Unduh Aplikasi
99.04% The Tales of Lixe / Chapter 103: Deus Machina: Thy Fallen One part 2-6

Bab 103: Deus Machina: Thy Fallen One part 2-6

Lossnesia, sebuah kota besar yang berdiri tepat di atas laut. Sebuah kota indah nan bersejarah bagi para Demon karena disitulah merupakan tempat pertama kali munculnya sang Leviathan.

Kota yang juga menjadi ibukota dari kerajaan Misgream yang merupakan kerajaan Demon paling kuat saat ini.

Tetapi ada sesuatu yang membuat suasana kota itu tidak seperti biasanya.

Faktanya semenjak Leviathan kesembilan meninggal, suasana kota itu sudah sangat berubah. Sebuah kota yang sebelumnya sangat ramai dan menjadi salah satu pusat ekonomi di kesatuan seluruh kerajaan Demon sekarang sudah menjadi sebuah kota terkekang dimana penduduknya banyak yang melarikan diri.

Ya, para penduduk kota itu dan sebagian penduduk kerajaan Misgream yang lainnya memilih untuk meninggalkan kerajaan itu.

Mereka para penduduk Demon memilih untuk pindah ke wilayah Belial yang merupakan wilayah teraman di seluruh wilayah Demon.

Belial juga dikatakan dia sama sekali tidak bergabung di dalam aliansi tiga raja Iblis lainnya dan dia sendiri dari rumor yang beredar dia berada di pihak yang netral bersama dengan Archangel Zadkiel dan Chamuel sehingga bagi para Demon yang tidak fanatik berperang, itu merupakan pilihan yang bagus.

Tepat di tebing di pinggir laut di luar Lossnesia, disana berdiri seorang laki-laki berkulit sawo matang dengan armor berwarna emas. Dialah Garuda yang gagah yang terlihat mengamati kota itu dari sana.

Memang bagi orang biasa, yang bisa mereka lihat hanyalah dinding besar yang melingkari kota, tetapi untuk Garuda, dia sendiri bisa melihat menembus tembok itu.

"Jadi begitu…"

Garuda menyadari kalau ada seseorang disana dan dia pun melihat ke arah orang itu.

"Kau masih saja mengumpulkan pecahan Brahmastra ya? Kau itu memang rajin ya?"

Itu adalah suara dari seorang gadis dengan rambut berwarna hijau. Seorang gadis Elf yang membawa sebuah senjata kapak besar yang sama sekali tidak seperti Elf yang biasanya.

"Kau sendiri, tidak kusangka White mengirimmu kemari, Seir Galadriel. Kukira dia akan mengirimkan kandidat yang jauh lebih baik."

Gadis Elf itu tersenyum sinis.

"Sayangnya aku adalah pilihan terbaik itu. Asalkan kau tahu kalau diantara para pahlawan yang tersisa, hanya akulah yang paling cocok di tugas ini."

Gadis Elf itu pun mulai berjalan menuju ke ujung tebing sambil berkata, "Apalagi ini bukanlah misi penghancuran….setidaknya untuk saat ini."

"Untuk saat ini?" Garuda bertanya.

"Yah lagipula pilihan yang tersisa hanyalah aku, Yuriel, Viktorika, sang White Dragon God, dan 'dia' tangan kanan Nona White. Kau tahu sendiri seperti apa Yuriel? dia sama sekali tidak bisa menahan kekuatannya sekarang. Victorika juga dia hanya tertarik untuk bertarung dengan sesama orang kuat jadi kurasa mempertemukannya dengan Zodiak bukanlah pilihan yang bagus. Gadis naga itu pasti akan memakan para iblis disana sama seperti apa yang dia lakukan kepada para Dwarf malang itu. Sedangkan 'dia', hanya keberadaannya saja sudah bahaya."

Sang tangan kanan White, dia memang berbeda dari pahlawan yang lainnya karena kekuatannya yang Abnormal sama seperti Victorika. Secara kekuatan seharusnya Victorika sendiri seharusnya adalah pahlawan terkuat, tetapi ada sesuatu yang membedakannya dengan Victorika.

