Ritz adalah sebuah kota manusia yang indah dan terkenal, bahkan kota ini masuk dalam daftar kota teraman diantara kota-kota manusia yang lain meskipun letaknya tidak jauh dari laut yang berseberangan langsung dengan lapha, di kota ini sangat jarang terjadi kejahatan bahkan mungkin hanya beberapa kali dalam setahun, alasan utama kenapa kota ini sangat aman adalah di kota ini adalah tempat dimana klan Kurogami tinggal. Klan Kurogami adalah salah satu dari klan terkuat di dunia manusia, bahkan mereka disebut-sebut bisa menghabisi para Iblis dan Malaikat hanya mengandalkan kekuatan fisik mereka yang luar biasa.
"Lily-chan, lihat ini!"
"Ya~"
"Lily, Chamuel, bisakah kalian berjalan lurus?"
Lily dan Chamuel terlihat suka melihat barang-barang yang berada di kota ini, mereka berjalan kesana-kemari dengan mata yang bersinar dan penuh rasa ingin tahu.
"Maaf Ed-chan, disini sangat banyak hal-hal yang tidak Chamuel temukan di Veden."
"Tetapi aku tidak menyangka kalau kau bisa menyembunyikan sayapmu."
"Ehem, gimana? Chamuel hebat kan? Apa Ed-chan jatuh cinta pada Chamuel sekarang?"
Edward memutuskan untuk pergi ke kota ini karena salah satu temannya adalah anggota dari klan Kurogami, Edward berpikir kalau teman-temannya mungkin telah kembali ke kampung halamannya.
Edward terus berjalan dengan harapan dia berhasil berjumpa dengan temannya atau setidaknya dia mendengar informasi tentang temannya itu, dia terus berjalan sampai akhirnya Edward menyadari bahwa Lily telah menghilang.
"Dimana Lily?"
"Lily-chan...dia kan ada disampi- LILY-CHAN!"
Keduanya terkejut melihat Lily yang tiba-tiba menghilang, Chamuel yang paling terkejut dengan itu melihat pangkatnya sebagai Archangel, sangat sulit untuk bisa lepas dari penglihatan Chamuel bahkan untuk sesama Archangel pun.
"Ti-tidak mungkin! Ini sulit dipercaya!"
Mereka berdua pun langsung berpencar mencari Lily, karena ini adalah kota manusia, Chamuel tidak bisa dengan leluasa mengeluarkan kekuatannya karena mengingat Malaikat dan Manusia masih dalam situasi berperang, dia tidak ingin mengambil resiko yang akan mengancam nyawa Edward.
"Lily! Lily!"
Edward terus berlari mencari Lily di semua tempat di kota ini, tetapi dia tetap belum berhasil menemukannya.
"Sial! Lily, dimana kau!"
Dia terus mencari dan mencari sampai akhirnya tiba-tiba ada orang yang menyapanya.
"Apa kau sedang ada masalah?"
Edward menoleh ke arah wanita itu, dia terkejut melihat wujud dari wanita itu, dia adalah wanita cantik yang berambut panjang lurus berwarna hitam, matanya berwarna hitam pekat tanpa ada cahaya di dalamnya. Edward segera menyadari bahwa wanita itu adalah orang dari klan kurogami karena semua klan Kurogami memiliki ciri-ciri sama yaitu berambut hitam dan bermata hitam pekat.
"Aku sedang mencari temanku yang tiba-tiba menghilang."
"Baiklah beritahu aku ciri-cirinya, aku akan membantumu!"
Edward pun memberitahu ciri-ciri dari Lily, dalam sekejap wanita itu tiba-tiba menghilang dari hadapan Edward, Wanita itu bergerak layaknya angin yang bergerak cepat dan anggun, Edward hanya bisa melongo melihat kemampuan wanita itu yang sudah berada di atas kewajaran manusia biasa.
"Aku harus terus mencarinya juga!"
Edward terus melanjutkan pencarian sampai akhirnya dia tiba di tempat terakhir yaitu tempat dimana klan Kurogami tinggal, itu adalah tempat yang sangat kental dengan budaya, bahkan rumah-rumahnya pun masih bergaya tradisional.
Edward memantapkan hatinya sebelum memasuki wilayah klan Kurogami, dia merasa gugup karena jika dia membuat masalah disitu maka kemungkinan besar dia akan diesekusi di tempat.
Edward pun mulai melangkah dan tiba-tiba dia melihat Lily yang sedang bersama seorang laki-laki, dia terlihat menawarkan permen yang dia pegang ke Lily dengan wajah yang mencurigakan.
