Télécharger l’application
38.46% Veracious Hearts / Chapter 5: Kekuatan Sihir

Chapitre 5: Kekuatan Sihir

"Ketika pertama kali melihatmu berada di ambang kehancuran, hal pertama yang ada di benakku hanyalah bagaimana cara menyelamatkanmu. Sekalipun kita tidak pernah mengenal sebelumnya, Arina."

***

***

***

Arthur menatap Arina yang kini lincah berjalan mondar-mandir di kamar mereka. Entah apa yang ia lakukan. Padahal sepertinya tadi kakinya itu masih lecet. Apa wanita itu telah menyembuhkannya dengan sihir?

"Kenapa melihatku?" tanya Arina dengan aneh.

"Kakimu sudah sembuh?" tanya Arthur seraya menatap sepasang kaki Arina yang tak beralaskan sendal. "Kapan kamu menyembuhkannya?"

"Baru saja. Tadi saat aku ke kamar mandi," ucap Arina sambil mengusap tengkuknya canggung.

Arthur hanya memanggut. Padahal ia ingin melihat bagaimana Arina menyembuhkan lukanya sendiri. Ia juga penasaran sihir macam apa yang bisa digunakan Arina.

Karena yang Arthur ingat, sihir Arina amat sangat berbahaya saat mereka pertama kali bertemu. Hawa kegelapan pekat mengelilingi tubuhnya saat itu. Gadis dengan kedua iris merah membara itu hampir saja membunuh orang-orang jika Arthur tidak cepat menyadarkannya.

Meski Arthur tahu jika seorang penyihir yang memiliki mana berlebih bisa kehilangan kontrol dan tak jarang kasus dimana penyihir tersebut menjadi monster pembunuh, baru kali itu Arthur melihatnya secara langsung.

Tapi kenapa ya hanya Arthur yang bisa menyadarkannya? Apa karena memang benang merah telah mengikatkan takdir pada mereka berdua?

Bahkan sampai detik ini pun, ia bingung pada dirinya sendiri. Saat itu, seakan ada yang berbisik padanya, menyuruhnya berlari untuk menyelamatkan gadis itu.

[Larilah, selamatkanlah. Panggil namanya dan sadarkan dia, Arthur.]

Dan tubuhnya pun bergerak dengan sendirinya. Menyebut nama yang bahkan tak ia ingat sebelumnya. Padahal jika Arthur berpikir logis, hal itu tidak akan bisa ia lakukan. Boro-boro mengenal namanya, bahkan Arthur saja tak pernah bertemu dengan Arina sebelumnya.

"Arthur?"

Arthur mengadah, menyadari raut cemas Arina.

"Kamu enggak apa-apa?" tanya Arina seraya mengambil tempat di sebelahnya. "Kamu seperti memikirkan sesuatu."'

"Aku memikirkanmu."

Arina mengerjap dan tersenyum canggung. "Aku? Kenapa denganku?"

"Sihir apa saja yang bisa kamu gunakan?" tanya Arthur seraya menatap Arina dengan intens. "Aku penasaran. Katamu … kamu membagikan mana berlebihmu itu ke dalam diriku. Lalu apa itu artinya aku juga bisa menggunakan sihir sepertimu?"

Arina bergeming. Tidak menyangka kalau Arthur akan menanyakan tentang sihirnya. Ah, naif sekali rasanya kalau Arina berpikir bahwa Arthur tengah memikirkan perasaannya.

"Hmm, mungkin?" sahut Arina yang kini tersenyum tipis, berpikir kalau ia harus lebih bisa mengontrol pikirannya agar tidak terkena harapan palsu dari angannya sendiri.

"Mungkin?"

"Aku tidak bisa menjawabnya dengan pasti karena aku pun baru pertama kali terikat dengan seorang manusia."

Arthur mengangkat sebelah alisnya. "Maksudmu?"

"Sejujurnya … syarat pernikahan dari seorang manusia dan penyihir adalah landasan cinta yang amat besar. Tapi … bagaimana dengan kita? Apa kamu bisa merasakan debaran jantung itu saat kamu bersamaku sekarang, Arthur?" tanya Arina seraya menunjuk tepat di jantung Arthur. Intonasi suaranya kini berubah menjadi serius.

"Ti-tidak …," jawab Arthur dengan pelan. Wajahnya sedikit menggelap. "Aku tidak pernah merasakan debaran di dekat siapapun."

"Ya. Itulah mengapa … situasi kita tidak bisa seperti mereka yang memang benar-benar berlandaskan cinta."

Arthur hanya diam, mengamati perubahan air muka Arina yang berubah sendu. Namun tatapan mereka tetap terkunci dan Arthur seolah bisa merasakan emosi Arina yang mulai tidak stabil.

