Disaat orang-orang di dalam rumah kostnya memulai hari dengan mengantri kamar mandi untuk bersiap-siap berangkat ke kantor, Aslan justru baru tiba di rumah kostnya dengan mata yang sudah tidak sanggup lagi membuka.
Beberapa penghuni kost yang berpapasan dengannya hanya geleng-geleng kepala melihat Aslan yang berjalan masuk ke arah kamarnya dan langsung membanting pintu kamarnya.
"Dia sebenernya kerja apa, sih? Gue perhatiin dia selalu pulang pagi," ujar salah satu penghuni kost yang sedang duduk menunggu giliran masuk ke kamar mandi.
Orang yang diajak bicara hanya mengangkat bahunya. "Setahu gue, dia kerja di bar. Mungkin dia punya kerjaan sampingan selain di bar."
"Maksud lu?"
"Lu kaya ngga tahu aja."
Dua orang yang membicarakan Aslan terkikik sendiri. Tiba-tiba saja Aslan keluar dari kamarnya. Ia langsung menatap dua orang yang sedang membicarakan dirinya. "Kalo kalian mau, gue bisa, kok, ngelayanin kalian. Tapi, tarif gue per jam mungkin sama kaya gaji pokok kalian. Jadi, kalian pasti ngga sanggup bayar." Aslan tersenyum sinis ketika menyelesaikan kalimatnya. Ia kemudian kembali masuk dan menutup pintu kamarnya.
Kedua orang yang membicarakannya menatap sinis ke arah Aslan yang baru saja masuk ke dalam kamarnya. Salah satu diantaranya seakan mau melemparkan peralatan mandi yang dia bawa ke arah kamar Aslan. "Gigolo aja belagu," ujarnya sinis.
Di dalam kamarnya, Aslan membersihkan luka yang ada di sudut bibir dan keningnya sebelum ia merebahkan dirinya di kasur.
"Sialan, berani-beraninya dia bikin muka gue jadi begini," gerutunya. "Kalo ketemu lagi, gue bikin mukanya lebih parah dari ini." Ia kemudian memasangkan plaster anti air di keningnya.
Aslan terdiam sebentar ketika memandangi wajahnya di cermin. Awalnya ia tersenyum menatap cermin tersebut. Namun akhirnya ia merasa kesal dengan bayangan wajahnya di cermin dan langsung melempar cermin tersebut dengan handuk kecil yang ada di tangannya. Ia pun langsung merebahkan badannya di kasur yang tipisnya sudah nyaris sejajar dengan lantai yang menjadi alas kasur tersebut. Sambil menutup mata dengan lengannya, Aslan mulai memejamkan matanya.
-----
"Kemana si Aslan?" tanya Manager bar tempat Aslan bekerja kepada para Pegawainya yang lain.
Para Pegawainya hanya menggeleng ketika Sang Bos mempertanyakan kehadiran Aslan padahal jam operasional bar akan segera dimulai.
"Dia ngga ngasih kabar ke kalian?" Manager itu kembali bertanya.
Pegawainya kembali menggeleng. Mereka benar-benar tidak mengetahui kemana dan ada alasan apa sampai Aslan belum menampakkan batang hidungnya padahal bar tempatnya bekerja sebentar lagi akan beroperasi.
Manager bar tersebut mendengus kesal. Sudah berulangkali Aslan membuat kesalahan dengan tidak datang ke bar tepat waktu. Berulangkali itu pula, ia tidak memberikan kabar apa pun kepadanya atau kepada Pegawai bar yang lain.
"Kalo bukan gara-gara banyak member yang suka sama dia, udah gue pecat itu orang," gerutu Manager bar tersebut. Ia lalu melirik pada pegawainya yang masih berdiri di hadapannya. "Ya udah, sana bubar."
Para Pegawai bar yang lain akhirnya membubarkan diri dan kembali pada pekerjaan mereka masing-masing. Sementara Manager bar tersebut kembali mencoba untuk menghubungi Aslan.
-----
Aslan menguap lebar di atas kasurnya. Ia langsung menyalakan ponselnya. Puluhan notifikasi pesan dan panggilan tidak terjawab seketika membanjiri ponselnya tidak lama setelah ia menyalakannya.
Sambil menggaruk-garuk kepalanya ia membaca pesan yang masuk ke ponselnya. Salah satunya dari Manager bar tempatnya bekerja. Aslan mengerjap-ngerjapkan matanya sambil membaca pesan dari Manager bar tersebut.
"Besok lu ngga usah dateng lagi. Gaji terakhir lu bakal gue transfer secepatnya."
