Mereka bertatapan. Si Bungsu heran dan menyimpan kejut di dalam hati nya mendengar gadis itu menebak dengan tepat apa yang ada dalam hatinya. Terkejut mendengar gadis itu mengaku terus terang bahwa dia mata-mata yang bekerja untuk tentara Amerika.
"Maksudmu, saya sengaja meninggalkan ransel itu agar bisa kembali untuk bertemu denganmu? Konkritnya, saya sengaja meninggalkan ransel itu karena saya tertarik dengan kecantikan wajahmu, dengan tubuhmu yang menggiurkan?" tanya si Bungsu.
"Semula saya menyangka begitu. Saya sudah sering bertemu lelaki yang dalam pertemuan pertama sudah tergila-gila pada saya. Tuhan menganugerahkan saya wajah indo yang cantik dengan tubuh hampir sempurna karena perkawinan silang Eropa-Asia. Namun dugaan saya salah, setelah melihat Anda menghabisi nyawa keenam tentara itu dengan pisau kecil dari balik lengan baju Anda. Saya segera tahu, Anda tinggalkan ransel karena Anda mempunyai indera keenam yang amat tajam. Yang mampu mencium bahaya yang bakal menimpa kami. Jika uraian saya tadi, yang didasarkan analisa keilmuan yang saya kuasai benar adanya, saya harap Anda menginap disini…." ujar Ami Florence.
Mereka kembali bertatapan. Lama dan saling berdiam diri.
"Bagaimana jika analisa Anda ternyata salah, Nona?"
"Saya yakin apa yang saya simpulkan benar…." ujar Ami.
Mau tak mau si Bungsu kagum pada ketajaman analisis gadis di depannya ini. Ketika diusir tadi, dia memang merasa ada yang aneh menjalari pembuluh darahnya. Perasan itu biasanya datang jika ada bahaya mendekat. Dia tatap orang-orang di dalam bar itu. Tak satu pun yang mengirimkan isyarat bahaya pada dirinya. Dia jadi maklum, bahaya justru akan menimpa orang-orang di hadapannya ini.
Oleh karena itu dia langsung tegak dan sengaja meninggalkan ranselnya. Dia tak pergi jauh, hanya di seberang jalan. Tak lama dia tegak di sana, pembenaran firasatnya muncul saat enam tentara Vietkong dia lihat masuk ke bar itu. Dan terjadilah peristiwa itu.
Kini ditatapnya gadis itu, memikirkan tawaran menginap di sana. Dia baru dan asing di kota ini, tak tahu di mana hotel terdekat.
"Sebaiknya Nona tunjukkan saja pada saya hotel terdekat dari sini…."
Ami Florence menatapnya.
"Beri saya kesempatan membalas budimu dengan menyediakan tempat menginap bagimu di sini, please…."
Akhirnya si Bungsu mengalah. Capek dan tak tahu harus kemana, membuat dia menerima tawaran gadis itu. Dia mengangguk. Ami tersenyum, ada lesung pipit di pipinya. Si Bungsu akhirnya juga tersenyum.
"Saya tunjukkan kamarmu…." ujar gadis itu, sembari membawa si Bungsu melintasi lantai beralas permadani.
Ada tiga kamar yang tersusun secara amat artistik. Ami membuka pintu salah satu kamar tersebut. Mengantarkan si Bungsu masuk ke dalam. Masing-masing kamar ditata dengan isi yang mewah, seperti layaknya kamar hotel kelas menengah. Ada kamar mandi dengan bathup, ada telepon dan televisi.
"Untuk saat ini, di seluruh Kota Da Nang Anda takkan mendapatkan tempat menginap sebaik ini. Semua hotel dan penginapan sudah diambil alih tentara. Saya akan ke bawah, Anda istirahatlah. Kita bertemu saat makan malam…." ujar Ami sambil melangkah ke pintu.
Di pintu gadis itu berhenti, memutar badan dan menatap ke arah si Bungsu.
"Saya tahu Anda terkejut ketika tadi saya mengatakan terus terang, bahwa saya adalah anggota spionase di pihak Amerika. Kenapa saya memilih bekerja untuk Amerika, lain kali bisa kita bicarakan. Namun saya punya alasan mengapa saya berani terus terang mengatakan bahwa saya bekerja untuk Amerika. Tak lain karena saya yakin Anda juga berada di pihak Amerika. Paling tidak Anda bersahabat dengan orang Amerika, khususnya dengan tentaranya…."
