Kertas-kertas mulai dikocok, kemudian para peserta mengambil satu persatu. Khusus untuk kertas milik Meta, Fabian mengganti menjadi pecundang semua, dan itu dilakukan secara diam-diam tanpa sepengetahuan siapa pun. Fabian menyeringai, melihat jika saat ini adalah giliran Meta. Ketika Meta telah memilih, kertas itu kembali diganti. Dan itu berhasil membuat Fabian tersenyum puas. Sebab baginya hari ini adalah hari di mana dia akan mendapatkan Meta seutuhnya. Sebab, siapa lagi yang nanti akan dicium Meta kalau bukan dirinya. Untuk setelah itu, Meta akan diajaknya bercinta sampai pagi. Dan setelah itu semua adalah, Meta akan menjadi miliknya seutuhnya. Ya, tinggal selangkah lagi. Sedikit lagi dia akan mendapatkan Meta untuk selamanya. Dan dia tak perlu bersaing dengan siapa pun, dia tak perlu memasang topeng apa pun untuk mendekati Meta.
"Pemenang!" teriak Milka, dia pun berdiri untuk mengambil hadiahnya, sebuah mesin cuci keluaran terbaru dan sangat canggih.
Peserta demi peserta membuka kertas itu, dan tibalah bagi Kenya yang mendapatkan kartu pecundang. Meski awalnya ragu, Kenya pun mengikuti aturannya. Meminum segelas bir kemudian mencium salah satu pegawai laki-laki yang ada di sana.
Meta benar-benar tak habis pikir, terlebih ketika melihat para pegawai laki-laki memanfaatkan hal ini, apalagi melihat gelak tawa Fabian. Dia benar-benar tak tahan ingin menampar wajah Fabian. Sungguh demi apa pun, dia tak menyangka jika Fabian memiliki ide untuk membuat permainan semenjijikkan ini. Semua anggapan tentang Fabian yang sangat baik, sopan, dan ramah, langsung terhempas begitu saja karena malam ini. Ya, karena permainan bodoh malam ini.
"Ini gila, Met, gila! Kenapa Fabian bisa nemuin permainan segila ini sih! Ini gila!" kata Kinan dengan wajah frustasinya. Dia tak pernah menyangka, jika sahabatnya itu memiliki ide segila ini. Dan dari semua ini adalah, tega-teganya Fabian melibatkan dirinya, yang notabennya adalah sahabatnya sendiri.
"Bi, ini bener-bener—"
"Lo nggak bisa protes, Kin. Ini udah aturannya," kata Fabian menyela ucapan Kinan. Senyuman Fabian terlihat aneh, bahkan sampai Kina tak tahu lagi, cowok yang ada di hadapannya kini adalah Fabian—sahabatnya atau bukan.
"Ini pelecehan, melanggar hukum!" kata Meta pada akhirnya. Tapi, Fabian malah tertawa mendengar ucapan itu.
"Meta, lo dan yang lainnya udah tanda tangan. Jadi, bagain mananya yang melanggar hukum? Udah lanjut," ucap Fabian yang tampak kesal.
Kini giliran Mbak Tanti yang membuka kartu itu, dan tertulis jelas tulisan pecundang di sana. Kinan dan Meta tampak kaget, ketika Mbak Tanti harus menuruti semua aturan dari permainan ini. Bahkan Meta, memilih memalingkan wajahnya, dan tak melihat adegan apa yang harus ia lihat di depannya.
"Met, giliran gue...," lirih Kinan. Kedua tangan Kinan tampak bergetar, ia membuka kartu itu dan sesuai dugaan Meta. Di kartu itu tertulis pecundang di sana.
"Bi, elo kelewatan. Lo tahu, kan, gue ini temen lo!" marah Kinan. Berusaha berontak dengan permainan konyol yang Fabian buat.
"Kin, ini bukan gue. Ini semua karena pilihan kartu lo sendiri, kan? Jadi sorry, gue nggak bisa bantuin elo kali ini," kilah Fabian, dia benar-benar seolah tak peduli, jika saat ini Kinan akan dicium oleh karyawan siapa pun. Bahkan dia tidak peduli, dengan kekasih Kinan yang merupakan sahabatnya sendiri. Bagi Fabian sekarang adalah, dia bisa melakukan berbagai cara, untuk mendapatkan Meta. Bahkan dengan mengorbankan sahabatnya sendiri. Toh, bagi Fabian, ini hanya sebuah ciuman. Sungguh hal biasa yang benar-benar tak ada gunanya.
