Ratu Sabrina mondar-mandir di depan kamar Nizam. Ia sangat khawatir dengan kondisi anak semata wayangnya. Suaminya Baginda Raja Al Walid terus menerus memintanya untuk mengizinkan Nizam menikahi Gadis Indonesia itu. Tetapi Ratu Sabrina bersikeras menolak. Terlihat sekali Ia mendominasi suaminya. Raja Al-Walid juga tidak berani berbuat apa-apa.
Mengizinkan Pangeran Nizam menikahi wanita yang bukan berasal dari bangsanya. Ia tidak mau darah kebangsawanannya tercemari oleh darah dari rakyat jelata apalagi rakyat yang bukan sebangsa dengannya. Baru kali ini Ia menemui jalan buntu. Sebagai wanita yang cerdas selama ini Ia selalu dapat mengatasi permasalahan yang sering Ia hadapi. Menjadi seorang ratu ditengah-tengah istri dan selir yang berjumlah puluhan membuat Ia selalu waspada. Dari sekian banyak wanita yang berusaha menggeser kedudukannya selalu saja kalah pintar olehnya. Tetapi kali ini Ia benar-benar tidak berdaya. Pangeran Nizam adalah anaknya satu-satunya. Kehilangan Pangeran Nizam berarti Ia harus bersiap-siap digeser dari kedudukannya sebagai Permaisuri dan digantikan oleh Ratu Aura ibundanya dari Pangeran Husen. Saingan terberatnya. Kehilangan kedudukannya sama saja seperti kehilangan harga diri.
Ratu Sabrina benar-benar kebingungan sudah hampir tiga hari Nizam tidak makan apapun. Ia hanya bersedia minum air putih. Nizam mengancam ibunya dengan nyawanya sendiri. Sehingga Di hari ketiga Kondisi Nizam memburuk sehingga harus diinfus. Wajah Ratu Sabrina yang cantik sekarang tampak sangat menakutkan. Sudah dua pelayan yang ditampar olehnya gara-gara menawarkan minum kepadanya. Belum lagi teriakan-teriakan menakutkan apabila ada yang salah. Salah sedikit saja bisa ditampar apalagi salah yang sifatnya besar.
Ratu Sabrina terus komat-kamit sendiri. Pikirannya dipenuhi dengan kebencian pada Alena. Gadis itu.. benar-benar memberikan pengaruh yang sangat besar pada anaknya. Seandainya Dia orang dari Azura mungkin Ia sudah membunuhnya. Tetapi karena Gadis itu orang asing maka Ia benar-benar tidak mampu berbuat apa-apa. Otak Ratu Sabrina serasa buntu.
Kemarin Putri Reina calon menantunya mengajak bertemu. Yang membuat Ia tambah pusing Putri Reina malah berkata seperti ini.
"Ibunda Ratu Permaisuri. Mohon Ijinkan Pangeran Nizam untuk menikahi gadis itu. Asalkan hamba tetap menjadi istri pertama nya. "
Ratu Sabrina tampak semakin kelam. " Apa Kamu Tahu apa yang sedang kamu bicarakan? Memasukan wanita lain yang tidak mengerti tentang adat istiadat kita, posisi kita dan menguasai pangeran Nizam secara perasaan sama saja dengan memasukkan duri ke dalam daging kita. Duri itu akan membuat daging kita membusuk secara perlahan."
" Tetapi saat ini Kita tidak memiliki pilihan yang lain. Bukankah Ibunda Ratu sangat memahami bagaimana karakter dari Pangeran Nizam. Waktu Ibunda menghalangi Pangeran untuk kuliah ke luar negeri. Bukankah Pangeran bersikeras untuk tetap pergi dengan alasan sebagai persiapan untuk menjadi raja. Saat ini Pangeran terbaring lemah untuk memperjuangkan cintanya. Ibunda. Hamba merasa sangat tertantang untuk bertarung secara adil dalam memperebutkan hati Pangeran Nizam. Jika kita menghalangi niatnya, tidak menutup kemungkinan kita akan kehilangan Dia untuk selamanya. Tetapi dengan mengizinkan Dia untuk menikahinya kita memiliki kesempatan untuk menyingkirkannya tanpa harus kehilangan Nizam. Bahkan kita akan menyingkirkannya melalui tangan Nizam sendiri."
"Putri Reina..Apa yang kau bicarakan adalah masuk di akal. Tetapi kita tidak berbicara tentang gadis Azura yang tidak berpendidikan yang dapat dengan mudah Kita singkirkan. Tetapi Kita berbicara tentang gadis dari dunia lain. Gadis yang berasal dari Universitas The Great. Dimana didalamnya terdiri dari orang-orang kaya yang memiliki kecerdasan di atas rata-rata. Menyingkirkan Alena pastinya tidak semudah membalikkan telapak tangan. Selama ini gadis mana yang bisa membuat Nizam bertekuk lutut. Dia pasti bukan gadis sembarangan. Aku sangat yakin Dia menerapkan suatu strategi untuk mendapatkan cinta Nizam. Kalau tidak tidak mungkin Pangeran Nizam bisa jatuh cinta dengan mudah."
