Unduh Aplikasi
47.05% Gelora Cowok SMK / Chapter 24: 24. Ruang UKS

Bab 24: 24. Ruang UKS

Gelora 💗 SMA

AKU keluar dari kamar mandi. Dan saat aku berada di wastafel, aku bertemu dengan Pak Armando yang sedang mencuci tangannya.

''Pak Armando ...'' sapaku pada guru ganteng itu. Dia langsung menoreh ke arahku.

''Hai, Ricopolo!'' sahutnya dengan satu senyuman madu. Super manis. Kemudian laki-laki berumur 25 tahun ini mendekati aku.

''Saya dengar kamu sedang berulang tahun ya, Poo?'' ucap pemilik bibir gempal ini tepat di hadapanku.

''Iya, Pak!'' Aku mengangguk pelan.

''Kalau begitu ... selamat ya, Poo ... semoga sukses selalu!'' Pak Armando meraih tanganku dan menjabatnya dengan erat. Aku jadi deg-degan dibuatnya. Pria ini selalu saja membuat jantungku ser-seran.

''Terima kasih, Pak!'' Aku tersenyum simpul memandang wajah putih mulusnya yang tak membosankan.

''Oh ya, Poo ... saya ada kejutan buat kamu ...'' Mata bulat pak Armando terihat berbinar-binar.

''Kejutan? Kejutan apa?'' Aku mengangkat satu alisku. Jadi penasaran.

''Kalau saya kasih tahu itu namanya bukan kejutan, Poo ...''

''Hehehe ...'' Aku meringis.

''Jika kamu ingin tahu seperti apa kejutan dari saya. Datanglah ke ruang UKS. Saya tunggu di sana!''

''Baiklah Pak, saya akan temui Bapak di sana.''

''Oke, Poo ... saya tunggu segera!'' Pak Armando menepuk-nepuk pipiku dengan lembut sembari melepas senyuman indahnya itu, lalu dia keluar dari toilet ini meninggalkan aku yang masih berdiri terpaku.

Sebenarnya aku masih ragu dengan kejutannya itu, namun karena rasa penasaranku yang cukup tinggi membuatku jadi menghilangkan segala keraguan dalam pikiranku.

Aku berlari ke ruang kelasku. Masih ada beberapa temanku di sana. Aku menitipkan semua barang-barangku pada mereka. Kemudian dengan langkah yang panjang aku berjingkat menuju ke ruang UKS. Tempat di mana Pak Armando akan menemui aku dan memberikan aku sebuah kejutan istimewa.

Waktu sudah menunjukkan pukul 13.48 WIB, dan situasi sekolah berangsur mulai menyepi, karena sebagian penduduknya sudah cabut pulang ke rumah mereka masing-masing. Banyak ruang kelas dan ruang lainnya yang sudah pada kosong termasuk ruang UKS. Entah, mengapa Pak Armando memilih tempat ini untuk menjadi latar belakang hadiah kejutan darinya. Apa maksudnya, aku tidak paham.

Kini aku sudah di depan ruang UKS. Pintunya tertutup rapat, tetapi tidak terkunci. Perlahan aku mengetuk pintu bercat putih ini.

''Tok ...Tok ... Tok!''

''Masuk!'' Ada sahutan dari dalam. Aku mengenal pemilik suara itu. Suara tenornya, Pak Armando.

''Klik!'' Aku menekan grendel pintu dan seketika itu pintunya terbuka. Perlahan aku memasuki ruangan ini, dan aku melihat Pak Armando sudah duduk di tepi ranjang yang biasa digunakan oleh para siswa yang sedang tidak enak badan untuk beristirahat di sana.

''Akhirnya kamu datang juga, Poo ...'' Pak Armando bangkit dari tempat duduknya dan berjalan menghampiriku, ''mari duduk di sini!'' Pak Armando menarik tanganku dan mendudukan aku di ranjang tersebut.