Melihat hal itu Edward pun langsung berlari dengan sangat cepat menghampiri Lily.
"Dasar Lolicon!"
Tiba-tiba ada seorang wanita yang datang dari atas dan menginjak kepala laki-laki itu, dia adalah wanita dari klan Kurogami yang Edward temui tadi.
"Ed!"
Melihat Edward, Lily langsung berlari menghampiri dan bersembunyi di belakang Edward.
"Lily!"
"Ed...takut!"
Edward pun melihat wajah dari laki-laki yang berusaha menggoda Lily itu, dia ingin menghajarnya karena sudah menakut-nakuti Lily, tetapi Edward sangat terkejut setelah melihat wajah dari laki-laki itu.
"Alfred!"
Laki-laki itu mengangkat kepalanya dan melihat ke arah Edward, dia sangat terkejut sampai-sampai hampir tidak percaya dengan apa yang dilihatnya.
"Ed! Kau masih hidup!"
"Tentu saja aku hidup dasar bodoh!."
Dia pun berlari kearah Edward dan memeluknya, Alfred sangat terharu melihat Edward yang masih hidup setelah menyelamatkannya dan bertarung melawan salah satu dari Tujuh Dosa Besar.
"Baik-baik sudah cukup pelukannya!"
Tiba-tiba entah dari mana Chamuel datang dan melepaskan pelukan Alfred dari Edward dengan muka kesal, Alfred terpesona melihat Chamuel seolah-olah sedang melihat sesuatu yang sangat menakjubkan.
"I-imut!"
Wanita itu berjalan menghampiri Alfred dan menjitak kepalanya dengan keras sampai Alfred tersungkur ke tanah.
"Dasar Lolicon!"
Chamuel terlihat bangga dengan keimutannya dan membusungkan dadanya.
"Ehem! lihat Ed-chan, orang itu sudah terhipnosis dengan keimutan Chamuel."
"Ah begitu, kalau begitu kenapa kau tidak mengikutinya saja dan berhenti mengikutiku."
"Ed-chan, apa kau marah? Apa jangan-jangan kau cemburu? Kya~ Ed-chan imut!>.<"
"Bodoh, mana mungkin aku cemburu dengan itu!"
"Tch, seperti yang kuduga dari Ed-chan, kau sangat tangguh!"
Lily pun mendekap tangan Edward dengan manja.
"Ed, jangan khawatir, walau Chamu gak ada, masih ada Lily!"
"Terima kasih Lily, kau memang yang terbaik!"
Lily pun tersenyum bahagia mendengar pujian Edward.
"Ya~"
"Mum...Ed-chan jahat!"
Wanita itu sangat bingung dengan hubungan Edward dan kedua gadis kecil itu karena mereka sama sekali tidak terihat seperti adik dan kakak.
"Maaf tapi...apa sebenarnya hubungan kalian?"
Edward terkejut mendengar pertanyaan yang diajukan wanita itu, dia bingung mau mencari jawaban yang tepat untuk menjawab pertanyaan wanita itu.
"Hubungan kita adala-"
"Tentu saja hubungan spesial, bahkan kita sudah pernah tidur bersama, iya kan Ed-chan?"
"Lily juga."
Alfred sangat terkejut mendengarnya, dia hanya berdiam mematung tanpa berkata apa-apa, sedangkan wanita itu tiba-tiba wajahnya memerah seperti tomat yang sudah masak, dia tidak menduga kalau mereka mempunyai hubungan seperti itu.
"Ti-tidur bersama....da-dasar Lolicon! Mesum!"
"Tu-tunggu itu salah paham!"
Wanita itu mengayunkan pedangnya ke arah Edward, tetapi berhasil dihindari oleh Edward, wanita itu terus mengayunkan pedangnya dengan wajah yang masih memerah dengan cepat tetapi Edward terus berhasil menghindarinya.
"Tebasan Kilat!"
Edward terkejut dengan serangan wanita itu yang sangat cepat, tetapi Edward berhasil menangkap pedang wanita itu dengan kedua telapak tangannya. Kecepatan serangan wanita itu memang cepat, tetapi Edward pernah menghadapi Yamamoto yang berkali-kali lebih cepat dari wanita itu.
Wanita itu sangat terkejut melihat Edward yang berhasil menahan serangannya karena tidak ada manusia biasa yang sanggup menyamai atau bahkan melihat ayunan pedang dari wanita itu.
"Namamu Edward ya? Kamu hebat juga."
"Kamu juga, aku tidak menyangka kalau seranganmu bisa secepat itu."
