Télécharger l’application
4.91% THE MOORS : LOST KINGDOM / Chapter 12: BAB I : CHAPTER 12 : Madeleine yang malang

Chapitre 12: BAB I : CHAPTER 12 : Madeleine yang malang

HAPPY READING AND HAPPY WRITING

Malam itu, hujan mengguyur kota Kanata, ibu kota kerajaan Lurie. Setelah hari dimana Madeleine mengatakan bahwa dirinya tengah mengandung anaknya. Ekspresi pria itu tak dapat Madeleine baca.

Namun terlepas dari itu semua, Oars menepati apa yang ia ucapkan. Semenjak Oars mengetahui kehamilannya, pria itu mengurusnya dengan baik, tak membiarkan dirinya kelaparan, dan memberikan fasilitas lainnya demi membuat dirinya nyaman.

Sudah 8 bulan lamanya sejak hari itu, kini Madeleine ditemani dengan tabib yang dibawa Oars tengah berjuang demi bayi kecilnya agar bisa melihat dunia.

Hari melahirkan Madeleine, lebih lambat dari perkiraan. Namun Madeleine tak memasalahkan hal tersebut.

"Nona, dorong sedikit lagi dengan lebih keras dan semua ini akan berakhir.." ucap tabib tersebut membimbing Madeleine di tengah tengah rasa sakit yang menderanya.

Setelah rasa sakit yang amat menyakitkan dan terasa panjang itu, hatinya tak dapat lebih bahagia dari hari ini kala telinganya mendengar suara bayi yang menangis kencang. Air matanya mengalir begitu saja tanpa bisa ia cegah ketika mendengar suara tangisannya.

"Betapa cantiknya dia.." ucap tabib tersebut dan mendekati Madeleine yang terkulai lemah dengan membawa bayi yang masih penuh darah itu ke sisi Madeleine.

Madeleine tak dapat berkata apapun, ia menangis dan menutup mulutnya menahan isakan yang keluar dari mulutnya. Hari ini dirinya telah resmi menjadi seorang ibu.

Pintu gubuknya dibuka oleh seseorang membuat atensi sang tabib dan Madeleine menatap ke arah pintu yang baru saja dimasuki oleh Oars yang basah kuyup.

Oars menatap tabib tersebut dengan bayi dalam gendongannya. Perlahan kakinya melangkah mendekat untuk melihat sang bayi. Ketika matanya bertemu dengan bayi mungil yang dibawa sang tabib, ekspresi yang Madeleine lihat bukanlah ekspresi kebahagiaan karena sudah menjadi seorang ayah, melainkan ekspresi yang terkejut.

"Bersihkan bayi itu," ucap Oars dingin.

"Baik yang mulia."

Tabib tersebut membawa bayi tersebut untuk dibersihkan dari darah yang masih menempel ditubuhnya. Madeleine berusaha untuk bangun dari tidurnya dan menggapai lengan Oars, namun pria itu bahkan tak menatapnya sama sekali dan pergi keluar tanpa berkata apapun.

Madeleine tak mengerti dan tak habis pikir dengan apa yang terjadi dengan sikap Oars. Ditengah lamunannya, tabib kembali ke dalam kamar Madeleine dengan bayi yang sudah ia bersihkan dan selimuti.

Madeleine menyodorkan tangannya untuk menggendong bayinya dengan penuh perasaan dan hati hati. "Bayiku.." Air matanya kembali tumpah saat kulitnya bersentuhan langsung dengan bayinya.

Beberapa menit setelah Madeleine menggendong bayinya, bayi tersebut tertidur dengan nyaman dalam dekapan hangatnya. Dengan hati hati, Madeleine membaringkan bayinya di sisi kasurnya.

Madeleine berusaha berjalan keluar kamarnya untuk melihat apakah Oars masih ada atau tidak. Perlahan tangannya membuka pintu rapuh di depannya.

