Kamar tidurnya tepat berhadapan dengan ruang kerja dengan desain yang sama, sederhana namun rapi.
Laptopnya berada di lemari sebelah tempat tidurnya. Ah Mo mengambil koper hitam itu dari Mu Yuchen yang memasuki kamar tidur untuk membawakan laptop dan buku yang diminta sebelumnya. Sebelum pergi, dibukanya lemari baju dan dibawakannya juga beberapa pakaian.
"Tuan, apartemen Nyoya benar-benar mirip dengan yang di Maple Residence," Ah Mo tertawa setelah mengamati keseluruhan tempat itu. Diambilnya tas itu dari Mu Yuchen. "Tapi renovasi seperti ini memberikan apartemen ini terasa seperti suasana rumah."
"Sejak kapan kau belajar renovasi dan dekorasi?" tanya Mu Yuchen mengernyit pada Ah Mo.
Ah Mo hanya tertunduk sambil menutup mulutnya malu-malu. Setelah terdiam beberapa saat, dia bertanya, "Tuan, ada lagi yang harus kita ambil? Atau sudah semuanya?"
Dia melihat bawaannya dengan ragu.
Mu Yuchen terdiam sambil memandang sekitar dan berjalan ke arah dapur. Kemudian dia membuka kulkas dan melihat, di dalamnya hampir kosong. Setelah mengamatinya beberapa saat, dia melihat beberapa tomat dan telur di rak bawah dan tidak ada lagi, bahkan sebotol jus pun.
Dia mengernyit heran dengan apa yang dilihatnya. Dia melihat peralatan masak yang sangat bersih tertata di rak. Mungkin dia tidak memasak untuk beberapa minggu ini.
Dia membayangkan bagaimana dia bisa hidup.
Secercah cahaya kecil seolah terpancar dari matanya. Ditutupnya kulkas itu dan keluar dari dapur.
"Taruh semuanya di mobil. Kita ke supermarket dulu setelah dari sini," perintahnya sambil berjalan keluar.
Ah Mo mengangguk dan mengikutinya dari belakang. "Siap, Tuan. Nona Wang bilang tidak ada makanan di kulkas, jadi mungkin kita harus berbelanja. Sudah agak lama larut, dan saya pikir Nyonya belum makan sejak sore."
Ah Mo sangat mengenal Mu Yuchen, Sang Tuan adalah orang yang lebih suka bersantai di rumah. Di saat senggang, dia biasanya memasak sendiri dengan kemampuannya yang luar biasa.
Di waktu luangnya, dia bermain golf atau kartu dengan teman-temannya. Terkadang tenis juga atau pergi berenang. Tanpa aktivitas yang merepotkan, dia lebih memilih gaya hidup yang lebih sederhana.
Mu Yuchen mengangguk dan pergi menghampiri lift.
…
Setelah Mu Yuchen pergi, Xi Xiaye menonton TV di ruang tamu. Setelah itu dia tertidur. Di dalam rumah sedikit hangat sehingga dia tertidur selama beberapa jam dengan selimut tipis.
Mu Yuchen masih belum kembali begitu dia bangun. Langit mulai gelap dan seluruh vila terlihat sunyi. Seisi ruang tamu agak gelap sementara di luar sana cahaya remang dari lampu jalan bersinar sepanjang jalanan semen.
Diusapnya matanya berusaha melihat di kegelapan. Dia hendak menyalakan lampu, namun tidak tahu di mana saklarnya. Terdiam, dia hanya berdiri saja dan berpikir sejenak. Pada akhirnya diambilnya ponselnya untuk menelpon Mu Yuchen.
Tiba-tiba dia ingat, dia tidak menyimpan nomornya. Namun ternyata saat dibukanya daftar kontak, ada nama Mu Yuchen di situ.
Dia kemudian ingat hari di mana Mu Yuchen mengambil ponselnya dan menanyakan kata sandi. Pasti saat itu sudah disimpannya nomornya sekaligus.
Sesaat pikirannya kosong. Baru saja Xiaye mempertimbangkan untuk menghubunginya, ponselnya tiba-tiba berbunyi seolah menyadari apa yang ada dalam pikiran Xiaye. Panggilan telepon dari Mu Yuchen.
Xi Xiaye sedikit ragu sesaat sebelum akhirnya mengangkatnya.
"Ini aku." Panggilan tersambung dan suara Mu Yuchen yang rendah terdengar di ujung telepon.
"Kau di mana? Langit mulai gelap dan aku tidak bisa menemukan tombol lampu," Xi Xiaye mengernyit bertanya.
"Kau baru bangun, ya?" Mu Yuchen tertawa. "Aku akan sampai dalam sepuluh menit. Tetap di situ dan jangan ke mana-mana atau lukau itu terkena apa-apa."
"Mmm, cepatlah. Di sini gelap."
Xi Xiaye kemudian menutupnya. Namun belum lama panggilan itu berlalu, ponselnya berbunyi lagi. Panggilan dari kakeknya.
Dipikirnya sesaat sebelum menjawabnya.
"Halo? Kek…" Xi Xiaye menyapanya dengan tenang.
"kau ini masih tahu punya kakek? Kenapa ponselmu mati? Apa yang terjadi di pesta keluarga Xi kemarin? Ke mana kau pergi? Tak bisakah kau menelepon kami? Apa sesuatu terjadi?"
Terdengar suara tua Chen Yue, namun dia juga seperti tersudutkan juga.
"Kek…"
Xi Xiaye tidak tahu harus menjawab apa dengan lontaran pertanyaan-pertanyaan itu.