"Sebagai putri dari ketua klan Kurogami, aku harus tetap mengasah kemampuanku setiap hari, meski kemampuanku masih tertinggal jauh dari kakak perempuanku."
"Eh? Putri dari ketua?"
"Ya, aku adalah putri kedua dari ketua klan Kurogami, namaku adalah Kurogami Akari."
Dalam tradisi klan Kurogami ada peraturan untuk mengatasi perselisihan pemilihan ketua, tentunya jika ketua klan mempunyai anak lebih dari satu maka biasanya yang tertualah yang akan menjadi ketua, tetapi mereka beda, hanya yang terkuatlah yang bisa menjadi ketua.
"Ma-maaf atas ketidaksopananku!"
"Aku akan meminta penjelasanmu setelah ini, Al cepat sadar!"
Alfred pun tersadar setelah Akari menjitaknya sekali lagi, dia langsung memegang kedua bahu Edward dengan mata berkaca-kaca.
"Ed...Kenapa kau tega menodai kedua gadis imut ini."
"Mana mungkin aku seperti itu bodoh! Jangan samakan aku denganmu!"
Akari pun mengajak Edward dan yang lainnya untuk ke kediamannya, rumah akari sama seperti yang lainnya, nampak sangat tradisional tetapi dia mempunyai rumah yang lebih besar daripada rumah disekitarnya. Disana Akari membuatkan Edward dan yang lainnya teh Oolong dan mereka pun berbicara dengan santai dan Edward berhasil menjelaskan kesalahpahaman Akari tentang hubungan mereka.
Selama berbicara dengan akari, Edward pun menemukan sisi lain dari Akari yang pada saat pertama bertemu terlihat sebagai orang yang sangat kaku tetapi setelah mengenalnya lebih jauh, dia terlihat seperti seseorang yang sangat santai dan mudah diajak bicara.
"Terima kasih untuk hari ini, Akari."
"Aku juga, sudah lama aku tidak berbicara santai dengan orang lain seperti ini."
"Aka-chan tehnya enak! Boleh kapan-kapan Chamu minta lagi?"
"Tentu, dan tolong berhenti memanggilku Aka-chan."
"Akari, bye."
"Bye, tolong jangan tersesat lagi ya."
Setelah itu mereka bertiga pulang ke penginapan yang sudah mereka sewa saat baru datang ke kota ini, Edward berjalan ke kamarnya tetapi dia diikuti oleh Chamuel dan Lily yang seharusnya mereka telah menyewa kamar sendiri.
"Kenapa kalian mengikutiku?"
"Tentu saja karena mau istirahat."
"Bukannya aku sudah menyuruhmu untuk memesan kamar?"
"(sigh) Ed-chan ini, bukannya lebih hemat lebih baik."
"Ya~ Lily setuju."
Edward pun tidak mengatakan apapun dan langsung menyerahkan kunci kamarnya kepada Chamuel dan membuat Chamuel merasa heran karena biasanya Edward pasti akan menolak satu kamar dengan mereka dan sekarang dia seperti tidak mempermasalahkannya.
"Ed-chan, apa ada sesuatu?"
"Tidak ada apa-apa, kalian duluan saja ke kamar, nanti aku menyusul."
Setelah menyerahkan kunci kepada Chamuel, Edward berjalan keluar dari penginapan dengan wajah serius, dia berjalan menuju ke sebuah rumah yang tidak terlalu besar yang terletak di sebelah rumah dari Akari dan kemudian masuk ke rumah itu, itu adalah rumah dari Alfred yang merupakan salah satu teman dari Edward.
Edward datang kesini bukan tanpa alasan, dia teringat pada saat mereka di rumah Akari, Alfred mengatakan hal yang membuat Edward sangat penasaran yaitu tentang keadaan Sharon sekarang. Tentu sebagai teman masa kecil yang sangat dekat, Edward berpikir kalau Sharon adalah seseorang yang sangat penting dalam hidupnya.
"Alfred, bisa kau katakan tentang hal yang tadi kau bicarakan tentang Sharon?"
"Ya, tentu saja.
Itu tepat di hari dimana Draconis Gamma menyerang, Sharon meninggalkan Edward untuk membawa Alfred ke tempat yang aman dan mengabari teman-temannya untuk segera lari. Sharon tidak sekalipun menoleh ke belakang karena dia percaya kepada Edward karena selama ini Edward tidak pernah sekalipun mengingkari janjinya, dia terus berlari sambil membawa Alfred secepat yang dia bisa.
Sharon terus berlari sampai pada akhirnya dia sudah melewati hutan dan tiba di halaman belakang dari markas mereka, dia segera menuju ke ruang makan yang mungkin teman-temannya masih berada disitu.