Kinan pun mengambil gelas yang berisikan bir itu dengan emosi, kemudian saat dia hendak bangkit, tangannya ditahan oleh Meta.
"Enggak, Met, gue harus. Karena gue bukan pecundang kayak mereka. Dan elo tahu, Met, gue rasa target pecundang selanjutnya adalah elo," kata Kinan, yang tampaknya dia sudah tahu, dan bisa membaca apa yang rupanya Fabian inginkan. Jika sebenarnya target dari Fabian bukan dia, atau Mbak Tanti, dan karyawan cewek lainnya. Melainkan... Meta.
Benar saja apa yang dikatakan Kinan. Setelah tiba giliran Meta, kartu yang dia pegang berisi kata pecundang. Kinan langsung mencengkeram tangannya kuat-kuat, rasa emosi, dan marah terasa campur aduk jadi satu. Dia tak pernah tahu, jika Fabian akan benar-benar segila ini.
Meta menelan ludahnya, kemudian mencoba menebarkan pandangannya ke sekitar. Jika dia adalah pecundang, itu artinya dia harus mau mencium salah satu cowok yang ada di ruangan ini!
"Kartu lo isinya apa, Met?" tanya Fabian. Pura-pura tak tahu, jika kartu yang didapat Meta adalah 'pecundang'.
Meta pun membalik kartunya, di hadapan Fabian. Dan berhasil pegawai laki-laki yang ada di sana tertawa semua. Semua rasa percaya diri langsung menjalar di hati mereka, termasuk Fabian. Siapa yang hendak dicium oleh Meta? Siapa pun cowok yang mendapatkan ciuman Meta malam ini, adalah cowok paling beruntung. Sebab bagaimanapun, Meta, sang pegawai baru faktanya telah menjadi trending, dan memiliki daya tarik luar biasa untuk membuat karyawan cowok terpesona olehnya.
"Pecundang? Jadi lo tahu kan lo harus nyium siapa, Met?" tanya Fabian lagi. Menebak-nebak, siapa gerangan yang akan dicium oleh Meta, meski rasa percaya diri Fabian benar-benar telah tinggi.
Mendengar itu Yoga tampak semakin gusar, dia pun meneguk dua gelas bir yang ada di depannya. Mencoba sekuat tenaga untuk tenang, meski hatinya benar-benar bertentangan.
Meta meneguk satu gelas bir yang ada di hadapannya, mulut dan tenggorokannya terasa sangat terbakar karena itu. Setelahnya dia pun berdiri, setengah sempoyongan mencoba mencari. Siapa, siapa yang hendak dia cium meski harga dirinya nanti akan turun.
Sementara Fabian pun ikut berdiri, kemudian dia merentangkan kedua tangannya. Seolah dia telah menanti kedatangan Meta, yang sebentar lagi akan jatuh ke pelukannya.
Meta berjalan mendekat ke arah Fabian, kemudian dia berdiri tepat di depan cowok yang kini benar-benar telah dibencinya itu. Tanpa sepatah kata pun, dia langsung menepis tangan Fabian yang hendak merengkuhnya. Kemudian berjalan sempoyongan ke arah Yoga, membingkai wajah Yoga kemudian mencium bibir bosnya.
Semua orang yang ada di sana pun kaget dengan apa yang dilakukan oleh Meta. Tapi tidak bagi Yoga, sesaat setelah dia diam karena bibir Meta menempel pada bibirnya dengan cara tak sabaran, dia pun langsung menekan tengkuk Meta. Membalas ciuman Meta jauh lebih panas, dan menuntut.
Semua orang yang ada di sana tidak akan pernah mengira, jika kejadian yang terjadi akan seperti ini. Menyaksikan bos yang digosipkan sebagai homo, berciuman dengan begitu panas dengan sekertarisnya. Bahkan bagi Meta sendiri pun, tak pernah untuk bermimpi, mempermalukan dirinya sampai sejauh ini. Hanya karena permainan yang dilakukan oleh orang yang tak punya hati nurani.
Meta memejamkan matanya, kedua tangannya sudah bergelayut manja di leher kokoh milik Yoga. Dan entah kenapa, rasa malu yang awalnya memenuhi hatinya, kini berubah menjadi bara panas yang membakar seluruh tubuhnya.