"Bunuh bayi itu"

Belum sempat dirinya membuka pintu itu, suara Oars terdengar ke dalam indra pendengarannya. Sebelum ia mengeluarkan suara, ia membekap mulutnya sendiri dan dengan hati hati kembali menutup pintu.

Matanya kembali mengeluarkan air mata, kepalanya terasa berat karena dipenuhi pertanyaan pertanyaan untuk pria itu. Ia yang masih terkejut atas apa yang di dengarnya masih diam ditempatnya sembari mencerna apa yang terjadi.

Situasi ini mengingatkannya pada kematian kaisar Lurie III yang mati tepat di depan matanya karena dirinya hanya bisa diam dan termanggu di tempatnya membiarkan kaisar Lurie III dibunuh.

Sebelum semuanya benar benar terlambat dan dirinya menyesal untuk yang kedua kalinya, Madeleine segera melangkah mendekati bayinya dengan susah payah.

Ia menggendong bayinya dan segera keluar dari gubuknya melewati pintu lain tanpa peduli luka yang belum mengering yang membuat darahnya berceceran.

Ditengah hujan, Madeleine berjalan terseok seok berusaha secepat mungkin pergii menjauh dari gubuknya sebelum tertangkap oleh Oars.

Dalam kondisi tubuhnya, dirinya tak akan bisa berjalan lebih jauh lagi. Ia harus meminta bantuan pada seseorang. Tapi siapa.

Ditengah rasa frustasinya, Madeleine berjalan dengan menahan rasa sakit yang dirasakan di area kewanitaannya. Hingga ia bisa berjalan sampai ke ibukota. Setidaknya disini pasti akan ada orang yang melihatnya.

"Ga-"

"Garett"

"Garetta"

Panggil Madeleine pada wanita yang baru saja keluar dari bar bersama seorang pria. Wanita itu mungkin tak mendengarnya karena jarak yang jauh. Air matanya jatuh, kesadarannya seperti akan menghilang saat ini.

Madeleine jatuh terduduk bersandar di sisi tempat sampah tak sadarkan diri dengan bayinya yang menangis kencang dalam pelukannya.

"Leine..."

"Madeleine!"

Seseorang menepuk nepuk pipinya berusaha membangunkannya. Dengan mata yang berat, ia membuka matanya. Dalam kegelapan malam, ia tak dapat melihat jelas siapa yang berada di depannya.

Reflek, Madeleine memeluk bayi di pelukannya yang masih menangis. "Si-siapa kau?"

"Ini aku bodoh, kenapa kau disini?"

"Apa yang terjadi padamu? dan bayi siapa ini?"

Suara yang dikenal Madeleine membuat dirinya sedikit lega dan melonggarkan pelukannya pada bayi dalam dekapannya.

"Aku mohon Garetta, jaga anak ku.." ucap Madeleine tiba tiba sembari memegang kedua tangan Garetta.

"Aku mohon padamu.. nyawa anak ku dalam bahaya sekarang."

"Oars akan membunuhnya, dia akan membunuhnya, kumohon selamatkan dia Garetta, aku mohon..."

Madeleine menangis meraung memohon pada Garetta yang menatapnya dengan tatapan tak mengerti. Madeleine memberikan bayi dalam gendongannya untuk Garreta peluk.

"Cepat menyebar!" suara seorang pria di sekitar mereka membuat kedua wanita ini terkejut.

"Garetta kumohon... cepat pergilah... tolong bawa anak ku bersamamu"

Madeleine mendorong dengan panik, masih dengan tangisannya pada Garetta yang masih bingung dengan situasi yang terjadi.

Garreta dengan terpaksa berdiri dan membawa bayi itu bersamanya. "Garreta.."

Selangkah Garreta pergi meninggalkan Madeleine, suara lirih wanita itu yang memanggilnya membuat Garreta kembali.

"Bawa ini, dan pakaikan padanya. Apapun yang terjadi, jangan biarkan dia melepasnya"

"Bagaimana denganmu?" Madeleine menggelengkan kepalanya lemah.

