Terhitung sudah sepuluh menit lebih Lamanda menunggu Alta di lapangan indoor. Ia menuruti permintaan lelaki itu untuk tidak kemana-mana dan menunggu di sini. Setelah memesan makanan tadi di kantin, Alta membawanya kesini. Karena benar kata Alta bahwa suara hujan tidak terdengar dari sini.
Dan beberapa saat yang lalu Alta pergi untuk mengambil tasnya karena jam sekolah sudah berakhir. Alta bilang, ia akan mengantar Lamanda pulang. Jadi, Lamanda menurut.
Awalnya tidak masalah jika saja Vero tidak memasuki ruangan tersebut dan memandangnya dengan tatapan yang sulit diartikan. Dulu Alta pernah meninggalkannya sendirian di ruang musik dan sekarang hal itu terjadi lagi. Lamanda takut Vero berbuat hal nekat lagi. Maka Lamanda berdiri dan beranjak menjauh ke kursi paling ujung.
Sedangkan Vero, lelaki itu memilih diam sambil memandang Lamanda dari jauh. Sekarang ada sesuatu tak kasat mata yang menahannya untuk mendekat terlebih melihat raut ketakutan di wajah Lamanda. Sisi lain dirinya ingin menanyakan keadaan gadis itu namun sisi lainnya menyuruh ia untuk tetap diam. Vero memalingkan wajahnya. Ia sadar bahwa hatinya terbagi.
Setelah itu hanya terisi keheningan. Lamanda sesekali melirik ke arah Vero dan duduk dengan waspada. Lelaki itu sedang fokus dengan ponsel ditangannya.
Saat terdengar suara pintu terbuka, Lamanda menoleh. Ia melihat satu persatu anak basket memasuki lapangan, termasuk Raskal yang kemudian diikuti Satya dan Keral dibelakang. Mereka memakai seragam yang sama, kecuali Keral. Lelaki itu memakai kemeja sekolah. Saat matanya beradu dengan mata Raskal, Raskal berjalan ke arahnya.
"Lo ngapain masih disini? Perasaan tas lo udah diambil Alta tadi," ucap Raskal ketika sudah duduk disamping Lamanda.
"Nunggu Alta," jawab Lamanda sambil membalas senyum Satya yang sudah duduk di dekat Raskal. Kemudian diikuti Keral.
Tidak ada pembicaraan berarti setelahnya. Hanya obrolan ringan dan sesekali Satya menggombali Lamanda membuat tangan Keral dan Raskal gatal untuk mengeplak kepala temannya itu.
"Ngomong-ngomong, nama badai sekarang cantik-cantik ya. Badai cempaka, badai dahlia.." gumam Satya. Kemudian ia menoleh pada Lamanda. " Lo tau nggak persaman lo sama badai-badai itu."
Lamanda mengernyit. Untuk menghargai ia mencoba berpikir. "Namanya sama-sama dari bunga."
"Calon ibu dari anak-anak gue emang pinter," kata Satya sambil menggelengkan kepalanya seolah takjub dengan jawaban Lamanda.
Lamanda hanya mengusap tengkuknya. Ia risih dan ingin Alta cepat datang.
"Kalau bedanya lo sama badai-badai itu tau nggak apa?" kali ini Raskal yang bertanya. Disampingnya, Keral hanya geleng-geleng kepala. Ia mulai dengan asik dengan rokok di tangannya.
"Udah jangan bahas badai lagi," kata Lamanda. Ia mengeluarkan ponselnya berharap ada notifikasi dari Alta. Namun nihil.
Raskal bedecak. "Jawab nggak tau, Lam."
Lamanda menghelas napas. "Nggak tau."
"Kalau mereka meluluh lantakkan Yogyakarta. Kalau kamu meluluhlantakkan hatiku."
Seketika Raskal memekik karena tangan kedua temannya sudah landing dengan sempurna di kepalanya. Namun kali ini Raskal tidak peduli. Ia menatap serius Lamanda.
"Berhubung lo nggak mau ngajak gue pacaran. Gimana kalau gue yang ngajak lo pacaran?" tanya Raskal.
Untuk kali ini Lamanda ingin segera pulang.
"Kalau lo nolak, gue bakal lapor polisi atas tuduhan pasal 335. Perbuatan tidak menyenangkan."
