Unduh Aplikasi
64.7% Andika Kisana / Chapter 11: Teman dan Keluarga lama part 4

Bab 11: Teman dan Keluarga lama part 4

"Kalau begitu, ayo kita ke sana untuk makan bakso." Andika berdiri walaupun nafasnya masih sesak.

"Kau tidak apa-apa Andika." Maya membantu Andika berdiri.

"Ya tidak apa-apa. Tenang saja."

"Rizal lihatlah." Berbisik ke Rizal.

Rizal melihat mereka berdua. "Ya mungkin saja."

Mereka berjalan menuju warung mang Kaso, di sana terlihat adik laki-laki Kaso yang bernama Hery, dia sedang membetulkan gerobak dagangnya yang rusak.

"Wah pantas saja, tadi siang tidak datang ternyata gerobaknya rusak." Kata Yatna.

"Iya makanya sedang diperbaiki. Kalian dari sekolah Samaara ya. Maaf ya aku tidak bisa datang." Hery melihat ke Rizal dan Lail." Kalian juga dari Samaara, tapi aku belum pernah melihat kalian sebelumnya.

"Bukan kami dari sekolah Javana Greed." Kata Rizal.

Kaso mendengarnya dari dalam warung, dia langsung lari keluar. "Kalian tamu yang dibilang itu ya." Seperti biasa dia selalu menggunakan ikat kepalanya.

Rizal dan Lail mengangguk.

"Wah pantas saja dari tadi jarang yang beli." Kata Kaso, menggaruk kepalanya. "Kalian dari sekolah Samaara ya, maaf ya kami tidak bisa datang. Bisa kalian lihat sendiri gerobaknya rusak."

"Ya. Sudahku bilangkan kemarin jangan cepat-cepat bawanya, jadi jatuhkan gerobaknya." Kata Hery.

"Ya maaf. Tolong dibetulkan ya. Gerobaknya."

"Lain kali kalau rusak lagi betulkan sendiri."

"Iya-iya maaf." Kaso mendekati rombongan Andika. "Kalian mau makankan, ayo masuk."

Mereka semua masuk ke dalam warung. Sebenarnya di sana bukan hanya menjual bakso saja ada banyak menu yang disajikan, tapi yang paling terkenal adalah baksonya.

Mereka duduk di bangku sembari menunggu pesanan mereka diantar.

Mariya melihat Kaso menghidangkan bakso. Dia menghampirinya lalu melihatnya dari dekat. Mariya juga membantu agar makanan lebih cepat tersaji. Setelah selesai mereka berdua mengantar pesanannya ke meja.

"Ini dia baksonya. Kalau mau tambah sambal, kecap atau saus ada di meja. Tinggal tambah sendiri." Kata Kaso. Dia meletakkan piring berisi bakso ke atas meja.

"Jadi ini bakso yang kau katakan sejak awal Andika." Kata Lail.

"Yaa, bakso terbaik di kerajaan kami." Andika berkata sambil tersenyum.

"Sama saja dengan yang ada di tempat kami. Kau tahukan apa akibatnya Andika." Kata Lail.

"Ya. Aku tidak takut dengan hukumanmu atau apalah itu namanya."

Rizal berbisik ke Andika. "Kau serius Andika. Masalahnya yang kena hukuman bukan hanya kau tapi aku juga."

"Lihat mereka." Andika menunjuk ke arah temannya yang sedang lahap makan.

"Baiklah biar aku coba dulu." Rizal mengambil garpu, dia menusuk bakso berukuran kecil lalu dia memakannya. Dia terkejut saat menggigit. "Tekstur apa ini aku belum pernah merasakannya. Rasanya, ini bakso ikan." Rizal menusuk bakso lain di mangkuknya. "Yang ini ayam."

Lail penasaran dia mencoba memakannya. Dia terkejut sama seperti Rizal. Mereka makan dengan lahap.

"Wah-wah, mereka seperti belum makan sebulan." Kata Mariya.

"Kau tidak makan?" Tanya Kaso.

"Tidak perlu."

Kaso memberikan sepiring bakso ke Mariya. "Sudahlah ini, makanlah aku tahu kau juga lapar."

"Baiklah kalau kau memaksa." Mariya ikut duduk makan bersama.

Beberapa puluh menit kemudian, mereka selesai memakan sepiring bakso. Mereka sangat puas sudah makan bakso buatannya Kaso. Terutama untuk Rizal dan Lail.

"Bagaimana enak bukan." Kata Andika.

"Ya aku tidak menyangka kalau ada bakso seperti ini. Baru pertama kali aku makan bakso seperti ini. Aku puas." Kata Lail.

"Ya aku juga terkejut, bagaimana bisa rasa baksonya bisa berbeda-beda setiap butirnya. Biasanya disajikan satu jenis saja agar tidak hancur. Ide yang hebat, aku baru tahu bisa disatukan dalam satu mangkuk." Rizal memuji.

Mariya berdiri lalu menghampiri Kaso. "Bagaimana caranya kau bisa menciptakan tekstur seperti ini?" Mariya bertanya.