"Terima kasih, Garret.."

Itu adalah ucapan terakhir yang dikatakan Madeleine sebelum wanita itu menutup matanya.

"Cari disana!"

Suara pria diikuti dengan langkah kaki seekor kuda membuat Garreta bergegas meninggalkan Madeleine.

"Tunggu! hei kau wanita yang disana!"

Garreta berdiri menegang di tempatnya ketika suara pria itu terdengar jelas di belakangnya. "Kami sedang mencari bayi dengan mata abu abu dan rambut perak."

"Sa-saya tak membawa bayi."

"Kalau begitu tolong balikan tubuh anda!"

Garreta semakin menegang dan bergetar. Apa yang harus ia lakukan, apa yang dikatakan Madeleine benar?

"Apa yang kau sembunyika nona.."

"Tidak ada"

"Kalau begitu tolong balikan tubuh anda atau kami akan memaksa!"

Garreta tak memiliki pilihan lain sekarang, tapi bagaimana dengan bayi yang dibawanya. Perlahan ia membalikan tubuhnya, berusaha menyembunyikan keberadaan bayi dalam gendongannya meski mustahil.

Salah satu prajurit turun dari kudanya dan berjalan menghampiri Garreta. Ia membuka tudung jubah yang dipakainya membuat Garreta semakin cemas. Perlahan prajurit melihat apa yang berada dalam gendongannya.

Sebelum benar benar prajurit tersebut melihat, suara salah satu diantara mereka yang berteriak menghentikan pergerakan prajurit di depan Garreta.

"Disini saya menemukan jasad wanita itu"

Garreta tak tahu harus senang mendengarnya atau sedih. Namun hatinya masih belum tenang karena prajurit di depannya masih belum mundur.

Setelah beberapa prajurit pergi meninggalkan Garreta dan satu prajurit di depannya, prajurit di depannya kembali mengalihkan atensinya pada Garreta. Tangannya membuka kain yang menutupi bayi tersebut.

Garreta semakin panik dengan apa yang akan terjadi selanjutnya. "Tuan.. saya mohon untuk jangan membunuh anak saya, saya baru melahirkannya tuan.."

"Bukan bayi ini yang kami cari nyonya,"

Prajurit tersebut kembali menunggangi kudanya dan pergi meninggalkan Garreta membuat Garreta dapat menghela nafas lega.

'Bayi dengan mata abu dan rambut silver' gumam Garreta dalam pikirannya.

Garreta melihat kembali bayi dalam gendongannya yang terlihat tenang dalam tidurnya. Aneh. Walau dalam kegelapan tadi, ia bisa melihat rambut bayi ini silver, tapi kenapa sekarang warnanya emas.

Tangisan bayi tersebut membuat Garreta terkejut dan tersadar dari lamunan singkatnya. Ia segera bergegas untuk pulang sebelum ia bertemu kembali dengan prajurit.

-

-

-

tbc


next chapter
Load failed, please RETRY

Cadeaux

Cadeau -- Cadeau reçu

    État de l’alimentation hebdomadaire

    Rank -- Classement Power Stone
    Stone -- Power stone

    Chapitres de déverrouillage par lots

    Table des matières

    Options d'affichage

    Arrière-plan

    Police

    Taille

    Commentaires sur les chapitres

    Écrire un avis État de lecture: C12
    Échec de la publication. Veuillez réessayer
    • Qualité de l’écriture
    • Stabilité des mises à jour
    • Développement de l’histoire
    • Conception des personnages
    • Contexte du monde

    Le score total 0.0

    Avis posté avec succès ! Lire plus d’avis
    Votez avec Power Stone
    Rank NO.-- Classement de puissance
    Stone -- Pierre de Pouvoir
    signaler du contenu inapproprié
    Astuce d’erreur

    Signaler un abus

    Commentaires de paragraphe

    Connectez-vous