Di depan pagar rumah anneth kai berdiri dengan sosok wanita yang menjadi ibu anneth tersenyum ke arahnya.
"Tidak apa-apa " ucapnya, "anneth memang alergi dingin, tapi nanti juga sembuh. Kalau sudah kena dingin anneth mudah flu "
"Alergi dingin " ucap kai pelan, "tapi kenapa ibu mengijinkan anneth ikut ke perayaan malam ini? "
"Anneth tidak pernah punya teman yang mengajaknya bermain karena selalu berada di dalam rumah " jawabnya, "ibu tidak tega melarang anneth karena sepertinya dia senang sekali "
"Aku tidak apa-apa " anneth akhirnya bicara, "kai cepat kembali saja, sepertinya acara ceramahnya sudah mulai "
Mereka dapat mendengarnya dari pengeras suara dari arah lapangan yang terdengar bergaum tidak terlalu jelas.
"Baiklah " ucap kai, "saya pergi dulu, bu "
"Iya "
Kai berbalik dan berjalan pelan untuk kembali ke lapangan, di tengah perjalanannya dia berbalik dan memandangi pagar rumah anneth yang pada awalnya berdiri sosok anneth dan ibunya telah kosong.
Dia melanjutkan perjalanan dengan perasaan sedihnya, sebenarnnya dia ingin anneth ikut sampai dengan acara perayaan selesai tapi dia tidak begitu tega melihat sahabatnya itu terus menerus bersin dengan hidungnya yang mulai memerah.
Sementara kai telah berada di acara yang sedang lihat di lapangan desa, anneth telah terbaring di atas tempat tidurnya dengan selimut yang mennghangatkan tubuhnya.
"Kamu minum dulu obatnya " sang ibu muncul dengan membawa segelas air putih di tangannya, dia menyodorkan satu tablet obat paracetamol pada anneth. Dia sudah terbiasa meminum obat tablet seperti itu semenjak anneth duduk di bangku kelas satu sekolah dasar.
"Ayah dimana, bu? " tanya anneth selesai memakan obat yang diberikan oleh ibunya.
Senyuman ibunya perlahan menghilang dan dia pun mengusap rambut anneth dengan lembut.
"Dia pasti tidak pulang hari ini " ucap anneth lagi, dia sedih tetapi wajahnya tidak menunjukkan hal yang sama seperti perasaannya.
Anneth tidak ingin menambah kesedihan pada ibunya itu, mereka sudah terbiasa tanpa kehadiran sang ayah di akhir pekan.
"Sekarang kamu harus tidur " satu ciuman di kening anneth untuk ucapan selamat tidur pada putrinya itu.
"Baik, bu " anneth menyamankan posisi tidurnya.
"Selamat malam, bu " ucap anneth pada ibunya sebelum dia meninggalkan kamarnya.
Langkah kaki sang ibu meninggalkan kamar anneth, dan berhenti di balik pintu kamar putrinya itu. Dia mematung dan terdiam dengan tatapan kosong, kedua matanya mulai berkaca dan berjatuhan berubah menjadi lelehan air mata.
Satu tangannya menahan rasa sakit yang tiba-tiba muncul di dada sebelah kirinya, dia terlalu menahan tangisnya agar tidak terdengar oleh putrinya sehingga harus merasakan kesakitan.
Kai masih mendengarkan ceramah dari pemuka agama di desanya, tetapi sepertinya dalam pikirannya masih memikirkan anneth yang tiba-tiba sakit.
"Yasil " panggil kai, dia menarik pakaian temannya itu agar lebih mendekat ke arahnya.
"Aku harus pergi ke suatu tempat " kai berbisik ke telinga sahabatnya itu, "kalau nenek mencariku kamu beritahukan saja aku sedang melihat ceramah di dekat panggung "
"Iya " yasil menganggukkan kepalanyasebagai tanda mengerti apa yang diucapkan oleh kai padanya.
Dengan cepat kai berdiri dan berjalan menyusupi keramaian penduduk desa yang mendengarkan ceramah, dia harus melihat ke kanan dan kirinya dan memastikan tidak bertemu dengan neneknya atau dia tidak bisa pergi kerumah anneth memastikan bahwa dia baik-baik saja.
"Apa anneth sudah tertidur? " tanya kai pada dirinya sendiri.
Dia berdiri tepat di depan pagar rumah anneth dan lampu kamarnya masih menyala, ketika kedua tangannya memegang pagar yang sepertinya tidak terkunci.