"Dia tidak sama seperti kami yang datang ke dunia ini dengan wujud saat pertama kali kami bertemu dengan tuan Lixe, dia berada di dalam wujud puncaknya. Lagipula misiku bukan untuk menghancurkan atau apapun, tetapi juga untuk melindungi para Zodiak."

Seir pun berdiri di samping Garuda.

Saat itu terlihat dengan jelas perbedaan besar dan tinggi antara mereka berdua yang jauh.

"Walau ketiga Zodiak datang kemari, mereka masih belum berpengalaman. Bahkan walau salah satu dari mereka memiliki sebagian dari jiwaku sekalipun."

Seir kembali tersenyum sinis sambil melihat ke arah kota.

"Aulia sang Aries…

dan Evelyn sang Sagittarius…"

Seir sendiri tahu semuanya terutama tentang dia yang memiliki sebagian dari jiwa miliknya. Dia tahu dan mengerti seberapa kuat mereka sekarang karena dirinya sendiri mempunyai koneksi dengan sebagian dari jiwanya itu.

"Kesampingkan sang Aries, setidaknya aku berharap kalau sang Sagittarius bisa memenuhi ekspektasiku."

"Lakukan saja sesukamu asalkan kau tidak menghalangiku. Tetapi kau tidak perlu khawatir karena aku yakin kalau si putri kecil itu akan memenuhi ekspektasimu. Apalagi dia itu seperti putrimu walau bukan secara biologis."

Seir diam sejenak.

"Setelah kupikir-pikir kau benar juga."

Setelah itu Garuda pun diam tidak mengatakan apapun.

Garuda diam beberapa saat menatap ke kota Lossnessia, dan dia pun berkata di dalam batinnya.

[Jadi begitu, mereka sudah membawa Brahmastra kesana]

Dia pun lalu berbalik dan berjalan menjauh dari tepi tebing.

"Sudah mau pergi? Apa kau tidak mau membantuku mengurusi mereka?" ucap Seir dengan nada mengejek.

Garuda berhenti.

"Aku bertarung bukan untuk bersenang-senang atau mencari hiburan. Lagipula aku tidak tertarik menumpahkan darah seseorang yang aku tidak pedulikan."

"He~ tidak kuduga kalau kau adalah orang yang sangat baik."

Garuda menatap Seir dengan tajam.

"Hanya jangan salah sangka menganggapku sebagai pecundang karena aku tidak akan segan untuk menghancurkan siapapun yang berusaha menghalangiku."

Seir pun hanya tersenyum sinis menanggapi Garuda.

"Tenang saja, asal tujuanmu tidak berseberangan nona Innocentia dan White, kami tidak akan menghalangimu sama sekali."

Garuda pun berjalan meninggalkan Seir.

"(sigh) Seperti biasa aku sama sekali tidak bisa menebak apa yang ada di pikiran dia."

Garuda sendiri adalah seorang pria yang pendiam dan hanya bicara jika dia perlu. Identitasnya sendiri juga misterius dan bahkan Seir sendiri sama sekali tidak tahu siapa sebenarnya Garuda.

Seir sendiri baru kedua kali ini dia bertemu dengan Garuda dan tetap saja dia masih merasa kalau Garuda itu sulit untuk dimengerti.

Garuda memang biasanya menyendiri dan sering bergerak secara sendiri, ditambah Garuda berbeda dengan para pahlawan, dia bukanlah bagian dari White ataupun Innocentia dan anehnya mereka bertiga seperti saling mengenal. Juga yang Seir tahu Garuda adalah salah satu anggota dari Asterisk.

Yang Seir ketahui Asterisk sendiri adalah sebuah kelompok misterius yang anggotanya sendiri tidak diketahui banyak orang, setidaknya untuk sekarang. Tetapi dia yakin kalau suatu saat jika kelompok itu muncul ke permukaan, ancaman mereka mungkin akan setara dengan Dark Lord terutama jika ada Garuda disana.