"Aku memang berbagi mana sihir denganmu. Sekarang, kamu bisa melampaui kekuatan manusia biasa … tapi tetap saja kamu tidak akan pernah menang jika berhadapan dengan penyihir pureblood sesungguhnya. Jadi kalau diibaratkannya, kondisimu berada di tengah-tengah, Arthur."

"Lalu bagaimana denganmu? Apa kamu tetap akan menjadi monster pembunuh, Arina?"

"Ahaha! Jika kita belum mengikat pernikahan kemarin, mungkin sekarang aku sudah menjadi monster pembunuh, Arthur," sahut Arina seraya tersenyum pahit, membayangkan bagaimana ia harus menahan diri dari luapan mananya saat sesi pernikahan dimulai. "Tapi terimakasih padamu yang mau menerimaku begitu saja. Aku terselamatkan olehmu, Arthur."

Arthur terdiam. Seketika itu ia teringat bagaimana dirinya menawarkan Arina untuk menikahinya tanpa berpikir panjang. Entah keegoisan apa yang merenggut dirinya saat itu, Arthur langsung menawarkan dirinya layaknya pernikahan adalah suatu hal yang mudah. Padahal itu pun ia lakukan karena ada sesuatu yang berbisik dalam hatinya, seolah mengatakan kalau Arina adalah seseorang yang telah ditakdirkan untuknya.

Padahal jika Arthur mau, ia bisa saja meninggalkan Arina tanpa peduli apapun. Tapi mengapa dirinya bahkan memedulikan seorang penyihir yang tak ia kenal sebelumnya?

"Pasti amat rumit ya bagimu menerima semua ini," ucap Arina pelan. "Tapi tidak apa. Kupikir semua jawabanmu yang belum terjawab akan terjawab dengan sendirinya seiring waktu berjalan."

"Kenapa kamu bisa setenang itu? Apa kamu sebelumnya sudah tahu kalau akan berakhir denganku seperti ini?"

Arina mengangguk. Kemudian menyentuh punggung tangan kiri Arthur, tepat pada ukiran lambang ikatan sihir tersebut.

"Aku tahu. Karena lambang ini pun mengatakannya, Arthur. Selain itu … karena hanya memang kamu yang bisa menemukan dan menyelamatkanku," jawab Arina dengan tulus.

Lagi-lagi Arthur terdiam.

"Ah, aku juga akan membantumu supaya kamu lebih kuat. Kamu menginginkan kekuatan, bukan?" tanya Arina dengan semangat.

Arthur hanya mengangguk. Lagi-lagi ia teringat ucapannya. Bagaimana ia melamar Arina tanpa berpikir panjang dan berdalih kalau dia menginginkan kekuatan. Padahal alasan kekuatan itu hanyalah kedok dari tawaran pernikahan yang tidak beralasan.

[Kalau ikatan pernikahan hanya satu-satunya cara untuk menghentikanmu menjadi monster, maka menikahlah denganku. Tapi sebagai gantinya, berikan aku kekuatan yang dapat menyingkirkan siapapun, Putri Arina!]

Arthur menghela nafas panjang. Lalu tersenyum kecil. Sepertinya tidak ada salahnya juga ia berucap seperti itu di masa lalu.

"Iya, kalau begitu … aku penasaran bagaimana kamu menyembuhkan dirimu sendiri, Arina," ucap Arthur. Air mukanya berubah menjadi santai. "Lalu apa aku juga bisa menyembuhkan diriku sendiri?"

"Tentu saja dengan sihir penyembuhan, Arthur. Setiap penyihir bisa melakukannya tapi yang membedakannya hanya keterbatasan sihir tersebut saja," jawab Arina dengan riang. Kemudian ia mengambil pisau makan yang tergeletak di atas meja.

"Hei, kamu mau apa?" Arthur menatap Arina cemas ketika gadis itu mendekatkan mata pisau ke pergelangan tangan kirinya.

"Membuktikannya."

SREEET!

"Ukh!"

"ARINA!"

Arthur terbelalak lebar. Darah segar pun muncrat dan menetes deras dari pergelangan kulit Arina. Gadis gila itu benar-benar menggoreskan pisau ke arterinya.


next chapter
Load failed, please RETRY

État de l’alimentation hebdomadaire

Rank -- Classement Power Stone
Stone -- Power stone

Chapitres de déverrouillage par lots

Table des matières

Options d'affichage

Arrière-plan

Police

Taille

Commentaires sur les chapitres

Écrire un avis État de lecture: C5
Échec de la publication. Veuillez réessayer
  • Qualité de l’écriture
  • Stabilité des mises à jour
  • Développement de l’histoire
  • Conception des personnages
  • Contexte du monde

Le score total 0.0

Avis posté avec succès ! Lire plus d’avis
Votez avec Power Stone
Rank NO.-- Classement de puissance
Stone -- Pierre de Pouvoir
signaler du contenu inapproprié
Astuce d’erreur

Signaler un abus

Commentaires de paragraphe

Connectez-vous