Aku masih terdiam dan bingung. Aku masih tidak mengerti dengan apa yang Pak Armando skenariokan.

''Sebentar, ya ...'' ujar Pak Armando sembari menutup rapat-rapat pintu ruangan UKS dan menguncinya dari dalam. Kemudian dia kembali mendekati aku.

''Kok ... dikunci, Pak?'' tanyaku.

''Iya, biar tidak ada yang ganggu ...'' jawab Pak Armando.

''Memang, Bapak mau ngapain?'' tanyaku lagi.

''Nanti kamu juga akan tahu sendiri, Poo ...''

''Tapi, Pak ...''

''Jangan khawatir, Poo ... percayalah saya tidak akan menyakitimu, saya hanya ingin memberikan kejutan istimewa buat hadiah ulang tahunmu yang ke__ berapa, Poo?''

"Yang ke-17, Pak!''

''Ya ... the sweet seventeenth."

''Hehehe ...'' Aku meringis.

''Oke, sebelum kita mulai, saya ingin kamu berjanji padaku, Poo ...''

''Janji apa?''

''Selama saya memberikan kejutan, kamu tidak boleh mengeluarkan suara, apa kamu bersedia?''

''Baiklah, saya bersedia!''

''Good ... saya suka itu."

Aku memandang lekat-lekat wajah teduh Pak Armando. Meskipun aku merasa ada kejanggalan, tapi aku berusaha untuk mempercayainya. Aku yakin dia tidak akan melecehkan aku lagi seperti yang dia lakukan dulu di rumahnya.

''Apa kamu sudah siap?'' ujar Pak Armando meyakinkan aku.

''Ya ... saya siap!'' sahutku.

''Maaf Ya, Poo ... sebelumnya saya akan mengikat tangan dan kakimu. Saya juga akan menutup matamu dengan selembar kain, kamu tidak keberatan, bukan?''

Aku terdiam, aku bengong dan merasa ada yang aneh, tapi semakin aku merasa keanehan ini, semakin besar rasa penasaranku dan aku semakin menuruti semua perintahnya.

''Ya ... saya tidak keberatan,'' kataku.

Pak Armando tersenyum, senyumannya sangat menawan dan menenangkan aku. Aku bagai terhipnotis dengan senyuman magisnya itu.

''Pejamkan matamu!'' titah Pak Armando dan aku menurutinya. Kemudian laki-laki ini membelitkan selembar kain slayer untuk menutupi kedua mataku. Dan saat itu juga, aku langsung merasakan kegelapan. Aku tidak bisa melihat apa-apa lagi.

''Rileks, Poo ...'' bisik Pak Armando tepat di lubang telingaku. Aku mengangguk.

Sejurus kemudian, Pak Armando membaringkan aku ke atas ranjang. Dia mengangkat tanganku ke atas dan mengikatnya dengan sebuah kain yang menyerupai tali. Selanjutnya Pak Armando mengeksekusi kedua kakiku. Dia merentangkan kedua kaki ini dan mengikatnya dengan kain di tiang-tiang penyangga ranjang. Terakhir Pak Armando menyumpal mulutku dengan lakban. Saat itu aku langsung berontak, namun aku tidak berdaya karena kondisi tubuhku yang sudah terikat semua.

''Tenang, Poo ... saya tidak akan menyakitimu, saya cuma ingin membuatmu senang,'' bisik Pak Armando di kupingku dan itu membuatku sedikit lega, sehingga aku tidak berontak lagi.

Beberapa menit aku tidak merasakan apa-apa. Aku hanya merasa seperti dalam kegelapan dan tidak bisa berkutik. Hingga tiba-tiba aku merasakan ada yang menyibakkan pakaianku. Sepertinya Pak Armando melakukan hal itu. Lalu berikutnya aku merasakan kalau ada sensasi hangat di area putingku. Rasanya becek dan geli, namun semakin lama semakin nikmat aku rasakan. Aku yakin Pak Armando sedang menjilat dan menghisap-hisap putingku.

