Télécharger l’application
33.33% The Hunter: Sang Malam / Chapter 5: Terbangun

Chapitre 5: Terbangun

Silau.

Safira terbangun. Semerbak bau obat-obatan mengelilinginya. Selang infus menancap di lengan kanannya. Ada beberapa luka lebam di tubuhnya. Dan bekas jahitan di dahinya.

[Dimana aku?]

Matanya melirik ke kanan ke kiri. Sepi. Ini rumah sakit.

Safira masih mengingat-ingat mengapa dirinya bisa terbaring di rumah sakit. Ia berpikir keras. Kilasan ingatan muncul perlahan-lahan seperti film di otaknya.

Safira ingat ia dan pria bertubuh tinggi yang menyelematkannya tempo hari tersungkur ke tanah begitu berhasil keluar dari gudang petasan yang meledak. Ia melihat wajah khawatir mama yang berlari ke arahnya. Safira lega bisa melihat mamanya lagi, ia bangkit dari tanah dan berlari ke mamanya.

Lalu semuanya gelap.

[Rupanya aku pingsan]

"Kamu sudah sadar?" tanya seorang suster berbaju putih padanya. Safira nyaris tidak mendengar ketika suster itu masuk ke ruangannya.

"Untunglah kamu sudah sadar, ibumu menangis selama 3 hari ini," tambah sang suster.

[Hah? Tiga hari?]

Safira terkejut mengetahui dirinya tidak sadarkan diri selama 3 hari. Apa yang terjadi sebenarnya?

Paman Edgar masuk ke dalam ruangan. Suster meninggalkan mereka berdua.

"Hai, gadis cantik," Paman Edgar menarik kursi ke sebelah ranjang Safira. "Akhirnya kamu sadar."

Mata Paman Edgar yang hitam nampak lelah. Safira tahu pasti pamannya ini tidak tidur beberapa hari. Ia sudah banyak menyusahkan pamannya.

Sejujurnya Safira merasa terharu dengan ekspresi cemas yang terpancar dari wajah pamannya yang satu ini. Apalagi pamannya yang satu ini jarang menunjukkan wajah cemas, gelisah dan takut. Pamannya terlalu humoris.

Sejak kecil Paman Edgar sudah dianggapnya seperti ayahnya sendiri. Safira tidak tahu seperti apa wajah ayahnya. Mungkin mirip Paman Edgar yang notabene adik ayahnya.

Apa mungkin ayahnya punya mata hitam, kulit coklat, tubuh tinggi dan rambut lurus seperti pamannya? Itu yang sering ditanyakan Safira sejak kecil yang urung ia tanyakan kepada siapapun.

"Mana mama?" tanya Safira.

"Dia sedang tidur. Mamamu tidak bisa tidur 3 hari ini jadi terpaksa paman meminta dokter memberinya obat tidur."

Safira jadi merasa bersalah. Mama pasti sangat khawatir sampai tidak bisa tidur.

"Kemarin apa yang terjadi pada gudang itu? Bagaimana dengan pria yang menyelematkanku? Apa dia selamat?" Safira ingat pria yang menolongnya tempo hari.

Paman Edgar menggeleng. "Entahlah. Paman tidak melihat pria itu lagi setelah membawamu ke rumah sakit. Lalu gedung itu habis tanpa sisa. Beberapa hari ini berita tentang gudang petasan muncul di CNN dan berita nasional."

"Astaga! Apa separah itu?"

"Lumayan," paman mengangkat alisnya. "Cukup untuk membuat paman harus mencegah para wartawan itu masuk ke rumah sakit untuk mencari tahu informasimu. Orang-orang paman menjaga di rumah sakit saat ini."

Safira bisa membayangkan ledakan gudang petasan itu sangat besar hingga diliput berita nasional dan membuatnya menjadi target para wartawan. Safira agak merinding. Kalau sampai ditanyai wartawan bagaimana mungkin gudang itu meledak, ia pasti bingung harus menjawab apa.

"Sebenarnya…" Safira berusaha jujur. "Aku yang meledakkan gudang itu."

Paman diam mendengarkan.

"Ini mungkin terdengar aneh dan tidak masuk akal," Safira berusaha meyakinkan pamannya.

Paman Edgar hanya menggenggam erat tangan Safira.

"Bos," seorang pria gendut bertubuh tinggi tiba-tiba masuk ke dalam ruangan. "Kami mau memberitahu bahwa para wartawan itu semakin menggila. Mereka sudah memasuki lantai 2. Kami berusaha menahan mereka di dekat lift."

Paman Edgar hanya mengangguk dan menyuruhnya pergi.

Sebenarnya Safira tidak tahu pasti apa pekerjaan pamannya ini. Yang ia tahu adalah pamannya memiliki banyak anak buah dimana-mana. Dulu Safira pernah bertemu dengan para anak buah pamannya ketika masih kecil. Jumlah mereka banyak sekali. Dan sekarang Safira tahu apa gunanya punya banyak anak buah.

Perkataan anak buah Paman Edgar membuat Safira takut setengah mati. Bayangkan para wartawan itu sudah bisa masuk ke dalam rumah sakit dan sekarang berada di lantai 2 tempat Safira di rawat.

Pikiran Safira sudah mulai kemana-mana. Ia takut akan di bombardir dengan banyak pertanyaan oleh wartawan. Ia takut akan dipanggil polisi dan di introgasi kasus meledaknya gudang petasan. Dan yang paling parah, ia takut akan dipenjara karena kasus itu.

Safira mulai menangis.

Buru-buru Paman Edgar menggenggam erat lagi tangan keponakannya. "Tenang. Jangan khawatir."

"Bagaimana mungkin aku tidak khawatir, Paman? Aku… aku bisa saja dipenjara karena meledakkan sebuah gudang," isak Safira.

"Percayalah pada pamanmu ini. Tidak akan ada yang berani menyakiti apalagi memasukkanmu ke dalam penjara. Paman tidak akan pernah membiarkan itu terjadi," kata Paman Edgar sambil menatap mata Safira.

Safira mengangguk dan mengusap air matanya.


next chapter
Load failed, please RETRY

État de l’alimentation hebdomadaire

Rank -- Classement Power Stone
Stone -- Power stone

Chapitres de déverrouillage par lots

Table des matières

Options d'affichage

Arrière-plan

Police

Taille

Commentaires sur les chapitres

Écrire un avis État de lecture: C5
Échec de la publication. Veuillez réessayer
  • Qualité de l’écriture
  • Stabilité des mises à jour
  • Développement de l’histoire
  • Conception des personnages
  • Contexte du monde

Le score total 0.0

Avis posté avec succès ! Lire plus d’avis
Votez avec Power Stone
Rank NO.-- Classement de puissance
Stone -- Pierre de Pouvoir
signaler du contenu inapproprié
Astuce d’erreur

Signaler un abus

Commentaires de paragraphe

Connectez-vous