"Mudah sama saja seperti kau membuat bakso seperti biasa."

"Lalu bahannya?"

"Sama."

"Berapa perbandingan air dan bahannya?"

"Ah sebentar."

"Mereka sedang apa?" Tanya Maya.

"Seperti biasa, Mariya memang sepeti itu jika dia menemukan resep makanan baru dia akan penasaran bagaimana cara membuatnya." Kata Andika.

"Ya lagi pula dia salah satu juru masak di rumahku." Kata Rizal.

"Sepertinya dia lumayan Rizal." Kata Lail.

"Lumayan?" Tanya Yatna.

"Sebenarnya aku juga sedang mencari juru masak untuk restoran milik ayahku." Rizal berdiri, dia menghampiri Kaso.

Kaso memberikan selembar kertas resep ke Mariya. Kedatangan Rizal membuat Kaso terkejut. "Ada apa?" Tanya Kaso ke Rizal.

"Langsung saja ke intinya, aku ingin kau bekerja di tempat ayahku." Kata Rizal.

Kata-kata Rizal terdengar jelas di ruangan itu. Maya, Salsa, Yatna dan Yatno mendengarnya mereka terkejut. Bahkan Hery yang berada di luar juga mendengarnya, dia langsung masuk ke dalam.

"Bagaimana?" Tanya Rizal memastikan jawabannya

"Hmm. Bagaimana ya, sepertinya aku menolak." Kata Kaso.

"Kami akan membayarmu mahal dan kami akan menyediakanmu rumah untuk kau tinggal di sana, beserta dengan keluargamu. Bagaimana." Rizal meyakinkannya sekali lagi.

"Kakak kau serius ingin ikut dengannya." Kata Hery.

"Coba kau pikirkan lagi. Di depanmu itu adalah anak dari Karta Gustri, pemilik dari restoran Bagus Gustari yang terkenal di benua Bandasa dan sebagian benua Umaz." Kata Lail, berkata di bangkunya.

"Hah." Kaso terkejut. "Bagus Gustari."

"Bagaimana?" Tanya Rizal.

"Maaf aku tidak bisa."

"Kenapa? Kami akan membayarmu dengan mahal." kata Lail datang menghampiri.

Awal keluarga kami membuka tempat makan ini bukanlah untuk hal itu.

Andika berdiri dari bangkunya dan menunjukkan jarinya keluar. "Tapi untuk mereka." Kata Andika.

Di luar banyak sekali anak-anak dan orang tuanya datang bersama-sama ingin makan di warungnya Kaso.

"Wah sepertinya sudah datang ya. Ayo Andika bantu aku." Kata Kaso. Mengencangkan ikat kepalanya.

"Iya. Siap delapan enam." Kata Andika.

"Siapa mereka Andika?" Tanya Rizal.

"Mereka. Mereka adalah para masyarakat yang sulit mendapatkan uang, singkatnya mereka masyarakat golongan bawah yang tidak punya uang untuk makan mereka. Karena itulah warung ini didirikan, warung ini menggunakan setengah dari keuntungannya untuk membuat makanan bagi mereka. Aku juga memberikan uang milikku." Kata Andika.

"Sepertinya malah tambah panjang." Rizal tersenyum. "Ya. Aku mengerti, baiklah aku akan membantu juga. Bagaimana denganmu Lail."

"Ya aku juga akan membantu. Lagi pula aku juga kaget ada pangeran yang melayani rakyatnya seperti ini." Kata Lail.

"Aku bosan di rumah, jadi aku ke sini saja untuk membantu." Menjawab pertanyaan Lail. "Kalian juga akan membantukan?" Andika bertanya kepada temannya.

"Ya. Tentu saja kami akan membantu." Kata Yatno. "Oke semuanya."

"Ya." Mengepalkan tangan mereka lalu mengangkatnya.

Semua mulai bekerja membantu Kaso di dalam. Kecuali Hery kembali keluar membetulkan gerobak bakso yang rusak. Para anak-anak dan ibu-ibu pun masuk duduk di meja yang tersedia.

"Wah gerobaknya rusak ya. Pantas saja tadi aku tidak melihatmu. "Kata bapak-bapak yang datang membawa keluarganya yang sudah masuk duluan.

"Ya, maaf ya tidak bisa datang."

"Mau kami bantu." Laki-laki lain menawarkan bantuan.

"Ya boleh." Hery menerima bantuannya.

Di dalam warung, mereka sangat sibuk karena mendapat banyak pesanan. Para perempuan yang menanyakan pesanan, laki-laki mengantarkan makanan, Kaso dan Mariya berada di dapur menyiapkan makanan yang pesan.

Ada beberapa anak kecil yang mendekati Lail karena baju bagus miliknya, tapi Lail hanya mengelus kepala anak-anak itu. Sekejam apapun Lail jika dia melihat anak kecil dia ingin selalu mengelus kepala mereka. Menurut Lail anak kecil adalah manusia terjujur dan polos di dunia, karena itu Lail senang kepada anak-anak.

