Rane berjalan melewati kamar mandi yang berada di dekat lift, saat ia melangkah tanpa sengaja ia mendengar suara pintu yang seperti di paksa di buka. Ia juga melihat handle pintu yang bergerak seperti seseorang yang tengah mencoba untuk membuka pintu. Rane mencoba mendekati pintu itu dengan logo laki-laki yang menempel di pintu, ia mengetuk untuk mengecek apa benar ada orang di dalam.
Lorong kelas juga mulai sepi karena bel peringatan untuk masuk kelas sudah berbunyi, hanya ada beberapa orang yang sedang berjalan menuju ruang kelas mereka masing-masing.
Rane mengetuk pintu sedikit keras. "Anyone in there??"
" Ya.. ya…" balas orang itu bersemangat dari dalam kamar mandi. " Bisa kau tolong bukakan pintu ini?"
Rane memutar kunci pintu lalu membukanya, dan nampaklah seorang murid laki-laki yang ia tahu itu adalah teman sekelasnya. Dengan seragam yang basah dari atas sampai bawah Ronald, murid laki-laki yang lagi-lagi kurang beruntung pagi ini.
" Kau tidak apa-apa?" tanya Rane prihatin.
Sedangkan laki-laki itu mencoba untuk mengeringkan seragamnya meski itu hal yang akan menjadi sangat sia-sia.
" Ayo, kita beli seragam untuk mu." Ajak Rane sambil menarik lengan Ronald.
" Tidak perlu Rane, terimakasih atas bantuan mu saat ini dan kemarin." Ronald mencoba menghentikan tarikan tangan Rane, ia tersenyum sambil membetulkan letak kacamatanya.
" Kau bisa terkena flu, dengan pakaian basah seperti itu."
" TIdak apa-apa, nanti akan kering dengan sendirinya, sebentar lagi guru akan masuk ayo kita ke kelas." Ajak Ronald ia tidak ingin menyusahkan orang lain. Terlebih Rane sudah dua kali membantunya.
" Hmm…. Apa mereka yang mengurung mu di kamar mandi?"
Mereka berjalan Bersama menuju kelas mereka berada. Ronald hanya mengangguk menjawab pertanyaan Rane, ia tau siapa yang Rane maksud.
" Kenapa kau tidak melawan mereka?"
" Itu tidak mungkin, bagi orang seperti ku dapat bersekolah di sekolah terbaik seperti ini sangatlah beruntung dan juga kedua orang tua ku tidak perlu mengeluarkan biaya sedikitpun." Jeda Ronald ia menghirup udara sebanyak-banyaknya dan menghembuskannya perlahan. " Ini hanya sampai mereka lulus dari sekolah ini, setelah itu aku bisa terbebas dari mereka."
" Orang seperti mu? Apa yang kau maksud mu?!"
" Salah satu dari banyaknya orang yang beruntung mendapat beasiswa untuk bersekolah disini. Kedua orang tua ku tidak akan mampu menyekolahkan ku disini Rane. Bukankah sama seperti mu?"
" Ya?" Rane sedikit bingung dengan pertanyaan Ronald, namun seketika ia paham. " Ya, kau benar."
" Kau masih beruntung dapat berteman dengan Tessa dan Tifany."
Tanpa terasa mereka sudah berada di depan pintu kelas. " Terimaksih sekali lagi atas bantuan mu." Sebelum Rane menjawab Ronald sudah lebih dulu masuk kedalam kelas.
Rane menyusul Ronald masuk kedalam kelas, dan di sambut oleh Tessa dengan berteriak dan langsung mendapat tatapan tajam dari teman-teman sekelasnya.
" Rane !!!" Tessa memanggil Rane dengan gerakan tangannya. Sedangkan Tifany wajahnya sudah berubah masam mendengar suara cempreng milik Tessa.
" Hai selamat pagi." Sapa Rane kepada ketiga temannya.
" Pagi Rane, pagi ini kau hampir terlambat."
" Ahh, aku memiliki sedikit urusan Laura." Rane mulai mengeluarkan buku pelajaran dari dalam tasnya.
" Kau membantunya?" tanya Laura, ia juga milirik Ronald yang masuk ke kelas hampir bersamaan dengan Rane.
Rane hanya mengangguk, sambil melihat arah pandang Laura. " Aku sudah mempringati mu untuk tidak ikut campur dalam masalah orang lain Rane. Kemarin kau hanya beruntung ada Leon yang menyelamatkan mu."
" Kau sangat mengenalku bukan?" Rane sangat tahu Laura hanya khawatir kepadanya.
" Karena aku sangat mengenalmu Rane, kau pergi bersama Leon saja kemarin nantinya dapat membuat dirimu dalam masalah lainnya. Dan mungkin semua orang akan mulai penasaran dengan siapa dirimu."
" Good morning everyone!!!" Miss Stevany memasuki ruang kelas dan seketika membuat pembicaraan Rane dan Laura terhenti dan mulai menyimak penjelasan dari guru mereka.
>>>
Leon duduk di kursinya, cukup merasa bosan mengikuti mata pelajaran saat ini. Terdapat dua bangku kosong yang penghuninya masih berada di luar negeri. Sangat enak menjadi anak dari pemilik sekolah, mudah untuk mendapatkan izin. Sedangkan dirinya harus terkurung disini, sebenarnya ada beberapa teman namun mereka tidak cukup dekat. Hanya saja mereka berada di tim basket yang sama dan juga sama-sama menjadi pemain utama.
Leon bangkit dari kursinya dan itu membuat seluruh kelas menatapnya dengan heran, tak terkecuali Mr. John yang saat ini sedang menerangkan di depan kelas.
" Sorry Sir, saya ingin ke toilet." Tanpa menunggu jawaban dari Mr. John Leon melenggang pergi begitu saja.
Jam terakhir sebelum memasuki jam istirahat, Leon memilih menuju area berkuda. Sepertinya dengan berkuda cukup untuk mengusir rasa bosannya.
Tiba di depan sebuah istal kuda dengan papan nama ' Sheridan' kuda jenis Warmblood. Kuda berwarna Hitam denga tubuh yang gagah dan kekar itu tengah menyantap makanannya dan menatap Leon ketika ia sudah berdiri di depan pintu istalnya.
" Hai boy." Sapa Leon kepada Sheridan, lalu ia masuk kedalam istal. " Kau ingin ku tunggangi hari ini?"
Sheridan menganggukkan kepalanya, seolah ia mengerti ucapan Leon. " Good boy." Leon mengusap kepala Sheriden dengan sayang. Sheridan juga salah satu dari tiga kuda milik Leon.
Pelatih yang biasa mengurus kuda-kudanya mengahampirinya." Kau bersiap, begitupun dengan ku bagaimana?" dan Sheridan kembali menganggukkan kepalanya dengan semangat.
" Hallo Mr. Heaton." Sapa pelatih Shriden itu. Laki-laki yang terbilang sudah berumur, namun masih cekatan dengan pekerjaannya.
" Jerry. Tolong siapkan Sheridan"
" