Satu minggu sudah berlalu sejak Gina pertama kali datang ke rumah keluarga Sanders, sejak saat itu juga Yohanes dibuat sakit kepala oleh masalah demi masalah yang datang pada bisnis keluarganya yang selama ini ia bangga-banggakan. Mulai dari serangan preman yang mengganggu kenyamanan para tamu, hingga sulitnya mencari suplier buah dan sayuran segar kini dialami oleh kesepuluh hotel kebanggan milik keluarga Sanders yang tersebar di Barcelona, Sevilla dan Madrid.
Yohannes bingung, ia tak mengerti kenapa masalah yang sudah lama tak muncul itu kembali datang lagi. Rasanya sangat mustahil masalah-masalah itu muncul kembali saat bisnis mereka dilindungi Massimo Del Cano, mengingat Massimo membuat kesadaran Yohanes muncul.
"Barbara...Barbara..kau dimana?"
"Barbara!!!"
Yohanes langsung berteriak seperti orang kesetanan memanggil nama istrinya, Barbara yang saat ini sedang menikmati waktu bersantainya dengan merangkai bunga ditaman belakang rumah mereka seorang diri hanya tersenyum tipis mendengar suaminya menyebut namanya kembali setelah hampir satu minggu ini mereka tidur terpisah.
Vanessa yang sedang membantu pelayan menyiapkan makan siang langsung melempar apron yang terpasang di tubuhnya secara sembarangan dan langsung menghampiri ayah mertuanya, berakting seperti menantu berbakti.
"Ada apa, Dad? Kau membutuhkan sesuatu?"tanya Vanessa dengan nafas terengah-engah karena baru saja berlari dari dapur.
Yohanes memicingkan matanya. "Aku mencari istriku." Yohanes masih marah pada Vanessa yang setuju jika Gina tinggal bersama mereka.
"Mommy ada di taman belakang seperti..."
Vanessa tak menyelesaikan ucapannya karena ayah mertuanya langsung berlalu dari hadapannya menuju taman belakang, melihat ayah mertuanya pergi begitu saja tangan Vanessa terkepal kuat. Giginya bahkan sampai berbunyi karena menahan amarah. Lamunan Vanessa baru hilang saat seorang pelayan menghampirinya, bertanya masalah buah yang akan disajikan diatas meja,
Sementara itu Yohanes Sanders yang sudah tiba di taman belakang nampak terlihat menghela nafas panjang saat melihat sang istri di hadapannya, dengan langkah panjang-panjang pria tua itu segera mendekati tempat istrinya duduk.
"Kalau kau mencariku karena membutuhkan bantuanku lebih baik kau pergi, aku tak mau membantumu." Seolah tahu dengan apa yang ada dalam pikiran sang suami Barbara langsung berkata ketus, meminta suaminya untuk pergi.
Langkah Yohanes pun langsung terhenti, padahal dua meter lagi ia sampai ditempat sang istri. "Ayolah, kita bukan anak muda lagi. mau sampai kapan kau seperti ini? kita sudah menikah lebih dari 50 tahun, Barbara."
Barbara Sanders langsung meletakkan gunting yang sejak tadi ia genggam diatas meja pada saat mendengar suaminya mengungkit usia pernikahan mereka, segera wanita anggun itu mengalihkan pandangannya pada Yohanes yang berdiri dihadapannya.
"Kalau kau ingat usia pernikahan kita kau harusnya sadar dan hafal bagaimana sifatku, Yohanes. Sejak 20 tahun lalu saat Julian menjalin hubungan dengan Sandra aku sudah banyak mengalah dan patuh padamu, bahkan saat aku mengetahui putraku menikahi wanita lain disaat istrinya sedang hamil aku diam saja. Tapi sekarang setelah hampir 19 tahun berlalu aku sadar bahwa aku terlalu bodoh untuk patuh padamu, aku tak akan tinggal diam lagi. Kau baru bisa bicara denganku saat kau setuju membawa cucuku pulang. Hanya itu syaratnya, aku mau Ginaku. Georgina Sanders Ku. Apa kau paham!!"
Yohanes membeliak. "Saat ini sedang ada masalah besar pada hotel-hotel kita dan kau masih membahas anak itu? Oh ayolah Barbara, jangan seperti ini."
"Itu masalahmu, jika hotel-hotel itu bangkrut aku masih punya uang yang cukup untuk bisa hidup berdua bersama Gina. Jadi aku tak akan..."
"Barbara!!!"hardik Yohanes dengan keras. "Kau sudah keterlaluan, apa anak itu lebih penting dari usaha yang sudah kita rintis sejak muda?"
Barbara Sanders tersenyum meski baru saja dibentak oleh suaminya, perlahan wanita itu turun dari tempatnya berdiri dan mendekati suaminya dengan anggun.
"Namanya Gina, Georgina. Bukan anak itu, suka atau tidak suka Gina adalah darah dagingmu. Keputusanku tetap sama seperti kemarin, bawa pulang Gina maka aku akan membantumu. Kalau tidak kau minta bantuan saja pada cucu pertama yang kau bangga-banggakan itu, yang bisanya hanya party, party, dan party. Membuang-buang uang yang kau cari dengan susah payah,"ucap Barbara pelan sambil tersenyum saat berjalan melewati Yohanes menuju kedalam rumah.
Yohanes tak merespon perkataan istrinya, Diego anak tiri putranya yang dijadikan anak pertama keluarga Sanders memang hanya bisa menghamburkan uang saja dan selama ini Yohanes tak ambil pusing dengan itu. Akan tetapi saat ini masalahnya lain, saat ini usahanya terancam dan Yohanes tak mau kerajaan bisnis yang ia bangun susah payah hancur. Dengan langkah cepat Yohanes pun menyusul istrinya, sepertinya ia akan mempertimbangkan permintaan istrinya untuk membawa anak dari wanita yang sangat ia benci itu.
Tanpa Yohanes dan Barbara tahu dari balik salah satu tiang penyangga Vanessa mencuri dengar pembicaraan mereka, wajah Vanessa merah padam saat mendengar kedua mertuanya menjelek-jelekkan Diego putranya.
"Silahkan saja bawa pulang anak itu, memang itu harapanku. Tapi jangan pernah kalian menjelekkan Diegoku, dia putraku yang berharga. Akan kulakukan apapun untuk membuat putraku menjadi pewaris tunggal keluarga ini, aku bersumpah." Batin Vanessa penuh tekad, kebenciannya pada sang ibu mertua pun kini hampir mendekati ambang batasnya. Rasanya Vanessa sudah tak sabat menunggu saat-saat dimana ia akan menjadi nyonya besar keluarga Sanders.
***
Julian sedang duduk menatap foto cantik Sandra yang sedang memamerkan sepasang sepatu bayi, foto terakhir yang ia ambil sendiri sebelum akhirnya meninggalkan Sandra. Pengecut. Satu kata itu mungkin tak akan cocok menggambarkan Julian 19 tahun yang lalu, ia terlalu patuh pada ayahnya yang diktator itu. Hanya karena Sandra yatim piatu pernikahannya dengan wanita cantik itu tak dianggap dan justru malah menikah kan nya dengan seorang janda muda yang memiliki anak umur satu tahun.
Mengingat masa lalunya yang bodoh emosi Julian selalu berkobar, ingin rasanya ia menyusul Sandra ke alam baka untuk meminta maaf pada istrinya itu. Namun karena Julian mengingat nasib putri mereka, buah cinta mereka yang belum mendapatkan hak-nya niat Julian untuk menyusul Sandra terpaksa ditunda.
"Permisi Tuan, anda mendapatkan tamu." Itu ucapan sekretaris pribadi Julian yang bernama Sunny wanita paruh baya seusia Julian dengan sopan menyadarkan Julian dari lamunannya.
"Tamu? Seingatku aku tak memiliki jadwal bertemu dengan siapa-siapa hari ini,"ucap Julian datar.
"Oh benarkah? Bagaimana jika yang datang berkunjung adalah orang yang selama ini sudah melindungi bisnis kalian, Sanders?"
Tubuh Julian kaku saat mendengar suara yang sudah lama tak ia dengar, suara bariton tinggi yang sangat ia hafal itu kembali terdengar lagi dan kini bahkan pemilik suara itu sudah berdiri tegak di hadapan Julian. Dia adalah Martin Carlo, saudara sepupu Massimo Del Cano sang pemimpin klan Del Cano bertahun-tahun.
"Hi Julian, Do you miss me?"
Bersambung