Di dalam dapur.

Kaso melihat cara memasak Mariya yang cepat dan bersih tidak berserakan sedikit pun khususnya saat memotong. "Wah memang hebat, pelayan dari pemilik restoran terkenal." Memuji Mariya.

"Ya. Kamu juga lumayan sebagai pemilik warung makan kecil." Mariya balas memuji Kaso.

"Aku tidak akan kalah. Andika bersiaplah." Kaso mengambil lima catatan pesanan sekaligus.

"Oke." Balas Andika.

Kaso menjejerkan lima mangkuk dengan cepat dia mengisi lima mangkuk kosong itu dengan bumbu, sayuran, mie, dan bakso. Dalam satu menit lima piring kosong itu sudah menjadi sepiring bakso yang membuat lapar banyak orang. "Andika meja empat dua piring bakso tanpa tauge dan meja lima bakso dengan tambahan sayur sudah selesai." Kaso kembali mengambil lima pesanan sekaligus.

"Ayo Yatna bantu aku." Kata Andika.

Yatna mengangguk. Mereka berdua datang ke dapur lalu membawakan pesanan ke meja pemesan.

Kaso sangat cepat dalam memasak atau menyiapkan makanan dan juga rapi dalam menyiapkannya. Jarang sekali meja dapurnya kotor karena tertumpah bahan-bahan makanan.

Mentari sudah mulai tenggelam, semua orang yang sudah selesai makan seperti biasa berterima kasih karena sudah makan di warung Kaso, mereka pun pulang dengan perut yang kenyang. Teman-teman Andika sudah sangat kelelahan karena melayani banyak orang, kecuali Andika, Mariya, dan Kaso yang sudah terbiasa.

"Terima kasih ya. Sudah mau membantuku di sini, padahal kalian berdua itu tamu khusus yang harusnya dilayani tapi malah kalian yang melayani." Kata Kaso.

Rizal mengusap keringatnya dengan saputangan yang diberikan Andika. "Tidak apa-apa. Kami juga belajar beberapa hal hari ini dari mu. Kami yang harusnya berterima kasih." Kata Rizal. Mengembalikan sapu tangan ke Andika.

"Wah aku jadi merasa bersalah."

Hery yang dari tadi membetulkan gerobak masuk ke dalam warung.

"Bagaimana? Sudah selesai." Tanya Kaso ke adiknya.

"Ya sudah selesai. Untungnya tadi dibantu oleh beberapa orang jadi cepat selesai."

"Okelah karena kalian sudah berjuang keras dari tadi aku akan membuat makanan spesial untuk kalian."

Mereka semua sangat bersemangat saat mendengarnya. Tapi Mariya berkata kalau bahan-bahannya sudah habis. Semangat mereka langsung turun seketika.

Hery masuk ke dalam dapur lalu membuka lemari kecil. "Tenang saja, aku sudah menyimpan ini dari tadi siang. Karena ku kira akan sepi pelanggan jadi aku menyimpannya." Mengambil plastik berisi bakso.

"Syukurlah masih ada. Kau memang pintar ya Hery." Menepuk bahu adiknya. "Baiklah hari ini kita makan besar."

"Ya." Mereka semua berteriak.

Di kapal pesiar milik keluarga Ayu. Tepatnya di ruangan makan.

"Kenapa ya besok sekolah harus masuk." Kata Lail, menyandarkan kepalanya ke bahu Rizal.

"Mau bagaimana lagi sekolahnya baru selesai di renovasi karena hancur beberapa bulan lalu." Kata Rizal. "Aku tahu kau ingin menerima tawaran Maya untuk menginap di rumahnya bukan."

"Iya padahal aku sangat senang punya teman baru." Kata Lail.

Ya karena Klan Ayu sangat di pandang mengerikan di mata klan dan manusia biasa, karena bisa mengendalikan darah orang lain. Karena itu Lail sangat jarang memiliki teman.

"Oh iya tentang Maya, sepertinya dia bisa menjadi pengganti Bella." Kata Lail.

"Kalau itu terserah pada Andika. Dia mau masih mencintai Bella atau sudah beralih ke Maya. Andika yang berhak menentukannya."


Load failed, please RETRY

Status Power Mingguan

Rank -- Peringkat Power
Stone -- Power stone

Membuka kunci kumpulan bab

Indeks

Opsi Tampilan

Latar Belakang

Font

Ukuran

Komentar pada bab

Tulis ulasan Status Membaca: C11
Gagal mengirim. Silakan coba lagi
  • Kualitas penulisan
  • Stabilitas Pembaruan
  • Pengembangan Cerita
  • Desain Karakter
  • Latar Belakang Dunia

Skor total 0.0

Ulasan berhasil diposting! Baca ulasan lebih lanjut
Pilih Power Stone
Rank NO.-- Peringkat Power
Stone -- Batu Daya
Laporkan konten yang tidak pantas
Tip kesalahan

Laporkan penyalahgunaan

Komentar paragraf

Masuk