"SEMUANYA CEPAT LARI!"
Semua orang terkejut melihat Sharon yang sedang membawa Alfred yang terluka parah, mereka pun langsung mengerumuni Sharon dan bertanya tentang sebenarnya apa yang terjadi dengan mereka.
"Apa yang terjadi?"
"Draconis Gamma menyerang kemari!"
Mereka tidak bisa menyembunyikan keterkejutannya mendengar Draconis menyerang kemari, bahkan itu tidak terpikirkan oleh mereka sama sekali kalau sang dosa Amarah akan menyerang mereka.
"Tunggu! Bagaimana dengan Leader! Apakah kita harus meninggalkannya?"
Sharon sangat percaya kepada Edward, dia yakin pasti Edward akan kembali dengan selamat tetapi perasaannya tidak enak, dia merasa sangat takut jikalau Edward tidak akan kembali kepadanya lagi dan akan pergi ke tempat yang sangat jauh seperti orang tuanya, Sharon merasa sangat takut hanya dengan memikirkan itu.
"Kalau begitu aku akan menyusul Ed! Mika-nee, tolong jaga Alfred."
"Baiklah."
"Aku ikut denganmu Sharon!"
Semuanya terkejut melihat gadis itu mengatakan sesuatu yang tidak terduga, biasanya dia hanyalah gadis yang sangat pendiam dan bahkan dia hampir tidak pernah berbicara dengan orang selain Edward. Gadis itu mempunyai rambut berwarna merah muda yang lurus dan panjang, dia juga mempunyai mata yang indah dengan bola mata berwarna biru, dia memakai baju berwarna putih dan rok berwarna hitam.
"Tidak Rose! Kau harus lari!"
"Sharon, aku juga ingin menyelamatkan Edward!"
Rose tetap memaksa untuk ikut dengan Sharon menyusul Edward yang sedang bertarung, karena keadaannya sangat berbahaya Sharon ragu-ragu untuk membawa Rose karena dia bukanlah petarung garis depan.
"Aku mohon Sharon!"
Sharon melihat ke dalam mata Rose, itu adalah mata seseorang yang telah membulatkan tekadnya, Sharon akhirnya menyetujui Rose untuk ikut bersamanya menyusul Edward.
Setelah menyerahkan Alfred ke Mikaella, Sharon dan Rose langsung berlari ke tempat dimana Edward sedang mempertaruhkan nyawanya. Kecemasan nampak di wajah mereka berdua, mereka berdua takut dengan apa yang terjadi jika Edward ternyata telah meninggal, apakah mereka akan sanggup melihatnya, apa yang harus mereka perbuat jika skenario terburuk yang ada di pikiran mereka menjadi kenyataan, mereka terus berlari dengan memikirkan itu.
Sharon mencoba memperkuat hatinya, dia berusaha untuk percaya kepada Edward yang telah berjanji untuk tidak akan mati sebelum tujuan mereka tercapai. Rose pun juga memiliki keyakinan yang sama, dia juga berusaha untuk tetap mempercayai Edward.
"Dia tidak akan mati!"
"Edward, aku mohon jangan mati."
Mereka terus berlari-dan berlari sampai akhirnya mereka hampir sampai ke tempat Edward, mereka mulai melihat cahaya yang akan tetap menyinari harapan mereka. Mereka terus melihat kedalam cahaya itu dengan penuh harapan, akan tetapi cahaya itu perlahan memudar dan berubah menjadi keputusasaan.
"HANCURLAH MENJADI DEBU KAU MANUSIA RENDAHAN!"
"ED!"
Mereka melihat sihir dari Draconis menuju ke tubuh Edward yang sudah tidak berdaya, sihir itu membuat ledakan berwarna biru yang menyilaukan, sihir itu sangatlah dahsyat sehingga sihir itu bisa menghancurkan area sekitar.
Sharon dan Rose pun sampai terhempas dengan kekuatan yang dihasilkan oleh sihir tersebut seperti bulu yang tertiup angin, kepala Sharon pun terbentur dengan sangat keras dan membuatnya tidak sadarkan diri, Setelah Sharon tersadar, dia mendapati dirinya sedang terbaring di atas puing-puing batu.
"Rose?"
Sharon segera menyadari kalau Rose menghilang, Sharon melihat di depannya terdapat lubang yang luas akibat dari sihir yang dikeluarkan Draconis dan mengingat kejadian itu.
Sharon segera bergegas mencari Edward di dalam lubang yang besar itu dengan harapan palsu, dia tetap mencari dan mencari dengan air mata yang terus mengalir dari kedua matanya.
