Kami menyantap makanan bersama dengan pembahasan yang masih sama. Di antara kami berdua hanya Argat yang terlihat santai, sementara aku terus mencoba terlihat menyetujui segala rencana yang dikatakan olehnya. Lagipula Argat tidak salah, mungkin aku yang terlalu terbawa perasaan hingga harus mengingatkan berulang kali kalau rencana ini adalah keharusan, demi kebaikan bersama.
"Sebentar," ucap kami bersamaan.
Secara bersaman kami mengambil ponsel masing-masing secara kebetulan. Argat beralih untuk mengangkat telepon, sedangkan aku membuka pesan yang baru masuk. Ternyata ada pesan dari mama. Saat kubaca, alangkah terkejutnya aku. Tanpa pemberitahuan, mama dan papa sudah sampai di Jakarta. Bahkan mama sudah sampai di rumah. Namun, apa papa sudah sembuh? Bukannya aku tidak senang, tetapi kabar ini sangat mendadak. Apalagi di saat kami sedang merencanakan sesuatu dan sekarang mau tidak mau kami harus merubahnya. Aku duduk di kursi dengan keadaan yang masih syok.