Télécharger l’application
4.57% What Do You Know? / Chapter 21: BAB 18| MATAHARI

Chapitre 21: BAB 18| MATAHARI

Nggak di sangka juga kalau Raib punya banyak duit dari hasil kerja nya sendiri. Karena orangtuanya masih dalam masa masa krisis ekonomi.

Tapi Raib malah udah punya kerjaan sendiri.

Setelah membeli makanan aku dan Raib kembali melanjutkan perjalanan, jalanan lumayan macet, biasa setiap sore emang macet.

"Sampai Sel. Aku tunggu di luar, nanti kalau rencana kita berhasil kamu chatting aku, tapi kalau gak berhasil, terserah kamu mau ikut aku atau tetep di rumah."

"Iya Ra. Doa in yah Ra."

Untung aja Raib mau nungguin aku, tumben dia peka?

Aku mulai membuka gerbang hitam di depan rumah ku.

Saat ku lihat di dalam rumah ku, suasananya sangat dingin. Mungkin karena ini udah malam.

Aku dan Raib pulang malam karena tadi jalanan macet, biasa Malang gitu, udah kayak Jakarta.

Namun di setiap sudut rumah sangat gelap, mama tak menyalakan lampunya sama sekali, gelap.

"Ma?" Aku berusaha mencari mama.

"Oh? Pulang juga rupanya kamu? Dari mana aja Hah? Mau jadi kayak Papa ninggalin mama!!!" Bentak mama ku dengan penampilan kusut.

Mama ku sudah seperti orang jalanan yang tak terurus.

Aku sangat sedih melihatnya.

"Bukan gitu ma.....

"Terus apa?!! Mau jadi anak brandalan!" Belum selesai ucapan ku mama telah memotongnya.

"Ma! Cukup! Kalau mama benci sama papa, mama jangan tuangkan semua rasa dendam mama sama aku!!! Cukup ma.... (hiks.... hiks....hiks...) udah ma...."

Plak!!!

"Udah berani nasehati mama! Kamu emang sama kayak Papa!!!" Teriak mama sambil menampar pipi ku.

Darah di pipi ku mengalir bersamaan dengan air mata.

"Mama emang udah berubah..... Mama jahat! Jahat!!!!" Bentak ku pada mama, sambil melempar rekaman lagu ku.

Setelah melakukan hal tersebut aku langsung berlari menuju Raib.

Kenapa mama jadi jahat? Apa salah ku? Kenapa dia jadi benci padaku? Aku juga kesal di tinggal papa.

Tapi jangan sakiti aku seperti ini ma.....

"Sel? Pipi lo?? Kenapa?" Tanya Raib yang heran melihat pipiku yang berdarah.

"Ra. Ayo pulang....." suruh ku pada Raib sambil menangis.

Mungkin ini memang jalan hidup ku yang sangat kejam. Apakah ini rasanya seperti Raib? Yang di tinggalkan orangtuanya?

Entah kenapa aku jadi benci orang tua.

Raib bukan membawa ku pulang ke rumahnya melainkan pergi ke Alun Alun Malang.

Memang suasana di sana lebih tenang dan nyaman, tapi aku gak tau apa maksud Raib membawa ke sana.

"Sel ayo ikut." Ajak Raib sambil membawa tasnya di bagasi sepeda.

Aku hanya menuruti apa yang dia mau.

Raib menyuruhku duduk di rumput rumputan taman yang di suguhi lampu indah di sekelilingnya.

"Kita mau ngapain Ra?" Tanya ku pada Raib.

"Sel, coba deh lo lihat bintang di langit itu."

"Kenapa Ra?" Tanya ku sambil melihat ke atas langit.

"Bintang itu tampak indah walaupun sekarang gelap, sama seperti bulan, dan matahari akan tetap terang walaupun ada yang menghalanginya.

"Maksud mu?"

"Kayak kita sama Ali sekarang, walaupun mama mu udah berubah. Aku sama Ali gak bakalan berubah jahat, kami akan menemani mu. Forever." Jelas Raib.

Kemudian, aku dan Raib saling berpelukan.

Raib juga menawarkan beberapa pekerjaan sambilan untukku, karena kan sekarang aku sudah nggak tinggal sama mama.

Raib menawarkan ku pekerjaan sebagai pelayan restoran ayam yang lumayan terkenal, di sana mereka menerima anak sma juga.

Raib juga ikut kerja di sana, jadi kami bisa pergi bareng bareng ke sana.

****

Rabu....

Hari Rabu di minggu yang sama, jam 7 pagi aku sudah harus datang ke sekolahan untuk latihan lomba.

Tinggal sama Raib juga enak, karena setiap hari aku di antar jemput oleh Raib, kalau Kak Jhon lagi ada di Klan Bumi seharusnya dia yang jadi tukang ojek ku.

Raib juga gak terlalu sibuk, sedangkan Ali? Entahlah dia masih menikmati waktu liburnya di istana nya itu.

Mama belum tahu soal Rumor ada perang besar di klan Matahari. Paling juga dia udah gak peduli.

Kemarin Papa sempet chatting aku, untuk memberi uang saku. Yah dia masih lumayan perhatian.

Walaupun, dia tega ninggalin aku sama mama.

