"Kenapa lu harus liat gue lagi kaya gitu?" ujar Aslan di dalam hatinya. Matanya memandang lurus ke lautan yang ada di depannya. "Ngga seharusnya lu liat gue kaya gitu. Itu memalukan."
Aslan menghela napas panjang. Ia kembali duduk terdiam sambil memandangi lautan yang bergelombang di hadapannya. Malam yang semakin pekat membuat lautan itu nampak hitam. Sehitam kehidupannya selama ini. Terjebak di dalam dunia pertarungan bebas yang tanpa aturan dan tidak tahu kapan ia akan keluar.
Ketika ia berada di dalam arena, ia merasa dirinya tak ubahnya seperti binatang yang sedang diadu untuk kesenangan orang-orang yang berani membayar taruhan. Tidak jauh berbeda dengan sabung ayam. Di dalam arena ia sengaja mengeluarkan sisi lain dirinya yang penuh dengan kemarahan dan kekecewaaan agar ia bisa bertarung dengan bebas tanpa memikirkan apapun.
Namun malam ini, ia tidak menduga Leon akhirnya melihat sisi gelap dalam dirinya itu. Ia bisa melihat ketakutan dalam tatapan mata Leon ketika menyaksikannya sedang bertarung. Mungkin Leon saat ini berpikir bahwa saudara kembarnya kini sudah berubah menjadi seorang monster mengerikan. "Yeah, I'm a monster," batin Aslan. "Mungkin sekarang lu takut buat ketemu sama gue lagi," ujar Aslan sambil tertawa pelan.
Aslan menengadahkan kepalanya ke langit. Ia menghembuskan udara keluar dari mulutnya. Tangannya kemudian meraih sebungkus rokok dan pemantik yang ia simpan di dalam jaket jeans belelnya. Aslan meletakkan sebatang rokok di bibirnya dan segera menyulutnya. Ia menghirup dalam-dalam rokok tersebut dan menghembuskan asapnya ke udara.
Ia duduk diam di pinggir dermaga sembari menyesap rokok yang ada di tangannya. Perhatian Aslan teralih ketika ponselnya bergetar. Masih dengan rokok yang ia letakkan bibirnya, Aslan membaca pesan dari Bang Ole yang masuk ke ponselnya. Ia kemudian melepaskan rokok dari bibirnya dan segera menghubungi Bang Ole. "Lu ngga salah, Bang?"
"Ngga, minggu depan pertandingannya. Kalau lu ikut, gue bakal hapus perjanjian kita dan gue bakal balikin sertifikat punya si John. Gimana?" ujar Bang Ole.
"Siapa lawannya?" tanya Aslan.
"Gue ngga bisa kasih tahu lawannya sekarang," jawab Bang Ole.
"Tapi bener, kan, Abang bakal balikin sertifikat punya Bang John?" Aslan kembali bertanya untuk memastikan ucapan Bang Ole.
"Iya, lu bisa pegang kata-kata gue," sahut Bang Ole.
Aslan menghela napas sembari memejamkan matanya. Sedetik kemudian ia kembali membuka matanya. "Oke, gue terima tawarannya, Bang."
Bang Ole tertawa pelan setelah mendengar jawabaan dari Aslan. "Gue udah yakin lu bakal terima tawaran dari gue. Latihan yang bener, mungkin lawan lu kali ini bakal lebih kuat dibanding lawan-lawan lu sebelumnya."
"Abang tenang aja," sahut Aslan.
"Ya gue percaya sama lu. Minggu ini gue kosongin jadwal lu khusus buat pertarungan lu minggu depan," ujar Bang Ole sebelum ia menutup telponnya.
"Iya, Bang," sahut Aslan.
"Gue tunggu di arena minggu depan." Bang Ole kemudian mematikan sambungan telponnya dengan Aslan.
Begitu sambungan telponnya dengan Bang Ole berakhir, Aslan tersenyum simpul sembari memasukkan ponselnya ke dalam saku celananya. Ia menghela napas lega. "Setelah sertifikat Bang John balik, gue bakal berhenti," gumam Aslan pelan. Ia tersenyum lebar. Akhirnya ia memiliki kesempatan untuk keluar dari arena pertarungan tanpa aturan itu.
----
Bang Ole menatap Bang John yang duduk di hadapannya. "Sekali lagi gue ingetin, ini bukan permintaan gue. Lu sendiri yang minta buat ngelawan Aslan untuk dapetin sertifikat itu. Jadi, kalau ada apa-apa sama kalian berdua, jangan libatin gue lagi."
"Tenang aja, gue ngga bakal ganggu lu lagi," sahut Bang John.
"Tapi kalo dipikir-pikir, lu licik juga, ya," ujar Bang Ole sambil menyilangkan kedua tangan di depan dadanya. "Mau lu atau Aslan yang menang, sertikat tempat lu bakal kembali sama lu."
"Kalau gue ngga ngelawan Aslan, itu sama aja gue ngga melakukan apa-apa buat dapetin sertifikat milik gue."
"Yakin lu tega ngalahin Aslan buat dapetin sertifikat punya lu?"
"Dia keras kepala waktu gue bilang dia ngga harus ngelakuin itu. Jadi, gue rasa ini satu-satunya cara biar Aslan ngga usah terlibat sama urusan sasana. Gue mau dia keluar dari sasana dan cari kehidupan yang lebih baik," terang Bang John.
"Apa lu ngga mikirin perasaan Aslan kalo begitu?" Bang Ole kembali bertanya pada Bang John.
Bang John menghela napasnya. Ia mengambil kaleng bir yang ada di depannya dan segera meneguknya. "Gue terima kalo dia marah sama gue. Semua ini demi kebaikan dia. Ada salah satu temen gue yang tertarik sama dia setelah gue tunjukin video Aslan lagi latihan, mungkin ini jalan buat Aslan untuk jadi petarung yang sesungguhnya."
Bang Ole menghela napas panjang sembari geleng-geleng kepala. "Omongan lu itu seolah-olah nunjukkin kalo lu peduli sama Aslan."
"Gue emang peduli sama dia," sahut Bang John.
"Heh, John. Kalo lu peduli sama dia, harusnya lu minta pendapat dia dulu sebelum mutusin sesuatu," timpal Bang Ole.
"Gue udah kenal lama sama dia, gue tahu apa yang dia butuhin sebenarnya."
"Lu pikir, gue juga baru kenal dia sehari dua hari. Gue Cuma ingetin satu hal sama lu, jangan nyesel kalo terjadi sesuatu sama kalian berdua," ucap Bang Ole untuk memperingatkan Bang John.
Bang John manggut-manggut mendengarkan ucapan Bang Ole. Ia kemudian meletakkan kembali kaleng bir yang ia pegang di meja yang memisahkannya dengan Bang Ole. Setelah itu ia bangkit berdiri. "Gue pamit dulu."
Bang Ole berdecak pelan ketika akhirnya Bang John pamit untuk pergi dari ruangannya. Bang John bahkan tidak menunggu Bang Ole untuk menyahut dan segera berjalan menuju pintu ruangan tersebut. Setelah Bang John keluar melewati pintu tersebut, Bang Ole terdiam sendiri di dalam ruangannya. Ia kemudian membuka lacinya dan mengeluarkan sebuah ponsel lawas yang dulu dikenal sebagai ponsel yang bisa digunakan untuk melempar anjing.
"Pertarungan minggu depan, Aslan melawan John. Ini taruhan yang besar, undang semua bandar-bandar besar untuk datang," ujarnya pada seorang wanita yang ada di seberang sana.
Tanpa menunggu jawaban dari wanita tersebut, Bang Ole kemudian menutup telponnya dan kembali memasukannya ke dalam laci mejanya. Ia menghela napas panjang, kemudian berjalan keluar dari ruangannya.
****
Don't forget to follow my Instagram Account pearl_amethys and my Spotify Account pearlamethys untuk playlist musik yang saya putar selama menulis cerita ini.
Karya asli hanya tersedia di platform Webnovel.
Terima Kasih sudah membaca karya kedua saya, hope you guys enjoy it.
Terus berikan dukungan kalian melalui vote, review dan komentar. Terima kasih ^^