"Ed, jangan bercanda, kau masih hidup kan?"
Dia terus mencari Edward tanpa kenal lelah.
"Ed! Jangan bersembunyi!"
Terus mencarinya.
"Ed, berhenti bercanda!"
Terus mencarinya.
"Ed, tolong tunjukkanlah dirimu!"
Terus mencarinya.
"Ed! Ed! Ed! Ed! Ed! Ed! Ed! Ed! Ed!"
Sampai akhirnya Sharon terduduk diam, dia merasa hampa karena semua yang dia punya telah direnggut, Sharon menangis meratapi nasibnya yang sangat malang, dia menangis mengingat masa lalunya yang bahagia dimana semua yang dicintainya masih hidup, dia menangis mengingat masa-masa saat dia selalu bersama Edward, tangis, canda, tawa masih terukir jelas di dalam ingatannya, dia terus mengingatnya dengan rasa sedih yang amat sangat.
"Kenapa? Kenapa? Kenapa kau tidak menepati janjimu Ed?"
Sharon mulai menyalahkan dirinya karena sudah meninggalkan Edward sendirian, dia mulai menyalahkan dirinya karena tidak bisa melindungi satu-satunya orang yang dia cintai.
"Kenapa aku sangat bodoh? Aku seharusnya sudah tau itu, Kenapa aku tidak bisa menolak permintaannya?"
Sharon tahu menyesal adalah hal yang tidak berguna sekarang, apapun yang dia lakukan itu tidak akan membawa Edward kembali kepadanya, dia terus menyesal dan menyesal terus menyalahkan dirinya atas apa yang telah terjadi sampai dia pun mulai jatuh ke dalam lubang keputusasaan yang tak mempunyai dasar.
"Aku bahkan tidak bisa melindunginya, aku tidak pantas untuk hidup."
Kebencian pun mulai tumbuh di hati Sharon, kebencian terhadap Iblis yang sudah merenggut semua yang dia cintai, Ibu, Ayah, Edward, mereka semua telah direnggut oleh Iblis.
"BENCI! BENCI! BENCI! BENCI! BENCI! BENCI! BENCI! BENCI! AKU BENCI MEREKA SEMUA!"
Sharon mulai mengutuk para Iblis, mata yang sebelumnya menunjukkan seorang gadis yang polos, sekarang berubah menjadi mata yang penuh dengan kebencian yang teramat sangat kuat sehingga jika kau menatapnya seolah kau bisa merasakan kebencian yang sangat kuat.
"BUNUH! BUNUH! BUNUH! BUNUH! BUNUH! BUNUH! BUNUH! BUNUH! BUNUH MEREKA SEMUA!"
Sharon sudah mulai melupakan tujuannya dengan Edward, dia sudah tidak peduli lagi dengan kedamaian dunia ini, tidak peduli dengan janji mereka berdua.
"JIKA TAKDIRKU MEMANG UNTUK MENDERITA DAN MATI, MAKA AKAN KUBAWA MEREKA SEMUA BERSAMAKU!"
Hati Sharon sudah dikuasai oleh kegelapan.
"AKAN KUBUNUH SEMUA IBLIS DI DUNIA INI! AKU AKAN MENYERET MEREKA DAN MEMBAWA MEREKA KE NERAKA BERSAMAKU! AKU AKAN MEMBUNUH MEREKA DENGAN KEJAM SEPERTI APA YANG TELAH MEREKA LAKUKAN PADAKU!"
Tubuh Sharon mulai mengeluarkan aura hitam pekat sama seperti dirinya yang sudah jatuh dalam kegelapan.
"AKU TIDAK AKAN MEMAAFKAN MEREKA! AKAN KUBUAT MEREKA MENDERITA!"
Aura hitam yang dikeluarkan Sharon menjadi lebih kuat dan kuat, aura hitam itu seperti sedang menari-nari di sekitar tubuh Sharon.
"TUNGGU AKU MAKHLUK RENDAHAN, AKAN KUBUNUH KALIAN SEMUA!"
Sharon memulai perjalanannya untuk membunuh semua Iblis, perjalanan dalam kegelapan abadi tanpa ujung, perjalanan berdarah yang dipenuhi dengan kebencian dan keputusasaan. Sharon berhenti peduli dengan apapun, dia akan tetap berusaha memenuhi tujuannya walaupun hanya seorang diri, dia tidak takut walau dihadapannya ada tujuh dosa besar ataupun raja Iblis, dia akan tetap dengan tujuannya sekalipun harus mengorbankan nyawanya.