' ujar Akim.
''...'' Aku tidak mendengar suara lawan bicara Akim.
''Ya ... nanti dibawain oleh-olehnya ... Patung Garuda Wisnu Kencana, ya? Hahaha ...''
''...''
''Versi miniaturnya Say...''
''...''
''Iya, hehehe ....''
''...''
''Love you too, Honey ... emmmuachhh!''
Akim mencium-cium layar handphone-nya sebelum mematikan panggilan suaranya. Bibirnya nampak tersungging melepaskan senyuman kepuasan. Puas karena apa? Aku tidak berani untuk berspekulasi. Yang aku tahu hanya wajah Akim memperlihatkan rona-rona keceriaan seolah mencerminkan suasana hati yang sedang bahagia.
Aku berusaha menutup pintu kamar hotel, tapi sayangnya Akim sudah melihatku terlebih dulu. __Hmmm ... Ketahuan deh, kalau aku sedang mengupingnya. Duh ... jadi malu. Aku menggaruk-garuk kepalaku yang tak gatal untuk menyamarkan rasa canggungku.
''Eh ... ada yayangku ... hehehe!'' ujar Akim dengan senyum khasnya yang menonjolkan gigi ginsulnya.
Aku bersingut dengan mengkerutkan wajahku.
''Kenapa? Kamu cemburu ya, aku habis teleponan?''
''Cemburu? PeDe banget sih, kamu, Kim ... emang kamu siapa aku?''
''Kamu mah, gituh ... aku tidak pernah dianggap ... Kamu 'kan selingkuhanku, Poo ...''
''Hahaha ... enak aja! Emang aku punya tampang pelakor apa!"
''Ya, udah deh, kalau gitu ... aku angkat kamu jadi istri muda, gimana?''
''Ngawur ... ogah!''
''Hahaha!'' Akim tertawa ngakak.
Aku cuma geleng-gelengkan kepala melihat tingkah Akim yang selalu aneh, tapi kocak.
''Poo ...'' Akim mendekati aku.
''Apa?''
''Beneran nih, kamu tidak mau jadi Be-eF-ku ...''
''Maksudnya?''
''Boy Friend ... Pacar, Poo ... Pacar!"
''Tidak!''
''Kenapa?''
''Karena aku laki-laki bukan perempuan!''
''Justru karena kamu laki-laki makanya aku ingin kamu jadi Be-eF-ku, kalau kamu perempuan itu namanya Ge-eF bukan Be-eF ... hehehe!''
''Hmmm ...''
''Lagipula, aku sudah punya Ge-eF ....''
''Hah ... Serius?''
Akim mengangguk.
''Seorang Akim punya Ge-eF ... Girl Friend? Unbelievable!''
''Iya ... emang kamu pikir tadi yang nelpon aku siapa?''
Aku menggeleng.
''Cewekku!''
''Oh, ya?''
''Iya ... namanya Amelia, panggilannya Amel ... anak SMU sebelah. Cantik, lho ...''
Kok, tiba-tiba ada yang nyesek ya, di dadaku setelah mendengar pengakuan Akim kalau dia sudah punya pacar perempuan. Apakah aku cemburu? Tidak mungkin! Lagipula ngapain juga aku musti cemburu. Aku 'kan tidak ada sedikit pun rasa terhadapnya.
''Buktikan aja, Kim kepadaku .... karena No picture berarti Hoax!''
''Tunggu!'' Akim membuka smartphone-nya dan meng-klik menu gallery-nya. Kemudian dia menunjukan sebuah foto dirinya dengan seorang cewek muda berseragam SMA. Memang benar sih, cewek itu berparas cantik dan name tag di dada kirinya bertuliskan Amelia Gendhis Jawira.
''Gimana, Poo ... kamu masih tidak percaya padaku?'' tanya Akim.
''Oke ... aku percaya!''
Akim terus menunjukan foto-foto mesranya bersama cewek itu. Berbagai macam pose yang memperlihatkan kedekatan mereka. Akim memang tidak sedang berbohong. Tapi siapa yang peduli? Dia punya pacar cewek atau cowok, tentu tidak akan ada pengaruhnya buatku.
''Poo ...'' Akim memandangi wajahku lekat-lekat dengan sorot mata yang berbinar. Raut wajahnya ditata sedemikian rupa sehingga dia nampak berwibawa dan lebih serius. Sungguh berbeda dari biasanya.
''Ada apa?''
''Tatap mataku!''
Aku manut saja. Aku tatap mata Akim. Lantas ...
''Aku suka sama kamu. Aku sayang sama kamu ... mau gak, kamu jadi My Bromance?'' ungkap Akim nampak tulus.
''Jangan bercanda lagi ... Kim!'' tukasku.
''Aku serius, Poo ...''
''Kamu punya kehidupan normal, Kim ... kamu punya cewek yang cantik, dan cewek itu mencintaimu ... jadi, menurutku kamu tak perlu menjerumuskan dirimu sendiri ke kehidupan yang abnormal!''
''Jadi kamu tetap menolakku, Poo?''
''Maafkan aku, Kim ... aku tegas katakan, iya ...''
''Aku tahu ... kamu lebih menyukai Randy, 'kan? Karena dia lebih tampan, lebih putih dan juga lebih tinggi ...'' Mata Akim jadi berkaca-kaca. Aku tak percaya kalau dia jadi melankolis seperti itu.
Aku jadi terpekur.
''Okelah kalau begitu ... aku terima keputusanmu ... mulai sekarang aku tidak akan mengganggumu lagi.'' Suara Akim mendadak jadi serak-serak basah seolah ada tekanan batin yang terlalu dalam. Ucapannya masih dengan alunan yang penuh keseriusan.
Aku masih terpekur. Aku tetap tak yakin kalau Akim akan berubah sikap. Jika dia memang akan berhenti menggangguku itu berarti berita baik buatku. Harusnya aku senang mendengarnya. Tapi aku pasti akan merindukan kejahilannya. Ahh ... kenapa aku jadi dilematis begini.
Aku dan Akim tidak bersuara lagi. Kami mendadak terdiam dalam kebisuan. Suasananya kaku seperti kanebo kering. Untuk kesekian lamanya kami saling mematung hingga terdengar suara, krek! Pintu kamar terbuka dan muncullah sosok-sosok lelaki yang dekil karena habis berjemur di pantai Sanur. Mereka adalah Awan, Yopi, Boni, dan Yadi.
''Cieee ... jadian nih, kayaknya!'' celutuk Awan melihat Aku dan Akim duduk berdekatan.
''Asiiik ... traktir dong ... traktir!'' sambung Yopi girang.
''Yess! Rencana kita berhasil!'' Boni ikut menimpali.
''Hehehe!'' Yadi hanya tersenyum bahagia.
Selanjutnya mereka berempat tertawa bersama.
''Oh, jadi kalian sengaja ya, ninggalin aku ke Sanur dan membuat skenario murahan begini!'' Aku benar-benar jadi naik pitam. Aku berkata dengan nada yang penuh penekanan. Aku kesal. Dan semua teman-temanku jadi langsung terdiam serta saling berpandangan.
Kemudian, tanpa banyak kata, tetiba aku mengambil sebuah bantal dan memukulkannya ke tubuh mereka satu per satu. Suasana jadi riuh sekaligus seru karena di menit berikutnya kami jadi perang bantal sambil ketawa-ketawi tanpa ada rasa kemarahan, kebencian atau pun permusuhan. Ini murni canda tawa yang menyenangkan. Dan aku menikmati momen seperti ini. Akim, Awan, Boni, Yadi ... aku baru menyadari ternyata kalian adalah sahabat-sahabat sejatiku.