Tubuhku bergidik dan menggelinjang setiap ada sapuan hangat nan becek di sekujur tubuhku, aku rasa Pak Armando tidak hanya menjilati putingku tapi juga leherku, perutku, dan area pubisku. Anjriiitt ... apa yang sebenarnya terjadi? Pak Armando sedang meragakan apa? Mengapa sentuhan dan jilatannya membuat tubuhku jadi menggeliat manjah karena mendapatkan impuls kenikamatan yang sulit aku jelaskan dengan kata-kata. Apakah ini kejutan istimewa itu. Kejutan yang membuat darahku bergejolak.

Aahhh ... tidak! Jangan, Pak!

Sepertinya Pak Armando sedang melorotkan celanaku. Dan aku merasa burung pelatukku telah terbebas dari himpitan celana dalamku. Sial ... Pak Armando mengeluarkan burungku yang sudah tegang itu dari sangkarnya. Dasar, guru cabul!

''Saya tidak akan menyakitimu, Poo ... tapi justru saya memberikanmu kenikmatan,'' bisik Pak Armando di kupingku lagi dan aku berusaha berontak, tapi tak ada gunanya. Aku hanya akan menghabiskan tenagaku bila terus-terusan berontak. Mendingan aku pasrah dan menikmati permainan ini.

''Acckkhhh ...'' Aku mendesah namun tertahan, karena mulutku tersumpal lakban. Lagi-lagi tubuhku bergidik tatkala aku merasakan sensasi hangat dan lembab di sepanjang batang kejantananku. Entah, apa yang dilakukan oleh Pak Armando, aku merasa dia sedang mengulum dan menghisap-hisap Es mambo-ku.

Bangsat!

Burung-ku berkedut-kedut setiap kali mulut Pak Armando menyeruput dan menyedot lubang kencingku. Aacckkhh ... enak, Pak ... terus! Lanjutkan! Jangan berhenti!

Edan!

Aku mengumpat guru muda itu, apa yang dilakukan oleh guru muda ini benar-benar di luar batas. Meskipun aku merasakan kenikmatan, tapi aku mengutuk tindakannya.

Acckkhhh ... lagi-lagi tubuhku menggelinjang ketika burung pelatukku mendapatkan stimulasi jilatan kenikmatan dari mulut dan lidah Pak Armando. Dia terus mengocok-ngocok dan menghisap-hisap organ vitalku, hingga aku merasakan sekujur tubuhku mengejan. Buah pelirku mengeras dan syaraf-syaraf pada batang kejantananku menegang setegang-tegangnya. Aku tahu itu adalah puncak dari orgasme. Dan sedetik selanjutnya tanpa aku sadari aku memuncratkan cairan kehangatan dari lubang mungil mulut burung-ku.

Croot ... Croot ... Crooot!

Aku berejakulasi. Aacckkhhh ... lemas, Pak! Aku tidak tahu, magma putihku muncrat di mana, apakah di mulut Pak Armando atau tidak. Entahlah!


Load failed, please RETRY

Status Power Mingguan

Rank -- Peringkat Power
Stone -- Power stone

Membuka kunci kumpulan bab

Indeks

Opsi Tampilan

Latar Belakang

Font

Ukuran

Komentar pada bab

Tulis ulasan Status Membaca: C24
Gagal mengirim. Silakan coba lagi
  • Kualitas penulisan
  • Stabilitas Pembaruan
  • Pengembangan Cerita
  • Desain Karakter
  • Latar Belakang Dunia

Skor total 0.0

Ulasan berhasil diposting! Baca ulasan lebih lanjut
Pilih Power Stone
Rank NO.-- Peringkat Power
Stone -- Batu Daya
Laporkan konten yang tidak pantas
Tip kesalahan

Laporkan penyalahgunaan

Komentar paragraf

Masuk