Si Bungsu kembali merasa kaget atas apa yang diketahui gadis itu tentang dirinya. Namun dia kembali menyimpan saja rasa kagetnya dalam hati.
"Tidak ingin bertanya dari mana saya tahu Anda berada di pihak Amerika, atau berteman dengan tentara Amerika?"
Si Bungsu tidak mengangguk, tidak pula menggeleng. Dia masih tetap tegak denga ransel di bahu.
"Ransel di bahu Anda itu. Bagi orang lain, bahkan bagi sebahagian besar orang Amerika sendiri, mungkin tak melihat perbedaan antara ransel yang Anda bawa dengan puluhan ribu ransel lainnya, yang dipakai tentara Amerika. Ribuan ransel kini bisa dibeli di pasar loak. Baik bekas tentara Perancis, Inggris, Amerika, Cina maupun Rusia.
"Namun ransel yang dibahu anda itu memiliki tanda-tanda khusus, yang hanya diketahui sedikit orang. Dan ransel itu hanya dimiliki oleh para perwira Amerika lulusan west point.
Sungguh, ransel yang seperti Anda miliki itu memiliki nilai yang amat pribadi bagi pemiliknya. Anda takkan menemukannya di pasar loak di Da Nang maupun Saigon, yang kini sudah berganti nama menjadi Ho Chi Minh, Perwira yang memberikan itu tentulah merasa amat berhutang budi pada Anda. Sehingga dia memberikan benda yang amat bernilai amat pribadi itu pada Anda…"gadis itu menghentikan uraiannya yang panjang lebar.
Kali ini si Bungsu tak dapat menyembunyikan rasa kagumnya pada kecerdasan dan ketajaman penglihatan gadis tersebut. Namun kembali dia tak memberikan komentar apapun. Dia melangkah kesisi pembaringan, meletakkan ransel itu disana. Ketika gadis itu menutupkan pintu, si Bungsu menghenyakkan pantatnya di tempat tidur.
Membuka sepatu, membuka baju. Membuka ban karet yang disisipi Samurai kecil di pergelangan tangan kanannya. Kemudian membuka ban karet dilengan sebelah kiri nya. Samurai-samurai kecil itu dia letakkan di meja kecil dalam ruangan tersebut. Kemudian menghidupkan televisi. Menekan tombol pencari siaran.
Hanya tiga chanel yang ada siaran. Ketiganya siaran resmi Vietnam dalam bahasa Inggris, Perancis, dan Vietnam. Dia memilih yang berbahasa Inggris. Dengan kaos singlet dia membaringkan diri di tempat tidur, mendengarkan siaran berita. Televisi menyiarkan, dalam perang yang baru saja berakhir serdadu Amerika yang berhasil dibunuh tentara Vietnam berjumlah 123 ribu orang. Di kabarkan pula, selain yang terbunuh, Amerika juga mengklaim 50 ribu tentaranya hilang selama peperangan. Amerika menuduh Vietnam menahan dan menyiksa tentaranya yang tertawan di ribuan tempat penahan yang terpencar di berbagai belantara.
Si Bungsu teringat McKinlay. Seorang temannya yang berpangkat Kolonel, Veteran Perang Vietnam, bercerita bahwa selama perang yang berakhir amat memalukan bagi Amerika itu negara nya kehilangan 56 ribu serdadu karena tewas. Sebanyak 18 ribu lainya hilang dan dinyatakan sebagai MIA (missing in action). Dia tak tahu darimana pemerintahan Vietnam mendapatkan angka tentara Amerika yang mati sebanyak 123 ribu, dan yang hilang 50 ribu orang itu.
Jelas itu angka propanganda. Ingin memberikan kesan kepada rakyat betapa hebatnya tentara Vietnam. Sebab dalam berita itu tentara Vietnam yang gugur hanya dikatakan 100 ribu lebih sedikit dari tentara Amerika.
Padahal menurut McKinlay, jumlah tentara Vietnam yang mati dalam pertempuran selama lebih kurang 12 tahun itu tak kurang 500 ribu!
Usai pembacaan berita, Presiden Vietnam Nguyen Huu Tho tampil menyampaikan pesan agar sekitar 200 ribu bekas tentara Vietnam Selatan yang masih belum menyerahkan diri segera melapor ke markas tentara-tentara terdekat. Batas waktu untuk di proses dengan hukum militer hanya sampai akhir Juni 1975. Selewat batas itu, semua tentara yang tak menyerahkan diri akan ditembak bila tertangkap.