Raskal mati-matian menahan tawanya melihat raut tegang Lamanda. Ia jadi ingin menjambak Satya dan Keral yang jadi ikutan diam.
"Pasal 362 KUHP. Barang siapa mengambil barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum, diancam karena pencurian, dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau denda paling banyak enam puluh rupiah," sebuah suara membuat mereka mengalihkan pandangan pada sosok yang berdiri di belakang Raskal.
Alta terlihat sedang menyeringai. "Kalau lo ambil milik gue, gue juga bisa lapor polisi atas tuduhan pencurian."
Tidak hanya Lamanda dan ketiga temannya yang dibuat terperangah. Vero yang sejak tadi mendengar pembicaraan mereka sontak menoleh.
"Ayo pulang," Alta mengulurkan tangannya membuat Lamanda berdiri. Setelah itu ia membantu Lamanda naik melangkahi satu kursi dan berdiri dihadapannya.
"Sorry lama," ucap Alta sambil membenahi jaket Lamanda yang merosot dibahu gadis itu. "Tadi gue disuruh Bu Ramti bersihin kamar mandi," papar Alta. Ia memasang resleting jaket Lamanda dan menariknya ke atas. Setelah itu ia menyerahkan tas berwarna merah milik gadis itu.
"Makasih."
Alta bergumam. Ia menoleh pada teman-temannya yang kompak memandangnya dengan tampang tertolol. "Gue balik dulu."
"Lo nggak mau latihan?" tanya Keral yang sudah menetralisir suasana. Ia kaget. Ia masih tidak percaya ucapan Alta tadi. Alta yang daridulu terlihat anti pada perempuan sekarang malah berani gombal. Pakai KUHP segala padahal Alta bobrok pelajaran PKN.
"Nanti."
Setelah itu Alta meraih tangan Lamanda dan mengajaknya keluar meninggalkan Keral serta Raskal dan Satya yang masih tidak sadar dengan tampang tololnya.
"Tadi kenapa disuruh bersihin kamar mandi?" tanya Lamanda ketika mereka sudah menuruni tangga menuju lantai dasar.
"Gara-gara rambut gue warnanya silver."
Sambil tetap berjalan Lamanda menoleh untuk melihat rambut Alta. "Aku jadi inget idola Kaila yang kemaren bunuh diri."
"Siapa?"
"Jonghyun."
Alta mengacak rambut Lamanda. "Tapi gantengan gue," ucapnya sambil merangkul bahu Lamanda.
"Narsis ya sekarang."
"Emang gue ganteng. Mau bukti?"
Lamanda menggelengkan kepalanya. Ia mengikuti gerakan Alta yang seperti mencari sesuatu. Alta menariknya ke gerombolan siswi yang sepertinya sedang ngerumpi. Saat mereka mendekat, gerombolan itu langsung diam.
"Hai," sapa Alta ketika sudah berada didepan gerombolan itu. Seketika lima siswi dihadapannya itu menahan napas dengan mulut sedikit terbuka. Mereka kompak menggeleng dengan tampang bloon, jawaban yang tidak nyambung.
Alta tersenyum. Setelah itu ia menarik Lamanda menjauh.
"Ness, jantung gue jatuh, Ness."
"Gilak. Gue mimpi apa semalem Alta nyapa gue!"
"Pake senyum segala anjas."
"Itu Alta seriusan nyapa gue?!!"
Mendengar celotehan itu Alta dan Lamanda berhenti berjalan dan saling pandang lalu mereka tertawa.
Lamanda berjanji bahwa ia tidak akan melupakan hari ini. Waktu dimana ia bisa tertawa lagi bersama orang yang ia sayangi setelah sekian lama hal ini tidak pernah terjadi.
Ia mengamati Alta yang masih tertawa memperlihatkan deretan gigi putihnya dengan gingsul di sebelah kiri. Sejenak Lamanda tertegun. Ia diam membuat Alta perlahan menghentikan tawanya.
"Kenapa?" tanya Alta setelah tawanya reda.
Lamanda tersenyum singkat. "Mau hujan. Ayo pulang."
Alta mengangguk dan menggandeng tangan Lamanda menuju parkiran. Lamanda memilih untuk itu tidak banyak bicara setelah itu.
Dalam hati gadis itu berdo'a. Semoga apa yang ada dipikirannya saat ini salah.