Pesan tersebut serta merta membuat Aslan melompat dari tempat tidurnya dan segera berlari ke keluar dari kamarnya.
-----
Aslan mengendarai motornya secepat kilat untuk segera sampai di bar tempatnya bekerja. Satu jam kemudian ia tiba di bar tempatnya bekerja. Ia tidak sadar dirinya tertidur sampai lupa menyalakan alarm untuk bekerja di bar. Akibatnya ia kembali terlambat datang ke tempat kerjanya. Setelah memarkirkan motornya di parkir motor khusus Karyawan, Aslan segera melangkah cepat ke dalam bar.
Begitu ia masuk, para Karyawan yang sedang bersiap-siap di dapur bar menatap sinis ke arahnya. Aslan tidak bisa berbuat apa-apa untuk mencegah mereka menatap sinis ke arahnya. Pasti karena keterlambatannya, mereka kembali diomeli oleh Manager bar. Ia tetap melangkah menuju ruang Manager bar.
Aslan menghela napasnya sebelum mengetuk pintu kayu di depannya. Begitu ia mengetuk pintu tersebut. Suara Manager bar langsung menyahut dan memerintahkannya untuk segera masuk. Aslan akhirnya masuk ke dalam ruang Manager tersebut dan menutup pelan pintu di belakangnya seraya melangkah mendekati meja Manager bar.
"Maaf, Pak," ujar Aslan pada Manager tersebut sambil tertunduk.
Manager bar menatap Aslan. "Udah berapa kali kamu telat bulan ini?"
Aslan menggeleng pelan.
Managernya berdecak pelan. "Kamu sendiri aja ngga tahu berapa kali kamu telat karena saking seringnya."
"Saya janji, ini yang terakhir," ujar Aslan setengah memohon. "Kasih saya kesempatan buat memperbaikinya."
"Ini juga terakhir kali saya liat kamu disini. Seperti pesan saya tadi, gaji terakhir kamu akan segera saya transfer. Tentunya setelah dipotong denda keterlambatan kamu," ucap Manager tersebut sambil menatap tajam ke arah Aslan.
"Bapak ngga bisa kasih saya kesempatan terakhir?" pinta Aslan.
Manager itu menggeleng. "Kalau saya terus bersikap lunak sama kamu, nanti saya dikira pilih kasih sama Karyawan yang lain."
Aslan menghela napasnya dan mengangguk pelan. "Terima kasih, Pak. Saya permisi."
Manager bar tempat Aslan bekerja ikut mengangguk pelan. "Jangan ulangi kesalahan kamu di tempat lain."
Aslan kembali mengangguk dan pergi meninggalkan ruang Manager tersebut.
-----
Leon membuka matanya dan memandangi langit-langit kamar apartemennya yang berada di salah satu gedung apartemen elit di kota NewYork. Ia terdiam sejenak sambil menghela napas panjang. Ia meraih ponselnya dan melihat jam yang ada di ponselnya. Masih pukul lima pagi. Rasanya baru sebentar ia tertidur dan kini ia sudah kembali terbangun. Ia kembali meletakkan ponselnya dan bangkit dari tempat tidurnya lalu berjalan ke ruang gantinya.
Setelah berganti pakaian training, Leon keluar dari apartemennya. Akhirnya ia memutuskan untuk berlari pagi di sekitar lingkungan tempat tinggalnya. Sambil mendengarkan lagu yang menggema lembut di telinganya, Leon berlari mengitari lingkungannya yang masih gelap.
Ketika ia berlari melewati sebuah jendela kaca besar, tanpa sadar Leon menoleh dan melihat wajahnya di cermin. Ia menghentikan larinya dan mendekat ke arah kaca tersebut. Petikan suara gitar dari duo Kings of Convenience perlahan mengalun lembut di telinganya dan lagu Homesick milik duo tersebut berputar di telinganya.
Pantulan dirinya di cermin mengingatkannya pada dirinya yang lain. Setiap hari dia melihat sosok itu di dalam dirinya. Leon menggeleng pelan dan kembali melanjutkan larinya.
"How are you doing there?" batin Leon sambil berlari menatap langit yang masih gelap di atasnya.
*****
Don't forget to follow my Instagram Account pearl_amethys
and my Spotify Account pearlamethys untuk playlist yang berisi musik yang saya putar selama menulis cerita ini.
Karya asli hanya tersedia di platform Webnovel.
Hello pembaca sekalian, Terima Kasih sudah membaca karya kedua saya, hope you guys enjoy it..
Jangan lupa masukkan ke collection kalian untuk update chapter berikutnya. Sekali lagi Terima Kasih atas dukungan kalian.. ^^