Tampaknya Salsabila sudh agak tenang, walau hanya sedikit ia mau menghabiskan makanannya, Fani merasa senang dengan keadaan sahabatnya.
Mereka sengaja menghabiskan waktu dipenginapan, selain untuk menenangkan hati juga agar ketika pulang orang tuanya tidak melihat kesedihannya.
"Fan kita pulang besok pagi ya"
"Ha..." Fani kaget mendengar pernyataan Bila "aku sih ga papa, kamu seriyus?"
"Serius dong, sayang kan kita udah jauh-jauh ke Semarang ga jalan-jalan dulu"
"Ya sih" Fani tersenyum.
Fani yang merasa senang bermaksut menemui Edwin, semalam Edwin mengiriminya pesan untuk bertemu, ia sengaja tidak memberitahukan dimana mereka menginap.
Selain membuat janji bertemu Edwin juga memperingatkan agar mereka jangan menemui Caca.
Fani menuruti kata Edwin walaupun ia kesal dengan apa yang terjadi, tapi Fani yakin ada penjelasan dibalik itu semua.
Jam 11.30 Fani dan Bila sedang beristirahat di teras kamar mereka, Fani melihat mobil Caca, ia segera mengajak Bila masuk menutup tirai dan mengunci pintu, Bila heran dengan tingkah Fani lalu bertanya
"Fan ada apa?"
"Ada kak Caca, entah apa alasannya tapi aku yakin ini demi kebaikan kamu Bil, kak Edwin melarang kita bertemu kak Caca"
"Ha....kak Edwin, paling itu akal-akalannya dia aja"
"Bila pliss... untuk kali ini aja dengerin aku"
Sebenarnya Bila kesal karena Fani membela Edwin tapi ia terpaksa menurutui kemaun sahabatnya.
Dari luar kamar Caca mengetuk pintu dan memanggil-manggil mereka, ,"Bila... Fani kalian didalem ga,"
Setelah beberapa kali ia mengetuk pintu tapi tetap tidak ada jawaban, iapun menunghu beberapa saat sampai kesal karena sudah 30menit Bila dan Caca belum juga muncul, akhirnya dengan kesal ia pergi setelah membating botol minumannya.
Fani yang mengintip dari balik tersenyum "Bila kak Caca sudah pergi, sekarang aku mau cari makanan kecil dulu ya, mulutku asem ga ngemil nih, kamu ga usah ikut ya disini aja aku takut nanti kamu nglamun terus ilang" Fani berkata dengan nada mengejek.
"Sialan... kayaknya ga separah itu deh gua" Bila melotot ke arah Fani "kamu ga lama kan?"
"Ga santai aja, aku pastiin deh ga ada yang akan nyulik kamu"
"Fani ah"
Bila memanyunkan Bibirnya, Fani bersiap-siap setelah menyisir rambut dan mengambil tasnya ia bergegas pergi "inget ga jangan keluar, jangan menerima tamu siapapun"
"Ya nenek crewet"
Fani keluar dengan senyumnya yang manis dan melambaikan tangannya.
Fani menuju tempat yang telah dijanjikan untuk bertemu Edwin.
Ia tiba disebuah restoran dan melihat Edwin sudah menunggunya ia memakai kaus biru sress body dan celana jeans abu-abu ia juga memakai kacamata hitam dengan style rambut yang disisr ke belakang agak berjambul ia terlihat begitu menawan.
Fani turun dark taxi dan langsung mendekat ke arah Edwin dengan memasang muka super jutek "ngapain kakak nyuruh aku kesini?" dengan nada ketus ia menyapa Edwin.
"Fan...makasih kamu sudah mau menemuiku, ada sesuatu yang sebenarnya ingin aku jelaskan ke Bila, tapi ponselnya mati dari semalam"
"Emang sengaja biar kakak ga ganggu dia, tau ga sih kak gara-gara kelakuan kakak yang menyebalkan Bila nangis semaleman" Fani tiba-tiba menatap dengan tatapan mematikan seolah hendak mencabik-cabik tubuh Edwin jadi sepuluh bagian.
"Aku tahu Fan, tapi ini ga seperti yang kamu dan Bila pikirkan, ini semua ulah Caca"
Fani terdiam tapi tatapannya masih bak belati yang siap menyayat setiap inci kulit Edwin.
Ditengah suasana dingin itu tiba-tiba seorang cowok yang tak kalah tampan dari Edwin keluar dari mobil, seorang pria tinggi walau badannya lebih kecil namun pria itu cukup manis dengan kumis tipis dan rambut gondrong sebahu yang terurai.
"Kapan masuknya nih Win laper gua " reifan menyelonong lalu menepuk pundak Edwin "masuk yuk!"
Fani tertegun sejenak memandang cowok hitam manis didepannya, Fani memang cewek yang gampang tertarik kalau melihat cowok imut.
"Fan masuk yuk kita ngobrol di dalam" Edwin membuyarkan lamunan Fani.
"Iya kak..." nada suara Fani berubah lembut.
Mereka masuk ke dalam restoran dan memesan makan siang.