Si Bungsu teringat keterangan Mc Kinlay. Puluhan ribu tentara Vietnam Selatan yang tak sempat keluar dari selatan saat vietnam jatuh, pada melepaskan pakaian seragam dan mencampakkan bedil mereka. Sebagaian besar masuk ke hutan, lari menuju perbatasan Kamboja atau Laos, berusaha untuk menyeberang ke perbatasan. Takkan ada mahkamah Militer seperti yang disebutkan Presiden Nguyen Huu Tho. Semua tentara yang menyerahkan diri akan ditembak mati. McKinlay juga mengatakan kalau Nguyen Huu Tho adalah presiden ketiga sejak kejatuhan Vietnam Selatan.
Presiden pertama yang diambil sumpahnya sesaat setelah Saigon jatuh. pada 23 April, adalah Tramn Van Houng. Beberapa hari sebelumnya Presiden Nguyen Van Thieu lari terbirit-birit ke Amerika. Tapi hanya beberapa hari duduk di kursi kepresidenan, Van Houng dicopot militer, digantikan oleh Duong Van Minh. Orang ini pun hanya beberapa hari memerintah. Masih bulan April itu juga, Nguyen Huu Tho naik ke pucuk kekuasaan. Dialah yang kini sedang berbicara dalam siaran televisi nasional.
Mayat keenam tentara itu dikubur diruang bawah tanah bar itu. Abang Ami juga di kubur disana tapi ditempat yang berbeda. Mayat keenam tentara itu disiram dengan sianida, sehingga menjadi hancur. Sementara kedua gadis pelayan bar disuruh pulang, mereka tak perlu dicurigai akan membocorkan rahasia. Sebab keduanya juga bahagian dari jaringan mata-mata Amerika. Yang direkrut jauh sebelum Amerika angkat kaki dari Vietnam.
Penjelasan itu didapat si Bungsu dari penuturan Ami, tatkala mereka ngobrol diruang tengah, usai makan malam.
Peristiwa tadi siang nampaknya tak terlalu mengguncang Ami dan Abangnya yang masih hidup. Sebagai orang yang dengan sadar memilih dunia Spioanase sebagai pekerjaan, pembunuhan atau teror sudah menjadi bagian kehidupan mereka selama bertahun-tahun.
"Kini jelaskan kenapa anda sampai tersesat ke Neraka yang masih menggelegak ini, Bungsu.."ujar Ami Florence sambil menghirup kopi panas.
"Pernah mendengar nama RR?"tanya si Bungsu.
"Roxy Rogers. Anak gadis milyader Alfonso Rogers, blasteran Inggris-Spanyol. Ikut ke Vietnam dengan divisi kesehatan. Tahun 1973 dengan dua petugas kesehatan lainnya dinyatakan sebagai personil missing in action, hilang saat bertugas. Saat itu satuannya sedang merawat tentara dan penduduk yang terluka disebuah desa dekat pantai, di Teluk Tonkin, tak jauh dari kota Ha Tinh.
Ayahnya sudah mengeluarkan uang jutaan dollar, membayar tiga tim ekspedisi untuk mencari anaknya. Namun jejak gadis itu hilang, tak berbekas.."papar Ami, sambil menatap lelaki didepannya, kemudian menyambung.
"Kedatangan Anda ke Neraka ini untuk mencarinya..?"
"Ya…."
"Anda tentu dibayar mahal milyader Rogers.."
"Seperti itulah…"
"Maksudnya?"
"Saya diberi dana tak terbatas sampai berhasil menemukan anak tersebut…"
"Saat anda berada di belantara sana, karena amat besar kemungkinan disanalah gadis itu dan teman-temannya disekap, uang menjadi tak ada arti. Orang tak bisa keluar untuk membelanjakannya…."
"Jika uang tak berarti, apa yang diperlukan untuk membebaskan para tawanan?"
"Penciuman dan penglihatan setajam harimau afrika, naluri seperti ular cobra, kegigihan seperti tentara Vietkong, kemampuan membela diri dan ketangguhan seperti gajah luka…!"
"Demikian tangguh nya tentara Vietkong?"
Ami tak segera menjawab tapi mengirup kopinya, kemudian menatap lurus-lurus ke mata lelaki asing yang telah menyelamatkan nyawa dan kehormatannya itu.
Selamat merayakan 74 tahun Indonesia merdeka... Perjuangan masih panjang bro....