"Ra, nanti gak udah di jemput, soalnya aku pulang sore."

"Sore? Latihan apa itu sel? Gak gak siang harus balik. Nanti sakit Sel." Ingat Raib.

"Enggak Ra."

"Lo sekarang aja udah demam, nanti kalau pingsan gimana?" Khawatir Raib.

Yah, sekarang aku agak nggak enak badan, karena kepikiran terus sama mama. Lebih tepatnya telat makan.

"Bye Ra! Jangan khawatirin gue! Gue kan kesatria Matahari!" Teriakku meninggalkan Raib.

Klub Karate masih sepi, jelas ini masih terlalu pagi. Mungkin hanya 3-4 anak di ruangan itu.

Semua nya juga kakak kelas ku. Murid yang seumuran ku nggak di ikuti lomba, karena kan habis ujian.

Ini pula aku di paksa ikut oleh Pak Fu' jadi yah mau gak mau, harus mau.

Sebelum memulai latihan, aku melihat sekitar ku. Bukan apa apa, aku takut kalau ada Kak William.

Secara kan, kak William selalu kejar kejar aku. Tapi kali ini tumben dia nggak ada.

"Seli!" Teriak seseorang.

Saat ku tengok ke belakang.

Astaga. Kenapa nih kakak muncul lagi?

"Eh Kak." Kata ku pura pura senang.

"Udah makan belom? Nih aku bawain sarapan." Tawar Kak William.

"Udah sarapan kok Kak, makasih." Ucapku sambil meninggalkan kak William.

Baru kali ini aku percaya sama jailangkung. Yah Jailangkung, tuh Kak William. Datang nggak diundang, pulang nggak di antar.

Gara gara Kak William Raib jadi sering nasehati aku, dia khawatir kalau Kak Jhon bakalan cemburu.

Tapi kalau lihat kak Jhon cemburu pasti lucu.

****

RAIB POV

setelah aku mengantarkan Seli, aku langsung pergi ke studio, letaknya nggak terlalu jauh dari sekolah.

Studio musik, kali ini menjadi tempat kerja ku. Yah aku di terima sebagai salah satu produser musik.

Walaupun masih terlalu amatir sih.... Tapi lumayan gajinya, bisa buat kebutuhan keluarga.

Aku terpaksa pula jadi tukang punggung keluarga, karena sekarang perusahaan Papa hampir bangkrut.

Jadi dengan kerja serabutan, aku bisa dapat uang. Terlebih lagi mama yang mulai sakit sakitan.

Yang berobatnya sangat mahal.

Studio Musik....

Studio musik sudah ramai di jam segini, biasanya masih sangat sepi. Tapi kali ini berbeda.

Aneh tapi nyata. Semua orang yang melihatku datang langsung bersalaman pada ku.

Tapi sekarang kan belum lebaran, kenapa semuanya salaman?

"Pak ada apa yah?" Tanya ku pada salah satu produser musik.

"Selamat Raib."

"Eh Kak, Novi ada apa yah?" Tanya ku pada rekan kerja ku.

"Lho Ra kamu gak tau?" Kak Novi malah balik tanya.

"Apaan sih kak?" Tanya ku mulai kesal.

"Lagu mu yang kamu buat 2 minggu lalu, di beli oleh salah satu agensi di korea selatan Ra!" Semangat Kak Novi.

Lagu ku di beli sama agensi besar? Pasti ini mimpi kan? Gak mungkin.

Jam 5 Sore....

Setelah merayakan hasil kerja keras ku, tiba tiba Kak Rennata tukang pembawa gosip kelas kakap di studio mulai mengosip.

"Eh lo pada tau gak?" Tanya Kak Rennata pada rekan kerja ku.

"Tau apa?" Tanya yang lainnya.

"Itu lho ada, siswi SMA deket studio kita. Dia hampir ke tabrak mobil, gara gara gak bisa direspon. Udah kayak orang gila." Gosip Kak Rennata.

Aku langsung teringat SMA ku, siapa anak yang hampir tertabrak? Di SMA ku lagi.

"Siapa Kak?" Tanya ku penasaran.

"Aduh... kak gak tau namanya tapi nih... fotonya." Tunjuk Kak Rennata pada ku.

Deg!

Rasanya detak jantungku berhenti bergerak. Anak yang hampir tertabrak itu...

SELI.


next chapter
Load failed, please RETRY

Cadeaux

Cadeau -- Cadeau reçu

    État de l’alimentation hebdomadaire

    Rank -- Classement Power Stone
    Stone -- Power stone

    Chapitres de déverrouillage par lots

    Table des matières

    Options d'affichage

    Arrière-plan

    Police

    Taille

    Commentaires sur les chapitres

    Écrire un avis État de lecture: C21
    Échec de la publication. Veuillez réessayer
    • Qualité de l’écriture
    • Stabilité des mises à jour
    • Développement de l’histoire
    • Conception des personnages
    • Contexte du monde

    Le score total 0.0

    Avis posté avec succès ! Lire plus d’avis
    Votez avec Power Stone
    Rank NO.-- Classement de puissance
    Stone -- Pierre de Pouvoir
    signaler du contenu inapproprié
    Astuce d’erreur

    Signaler un abus

    Commentaires de paragraphe

    Connectez-vous