"Yah sudahlah. Kalau begitu aku akan mulai melanjutkan misiku."

Seir pun meniupkan angin dari mulutnya dan angin itu pun pergi menuju ke kota Lossnessia.

Dengan angin yang dia tiupkan itu Seir bisa melihat apa yang terjadi di dalam kota itu tanpa repot-repot untuk menyusup ke dalamnya.

Disana tepat dia melihat pohon besar dan di bawah pohon itu terdapat lingkaran sihir raksasa yang kemungkinan digunakan untuk teleportasi.

"Jadi begitu…kemungkinan Brahmastra sudah tidak berada disana. Mereka pasti sudah membawanya ke medan perang sana."

Dia pun sekarang melihat ke arah istananya yang disana terdapat pertemuan. Di sekitar istana sendiri sudah terpasang sihir penghalang sehingga sihir angin Seir tidak bisa masuk.

"Tch! Sudah kuduga mereka akan waspada ya? Tetapi aku merasakan sosok yang kuat."

Seir berteori kalau sosok kuat di dalam istana itu adalah sang Leviathan yang baru.

Secara kekuatan Seir mengakui kalau Leviathan sekarang lebih kuat dari Lilith, sang Leviathan yang sebelumnya. Mungkin ini akan menjadi pertarungan yang lebih sulit dari yang Seir bayangkan, tetapi memang untuk itulah dia berada disini untuk memastikan semuanya berada di dalam alur.

Jika diperintahkan, Seir bisa saja menghancurkan mereka sekarang juga. Karena dia sendiri adalah Elf yang dalam kemampuan sihir sangat unggul jadi menembakkan sihir penghancur dari tempat dia berada pun tidak akan menjadi masalah.

Seperti biasa Seir menyempatkan dirinya untuk memandangi pohon suci yang agung berdiri kokoh di tanah yang tercemar. Pohon yang sama yang berada di dunianya dulu. Pohon yang selalu mengingatkannya akan memori bahagia baginya dan juga menjadi memori pahit.

Dia mengingat pohon suci di dunia asalnya lebih besar dan kokoh dari pohon itu.

Dia sangat mengingat itu karena dialah yang telah ribuan tahun merawat pohon suci di dunianya, bahkan sampai dia di usia senja pun dia masih merawat pohon itu dengan baik sambil berharap akan kembalinya mereka.

Setiap hari dia selalu berharap dan berharap tetapi tiada dari mereka yang kembali.

Sampai akhirnya Seir…

Seir menghela napasnya.

Sekarang dia akhirnya telah datang kemari dengan situasi yang juga membingungkan baginya sebagai pahlawan yang dibangkitkan terakhir.

Tetapi dia juga merasa tertarik dengan ini sehingga membuatnya merasa tidak sabar.

Dia pun tersenyum lebar membayangkan apa yang akan terjadi.

Senyuman itu bukanlah senyuman ramah, tetapi sebuah senyuman yang seolah-olah layaknya seekor hewan buas yang siap memangsa.

Mata berwarna hijaunya yang menyala menyorot tajam melihat ke arah mangsanya.

"Aku, Seir Galadriel, akan kusaksikan seberapa jauh kalian telah berkembang."


Load failed, please RETRY

Status Power Mingguan

Rank -- Peringkat Power
Stone -- Power stone

Membuka kunci kumpulan bab

Indeks

Opsi Tampilan

Latar Belakang

Font

Ukuran

Komentar pada bab

Tulis ulasan Status Membaca: C103
Gagal mengirim. Silakan coba lagi
  • Kualitas penulisan
  • Stabilitas Pembaruan
  • Pengembangan Cerita
  • Desain Karakter
  • Latar Belakang Dunia

Skor total 0.0

Ulasan berhasil diposting! Baca ulasan lebih lanjut
Pilih Power Stone
Rank NO.-- Peringkat Power
Stone -- Batu Daya
Laporkan konten yang tidak pantas
Tip kesalahan

Laporkan penyalahgunaan

Komentar paragraf

Masuk