Keesokan hari Bila disibukan dengan persiapan pesta pernikahan Fani dan Khafiz, pesta pernikahan yang digelar dengan tema garden party itu terasa begitu meriah.
Siang itu Fani menggandeng Khafiz menuju pelaminan diiringi musik romantis, Fani terlihat cantik dengan busana muslimah ala putri dari negeri dongeng berwarna abu-abu dengan riasan bold bersanding dengan Khafiz yang mengenakan stelan taksudo dengan warna senada.
Mereka terlihat begitu serasi, hingga Bila merasa iri melihatnya "Subhanallah Fani cantik banget, aku jadi iri deh kak" tanpa sadar Bila berkata pada Edwin.
"Maksut kamu" Edwin berkata dengan ketus, ia merasa cemburu karena mengira Bila iri melihat Fani bersanding dengan Khafiz.
"Lihat deh kak Fani cantik banget, nanti kalau aku nikah aku akan secantik itu ga ya?" Bila berkata dengan santai tanpa tahu apa yang Edwin rasakan.
Melihat sikap cuek Bila ahirnya Edwin tahu apa maksut Bila yang sebenarnya, ekspresi wajahnyapun berubah jahil.
"Kamu pingin dandan cantik apa habis nikahnya?" Edwin bertanya dengan nada menggoda.
"Dua-duanya dong, masa nikah cuma didandani doang, habis nikah ya jadi istri lah" Bila masih menjawab dengan santai.
"Ayo...Bil kita nyusul" Edwin tiba-tiba menggandeng Bila.
"Nyusul kemana kak?" Bila bertanya dengan heran.
"Nyusul ke KUA, biar bisa kaya Khafiz dan Fani semalam" Edwin berbisik ditelinga Bila yang membuat wajah Bila seketika memerah.
"Kakak ngomong apa, lama-lama pikiran kakak jorok juga ya" Bila mencoba mengingatkan Edwin.
"Jorok kok bisa?"
"...."Bila tak bisa menjawab ia menjadi bingung dengan apa yang ia ucapkan.
"Hayooooo kamu mikir apa, sepertinya kamu nih yang pikirannya aneh-aneh" Edwin mencubit dagu Bila "Maksut aku kaya mereka semalam yg sudah sah jadi suami istri, bener kan ga aneh kan?" Edwin semakin meledek Bila
"Kak Edwin mah gitu" Bila merasa dipermainkan oleh Edwin, sekarang ia semakin terpojok.
"Udah lah....nanti pulang bilang sama ayah kamu pingin nikah".
Di acara resepsi Fani banyak teman mereka yang datang, hingga Bilapun sibuk menyapa mereka.
Hari itu kembali berlalu dengan lancar dan sukses, acara sudah selesai tamu undangan sudah pulang, waktunya Bila dan Edwin berpamitan.
Mereka mendekati keluarga kedua mempelai untuk meminta ijin, terakhir mereka berpamitan pada pasangan baru itu.
Setelah beberapa kali foto grafer mengambil gambar mereka, Fani meminta mereka untuk duduk sebentar agar bisa berbincang-bincang.
Dasar Edwin memang si tukang iseng, ia masih sempat pula menggoda pasangan pengantin baru yang sedang bahagia-bahagianya, ia menghampiri Khafiz, mengajaknya agak menjauh dari Bila dan Fani lalu berbisik ditelinganya.
"Fiz...gimana?" Wajah tengil Edwin terpampang nyata.
"Apa man?" Khafiz pura-pura bego.
"Alah lo, jujur aja" Ia semakin penasaran.
"Susah man diceritain, ntar lo pengen lagi" giliran Khafiz meledek Edwin.
"Itu tujuan gua, biar gua pengen terus cepet nyusul lo" Edwin belum menyerah.
"Lo masih di bawah umur man, belum waktunya, ntar lo khilaf". Khafiz juga masih bertahan tak ingin berbagi cerita dengan Edwin.
Bila memperhatikan dua laki-laki itu dengan curiga, ahirnya ia mendekati mereka.
"Kak lagi ngomongin apa sih?"
"Ga kok Bil, ini Edwin lagi tanya kapan saat yang tepat melamar kamu" Khafiz berkilah.
"Ga Bil, aku tanya sama Khafiz cara bikin adek" Eswin berkara tanpa malu.
"Ih....kak Edwin, dari tadi" Bila terlihat kesal "aku ga mau pulang sama kakak" Bila mencoba mengancam Edwin, lalu dengan segera ia meninggalkan Khafiz dan Edwin.
Edwin segera berpamitan pada Khafiz kemudian dengan cepat menyusul Bila "Bila tunggu, jangan marah"
"Kakak tuh dari tadi gitu terus, aku males" Bila berkata tanpa menengok pada Edwin.
"Ya, maaf sayang aku cuma bercanda" Edwin memohon belas kasihan pada Bila.
"Tapi becandanya kakak keterlaluan, aku ga suka itu" Bila memutar tubuhnya kemudian menatap Edwin dengan tatapan mata yang galak, seperti seorang istri yang bersiap menghajar suaminya yang bandel.
Edwin meminta maaf "maaf tadi aku cuma menggoda Khafiz, dia aja ga marah kok kamu malah yang ngambek" Dengan menyenggol tangan Bila Edwin mengharapkan maaf dari Bila "sekarang kita jalan-jalan yuk, biar bete kamu ilang" rayu Edwin.
"Tapi kakak janji dulu"Bila meminta.
"Ya aku janji apa?".
"Janji ga akan ngerjain aku lagi".
"Ya....aku janji, kecualai kalau khilaf ya!"
"Awas kalau bohong, aku cari cowok lain lihat aja".
"Ih...ngancamnya gitu, emang berani kamu cari cowok lain,"
"Berani dong"Bila mencibir Edwin "Udah sekarang mau jalan apa mau drama"
Edwin tak diberi pilihan untuk berdebat akhirnya ia mengikuti langkah Bila.
Mereka menuju sebuah taman untuk beristirahat sejenak menikmati indahnya sore di kota itu.
Tanpa mereka tahu sepasang mata tengah memperhatikan gerak-gerik mereka yang terlihat akrap, bahkan bisa dibilang mesra walau tanpa sentuhan yang berlebihan.
Pak Wijaya sedang bersama istri dan anaknya di taman itu mereka baru saja bebelanja, dan ingin sekedar bersantai di taman tersebut untuk menikmati jajanan yang tersedia disana.
Bukan hanya dapat makanan enak, ia juga mendapat pemandangan langka, bosnya yang kaku saat ini sedang bersikap manis pada seorang gadis yang tak lain adalah rekan kerjanya.
"Berita besar ini, ternyata dugaanku selama ini ga meleset mas Edwin benar-benar naksir sama si Nisa"
"Ada pa sih pah?" istri pak wijaya menyela ketika tahu suaminya sedang memperhatikan entah apa.
"Ga mah, cuma lagi lihat anak muda itu, jadi inget dulu waktu kita pacaran".
"Ih papa genit"
Pak Wijaya merasa puas dengan keberuntungannya sore ini, ia berencana untul memberitahukan hal tersebuat pada pak Hadi dan Bu Anis.
????
Happy reading ???