"Apa aku masuk saja? " lagi-lagi dia bertanya pada dirinya sendiri, "supaya aku bisa memastikan kalau anneth hanya pilek biasa dan dia sudah minum obat! "
Dengan begitu pelan dia masuk kedalam halaman rumah, seluruh lampu di rumahnya sudah dimatikan kecuali di ruangan di ujung kanan kai. Lampu masih menyala tembus melalui tirai jendela, kai tidak tahu pasti apakah itu kamar sahabatnya atau bukan.
"Bagaimana aku memanggilnya? " kai kebingungan, letak jendela kamar tersebut tidak terjangkau oleh tangannya.
Kai lalu berputus asa, dia tidak tahu harus melakukan apa lagi agar dia tahu itu adalah kamar milik anneth atau bukan. Dia berbalik dan memutuskan untuk pulang walaupun tidak bisa melihat anneth.
Baru dua langkahnya, kai berbalik untuk melihat ke arah jendela yang lampunya masih menyala itu.
"Anneth! " dia tersenang karena melihat anneth yang melambaikan tangannya dari balik jendela yang tidak dia buka.
Dia kembali mendekat ke arah jendela, dan memperlihatkan senyumannya.
"Kamu baik-baik saja? " kai bicara sangat pelan, dan hanya terlihat komat-kamit oleh anneth karena tidak terdengar.
"Aku tidak bisa bicara keras karena nanti pasti ibunya anneth terbangun " kai bicara sendiri, tapi dia sudah tidak merasakan penasaran karena telah melihat wajah sahabatnya itu.
Anneth memperlihatkan kelima jarinya sebagai tanda pada kai untuk menunggunya sebentar, dia lalu menghilang dari balik jendela. Setelah beberapa detik anneth kembali dengan sebuah kertas putih di tangannya yang sudah tertulis.
"Apa kamu mengkhawatirkan aku? " kai membaca tulisan anneth dengan terbata-bata karena tulisan anneth sangat buruk menurutnya.
"Iya " kai menganggukkan kepalanya supaya anneth mengerti jawaban yang dia berikan.
Anneth tersenyum lebar, dia tampak kembali menuliskan sesuatu di kertas lainnya.
"Kamu harus datang lagi kerumahku besok supaya aku cepat sembuh! " kai membaca kembali tulisan yang anneth buat untuknya.
"Baiklah " diapun kembali menganggukkan kepalanya dan berjanji akan kembali besok untuk menjenguknya.
"Hati-hati " kai kembali membaca tulisan yang anneth buat.
Kai memperlihatkan kedua jempol tangannya pada anneth, dia memberikan senyuman yang selama ini sulit dia perlihatkan pada semua orang di sekitarnya. Karena dia belum menemukan sahabat yang membuatnya memiliki rasa khawatir yang begitu besar dan rasa senang yang lebih dari apapun hanya dengan melihat wajahnya. Anneth telah membuatnya seperti itu.
"Aku pulang,,, " dia kembali melambaikan tangannya pada anneth yang masih memandanginya dari balik jendela.
Berbalik dan melangkahkan kakinya sambil sesekali menoleh dan memastikan apakah anneth masih berada di jendela atau tidak.
Ditengah perjalanan dia melihat seorang laki-laki paruh baya tengah membereskan barang dagangannya, dia penjual kopi susu dadakan ketika acara perayaan malam ini.
"Saya bantu, pak! " kai segera menghampirinya ketika melihat semua sampah yang sudah dia kumpulkan kembali berserakan.
"Terima kasih, raka " ucapnya dengan senyuman walau wajahnya terlihat lelah.
"Bapak duduk saja disini " kai menuntunnya untuk duduk di kursi kayu yang berada tidak jauh dari tempatnya berdagang.
"Bapak istirahat saja " kai kembali berucap, lalu dia memunguti sampah-sampah yang berserakan.
Dia meraih kaleng kosong bekas susu kental manis, beberapa detik dia memandanginya dan kemudian teringat mainan yang sering dia buat bersama temannya yasil dulu memakai dua kaleng bekas itu.
Kai menoleh ke arah pemiliknya, "pak, apa kaleng bekas ini boleh saya minta? "
"Ambil saja nak " dia memberikan ijin pada kai.
"Terima kasih, pak! " kai senang tiada tara, dia memisahkan dua kaleng bekas itu dari sampah-sampah lainnya.
Setelah dia membersihkan sampah dan membuangnya, kai harus segera mencari benang yang biasa dia pakai untuk bermain layang-layang.
Tahun ini dia tidak mengikuti acara ceramah yang selalu di adakan setiap tahun, karena dia harus menemui anneth secara diam-diam di rumahnya. Neneknya pun tidak tahu kai pergi kesana dan tidak berada di lapangan desa dimana acara tersebut digelar...