Putri Reina terdiam. Apa yang dikatakan calon mertuanya adalah benar adanya. Kalau Alena gadis yang dicintai oleh Pangeran Nizam hanya mengandalkan kecantikan saja. Pasti Pangeran Nizam tidak akan semudah itu untuk mencintainya. Ada berapa banyak gadis cantik di negara Azura. Hampir semua gadis di Negara Azura cantik dengan badan yang tinggi semampai sempurna. Jangankan gadis-gadis yang memiliki darah bangsawan, gadis-gadis pelayannya saja semua bagai bidadari. Tetapi tidak pernah sekalipun Pangeran Nizam menunjukkan rasa tertariknya. Lagipula Pangeran Nizam sangat menjaga pandangannya. Bagaimana seseorang bisa tahu cantik atau tidak, menarik atau tidak, kalau Ia selalu menahan pandangan matanya. Wanita yang bernama Alena ini pasti menggunakan cara licik untuk menjerat Pangeran Nizam. Mulut Putri Reina mengerut, matanya semakin berkilat karena marah. Dua puluh tahun Ia memupuk cinta untuk Pangeran Nizam sekarang hanya tinggal selangkah Ia mendapatkan impiannya. Wanita itu dengan mudah merenggut dan menghancurkan impiannya.
Tiba-tiba Putri Reina berlutut.
"Ibunda mohon Ijinkan hamba bertarung secara terbuka untuk mendapatkan cinta Pangeran Nizam. Bukankah selama ini Pangeran Nizam belum pernah bertemu Hamba selama hampir sepuluh tahun. Dengan melarangnya menikahi wanita itu sama saja dengan menunjukkan Kita kalah dengannya. Mohon untuk tidak meremehkan kemampuan Hamba. " Kepala Putri Reina dalam-dalam tertunduk.
Ratu Sabrina berdiri mematung di depan Putri Reina. Ia melihat ada kemiripan yang besar antara dia dan Putri Reina. Mungkin karena gen keluarga yang mengalir dari darah mereka. Bukankah Ia merupakan kemenakan jauh dari ayahnya Putri Reina.
"Putri Reina, biarlah Aku memikirkannya terlebih dahulu" Akhirnya Ratu Sabrina mulai melunak. Lalu Ia berlalu dari hadapan Putri Reina.
Kini sehari sejak perbincangan itu Pangeran Nizam semakin lemah tetapi tidak ada tanda-tanda bahwa Ia akan menyerah. Padahal pembicaraan terakhir Pangeran Nizam sudah menurunkan tuntutannya. Mengingat kemaslahatan bagi negaranya, Ia bersedia menikahi Putri Reina. Asalkan Ia diijinkan menikahi Alena.
Ratu Sabrina tetap bertahan untuk tidak mengabulkan keinginan Nizam Tetapi Nizam juga bersikeras tetap bertahan Bahkan sekarang tidak seorangpun yang diizinkan masuk ke dalam kamar Nizam kecuali perawat dan pelayannya. Nizam benar-benar menyakiti dirinya sendiri.
"Anak itu benar-benar keras kepala." Kata Ratu Sabrina pada suaminya yang sedang turut menunggu di depan pintu.
" Aku pikir siapa diantara kita yang menyumbang kan sifat itu?" Kata Baginda Al Walid. Pangeran Husen dan Pangeran Thalal yang sedang turut menunggu di luar kamar Nizam tampak menahan tawa melihat ekspresi wajah ibu tirinya itu.
Tahu bahwa suaminya sedang menyindirnya, Muka Ratu Sabrina semakin menakutkan.
"Jangan bercanda disaat yang tidak tepat yang Mulia.." Kata Ratu Sabrina sambil melirik kesal. Raja Al-Walid hanya menghela nafas. Ia bagaikan dihimpit dua gunung yang sama kerasnya. Yang satu anak yang sangat sayanginya yang satunya lagi istri yang sangat Ia cintai. Dua-duanya sama keras kepala.
Tiba-tiba pada kamar Nizam dibuka dari dalam . Ketika melihat dokter yang merawat pangeran Nizam keluar. Raja Al Walid dan Ratu Sabrina langsung menghampirinya.
"Bagaimana.. bagaimana keadaan putraku?" Ratu Sabrina bertanya dengan tidak sabar.
Dokter itu menggelengkan kepalanya.
"Tuanku Ratu Permaisuri yang Mulia. Pangeran Nizam malah mencabut infusannya. Ia benar-benar bersikeras dengan keinginan nya. Hamba takut Ia tidak akan bisa bertahan lama. " Dokter itu berkata sambil menundukkan kepalanya.
"Masya Alloh... Nizam.." Tangan Ratu Sabrina mengepal keras. Dengan tidak sabar Ia mendorong Dokter itu dari hadapannya dan berjalan menuju ke ranjang tempat Nizam berbaring.
Nizam menatap Ibunya sambil tersenyum lemah.
"Ibunda..Jika Ananda mati..kuburkan hamba..." Belum selesai Nizam berkata Ratu Sabrina berteriak histeris.
"Kamu pikir siapa kamu.. beraninya mati demi seorang wanita yang tidak jelas asal-usulnya"
"Bunda yang telah menuntut kematian hamba.." Nizam terbatuk-batuk lemah.
"Tidak...Tidak.. hentikan omong kosong ini.." Ratu Sabrina berteriak tambah keras. Mukanya memerah bagai harimau betina yang terluka.
Kamar Nizam yang asalnya hening menjadi tambah hening. Yang ada hanya helaan nafas setiap orang. Raja yang Agung Al-Walid saja hanya terdiam dibelakang istrinya. Pangeran Husen dan Pangeran Al-Thalal menunggu dengan gelisah.