Ditengah suasana itu Edwin membuka kaca matanya, Fani cukup kaget melihat mata Edwin yang agak sembap, ia berfikir mungkinkah Edwin menangis semalam, Fani yang tadinya bersikap ketus langsung berubah.
"Kak Edwin mau ngomong apa?"
"Fan...aku mau kamu bantu aku menjelaskan semua yang sebenarnya pada Bila"
"Gitu ya kak, kakak nangis ya semalam?"
"Ga" Edwin menyadari ternyata Fani memperhatikan muka kusutnya, lalu ia memakai kembali kacaatanya.
Reivan tersenyum mendengar ucapan Edwin ia tahu benar apa yang terjadi semalam, ketika Edwin pulang ke kostan dan masuk ke kamarnya ia ketiduran dikamar Edwin setelah bermain game.
Reivan ingat benar teman yang ia kenal sebagai pria penggoda gadis dikelasnya yang riang dan humoris menangis walau ia menahan suaranya, tapi ia yang pura-pura tertidur jelas mendengar isak tangisnya.
Pagi ini Edwin terbangun dengan muka terjelek yang pernah Reivan lihat, ia sengaja memancing kemrahan Edwin agar ia mau bercerita, dan setelah beberapa drama akhirnya Edwinenceritakan semua pada Reivan.
Edwin masih diam ia takut jika berbicara lebih banyak maka pastinya ia tidak dapat mengontrol diri sendiri, atau lebih parah lagi ia bisa menangis didepan umum, tentunya gengsinya sebagai laki-laki akan turun jika itu sampai terjadi.
Reivan mulai kesal dengan tingkah Edwin sehingga ia menjelaskan semua drngan detail mulai dari A sampai Z.
Awalnya Fani menatap Edwin dengan penuh rasa iba, tapi akhirnya ia tertawa ketika mendengar Edwin benar-benar menangis, lagipula Reivan juga melebih-lebihkan keadaan yang sesungguhnya sehingga Edwin tampak menjadi seorang pria konyol.
Dengan menahan tawa Fani akhirnya menanyakan tujuan utamanya bertemu Edwin "terus kakak mau aku gimana?"
"Kamu cerita ke Bila ya Fan".
"Kayaknya ga deh kak, kalau itu silahkan kakak sampaikan langsung ke Bila, aku cuma bisa membantu kakak menenangkan dan membuat Bila mau ketemu lagi sama kakak ok"
"Oke... yang penting aku bisa menjelaskan yang sebenarnya pada Bila"
"Tapi ga sekarang yang jelas ya"
"Ok aku tunggu kapan Bila siap"
Merekapun melanjutkan menikmati makan siang mereka.
Edwin memesan makan siang dan jus untuk Bila lalu meberikan sebuah amplop pada Fani, awalnya Fani menolaknya tapi Edwin bersikeras sehingga dengan berat hati Fani menerimanya.
"Fan pakai uang ini untuk keperluan kamu dan Bila selama disini, dan untuk memesan tiket travel pulang, aku ga mau kalian menerima bantuan dari Caca"
"Sebenarnya kita juga ada kok kak uang kalau hanya untuk hidup disini dua atau tiga hari, kakak ga usah repot begini"
"Sudahlah Fan, pake aja uang ini tapi kamu jangan katakan semua ini sama Bila"
Fani mengangguk menyetujui usul Edwin.
Setelah selesai makan siang, Edwin mengantar Fani ke swalayan untuk membeli makanan ringan kemudian mengantar Fani sampai depan hotel.
Fani keluar setelah terlebih dulu memastikan Bila tidak melihatnya, ia keluar dengan terburu-buru menuju kamarnya.
Fani membuka pintu kamar dan melihat Bila sedang tertidur ditepi ranjang, ia mendekat dan memeriksa keadaan Bila, ia melihat dengan jelas mata sembap Bila dan bekas air mata yang mengering "maaf Bila... aku membiarkan kamu menangis sendiri" ia menaruh makannan yang ia bawa.
Setelah memastikan Bila masih tidur ia mengambil dompet dari dalam tas Bila lalu memasukan uang yang tadi Edwin berikan padanya dan segera menaruh kembali dompet milik Bila.
Untuk menghilangkan jejak amplonya ia simpan ditas miliknya, setelah itu ia membangunkan Bila, Bila menatap lesu sambil bertanya "Kamu lama banget sih Fan"
"Maaf aku kan ga tahu daerah sini aku agak tersesat tadi, oh ya kamu belum makan kan, aku bawain makanan buat kamu nih" Fani memberikan satu kotak makanan dan satu cup jus mangga kesukaannya.
Bila membuka kotak makanan tersebut ternyata berisi seporsi sup ayam, ia tersenyum pahit mengingat dulu ia pernah membuatkan sup ayam untuk papa Edwin ketika ia bersandiwara marah pada Edwin.
Aih....kakak Edwin bisa nangis juga ternyata ya, tapi ya tetep aja gengsi dong bang kalau sampai ada yang tahu.
Semangat ya mamas Edwin semoga Bila adalah cinta yang Tuhan ciptakan buat kamu.
Love you all ???