"Aku tidak mau kekuatan ini,... aku tidak mau..!" Azra berteriak histeris, menolak kenyataan bahwa dia telah menjadi seorang pembunuh di usianya yang masih mudah. Dan karena perbuatannya itu pula sahabat kecilnya mati dengan cara yang mengenaskan tepat didepan matanya.
*
sekarang kurang dari 10 menit menjelang tengah malam, sebuah segel baru terbuka di samping Azra, bentuknya menyerupai dengan segel yang membelenggu tubuh Azra.
"Tuan waktunya sudah hampir tiba!" ucap sang pengawal kepada tuannya.
mendengar ucapan bawahannya lelaki misterius itu kini menempatkan dirinya dalam lingkaran segel itu. Setelah dia memposisikan dirinya untuk berbaring dia menyempatkan dirinya untuk melihat Azra yang berada disampingnya. Pakaian Azra kini basah kuyup karena keringat dingin yang terus mengalir dari dalam tubuhnya, tubuhnya merontah seolah sedang melawan sesuatu yang kuat dari dalam.
"Akhirnya kita akan bersatu dan kamu akan menjadi milikku selamanya!" pria yang semula terlihat dingin itu kini terdengar lembut ketika berbicara pada Azra. Tatapannya seperti menyiratkan sesuatu yang mendalam dari lubuk hatinya, melihat Azra secara keseluruhan dan mulai memejamkan matanya, memfokuskan energinya pada ritual yang akan segera di laksanakan.
*
"Monster pembunuh...monster pembunuh ...monster pembunuh ...monster pembunuh...!" kata itu terus terngiang di kepala Azra membuatnya menjadi sangat frustasi, dengan menggunakan tangannya yang menutup kedua telinganya, Azra merontah kesakitan, rasa sakit di sekujur tubuh dan rasa sakit dihatinya menembus jiwanya yang kini sangat rapuh.
"Aaarrggg hentikaaann.... !" Azra merasa sangat kesakitan..
"Kumohon hentikaaaannn..!" suaranya terdengar semakin menyedihkan, dan berusaha menghilangkan suara itu dari kepalanya. Secara perlahan kobaran api mulai keluar dari tubuhnya. Semakin lama kobaran api itu semakin besar, Azra dapat merasakan panas yang teramat membakar tubuhnya.
dalam keadaan tidak sadar tubuhnya yang tersegel mengeluarkan bara api, membuat segel itu menyerap inti bara api hingga kedua segel yang bersebelahan mulai menyatu secara perlahan. Sang pria dingin itu tidak memperdulikan panas api yang mulai menyebar di sekelilingnya, dan tetap memfokuskan energinya dalam proses penyatuan.
*
Masih tersisa lima menit lagi sebelum tengah malam saat Afnan telah menemukan keberadaan Azra, dia dapat melihat Azra terbaring dari jarak 15 meter, dan disebelahnya terbaring seorang pria yang tak dapat dia lihat secara jelas. karena wajahnya terhalang oleh tubuh Azra yang terbaring di sampingnya.
Sebelumnya dalam perjalan, Afnan telah mengetahui kejadian yang terjadi malam ini dari suara yang terdengar di kepalanya. Dia harus segera menghentikan ritual itu dengan segera, jika tidak keberadaan negeri langit akan terancam, dan bukan hanya itu, Azra pun bisa saja meregang nyawa dalam prosesnya.
Saat dia semakin mendekat, tiba-tiba empat orang bertudung menghalangi jalannya. Dua orang di antara mereka menyerang secara langsung ke arah Afnan, sontak membuatnya menghindar secara refleks. Serangan mereka tak berhenti pada serangan pertama tapi terus berlanjut ke serangan yang berikutnya. Membuat Afnan menjadi sangat kewalahan.
Bagaimana sekarang? waktunya semakin menipis. Afnan mencoba bertahan berusaha memikirkan cara menghadapi kedua orang yang menyerangnya. Saat Afnan lengah tinju salah seorang dari mereka mengenainya, membuat Afnan terpental cukup jauh kebelakang.
HUK..HUK...
Afnan terbatuk dan mengeluarkan beberapa tetes darah dari mulutnya. Dia melihat ke arah Azra dan segel di sekitar tubuhnya sudah hampir menyatu dengan sempurna. Jika hal itu terjadi maka perjuangannya akan sia-sia. kedua pria bertudung itu kembali melakukan penyerangan ke arah Afnan.
BUM...
Di saat Afnan bersiap untuk menghadapinya kedua lelaki bertudung itu, suara ledakan terdengar dan membuat kedua pria bertudung mundur dengan waspada. Afnan merasakan sebuah tangan memegang pundaknya, dan segerah menolehkan kepalanya ke arah belakang.
Deg.. Afnan begitu terkejut, orang ini adalah orang yang sama di dalam mimpinya, dia mengenakan pakaian zirah lengkap dan dengan sebuah pedang melekat di pinggangnya. Tidak hanya pria itu yang datang tapi tiga perempuan lain muncul di sebelah kirinya, mereka memakai pakaian sutra dengan warna yang berbeda, benar-benar terlihat seperti kumpulan gadis kesatria yang perkasa namun tetap elegan.
Masing-masing dari mereka membawa berbagai senjata yang berbeda.
"Kamu segera selamatkan Sang Dewi, sisanya serahkan pada kami!" ucap pria itu
Afnan tidak memiliki banyak waktu lagi untuk berpikir dan bertanya maka dia menjawabnya dengan sebuah anggukan. Dengan gerakan cepat Afnan berlari ke arah Azra, namun kedua pria bertudung itu berusaha menghalangi jalannya. Dua buah belatih pun terbang dari arah belakang Afnan dan menyerang kedua pria bertudung itu. Senjata itu berasal dari salah satu gadis kesatria, dan Afnan tidak membuang waktunya dan terus berlari ke arah Azra.
Tepat satu meter sebelum dia menyentuh tubuh Azra, sebuah penghalang tak kasat mata menghentikannya. Dari jarak itu Afnan bisa merasakan panas yang teramat, dia dapat melihat panas itu berasal dari tubuh Azra.
*
"Kumohon hentikaaaannn..!"
Azra kini duduk dengan memeluk kedua lututnya, kobaran api terus menyala semakin besar dari tubuhnya. Tatapan matanya begitu kosong dan terlihat jiwanya seakan telah menghilang. Entah sudah berapa lama dia seperti itu, di dalam ruangan yang tak berujung dan gelap.
dalam keadaan yang begitu menyedihkan, dua tangan muncul dari arah belakangnya, melingkar dengan sempurna di sela-sela lehernya sehingga terlihat seperti sebuah pelukan. Tangan itu begitu kecil dapat dipastikan pemiliknya adalah seorang anak kecil, lalu dengan perlahan mendekatkan mulutnya ke arah telinga Azra dan membisikan beberapa kata.