"Lo nggak apa-apa, Lam? Apa kita pulang aja?" tanya Genta. Sebuah pertanyaan yang berhasil mengumpukjan kesadaranku menjadi satu, sebuah pertanyaan yang berhasil membuat mataku terbelalak dengan sempurna. Aku lantas bangkit dari posisiku, meski kepalaku terasa begitu sakit dan tubuhku seolah masih tidak utuh di raga, aku merasa jika mungkin aku masih bisa untuk sekali lagi memikirkan cara lain, untuk sekali lagi berpikir jernih, semua tentang Ricky, dan tentang teman-temannya, yang tidak akan pernah bisa aku lupakan bahkan sampai selamanya, menjadi bagian yang mungkin bisa dikatakan paling menyakitkan dalam hidup bukanlah hal yang main-main, bahkan sepertinya hal itu cukup pantas untuk membuatku ingin mencari keadilan atas Ricky. Namun kembali lagi, apakah Ricky masih membutuhkanku? Apakah Ricky masih mau mendengarkanku? Lebih dari itu adalah, apakah Ricky masih mau membutuhkan pertolonganku?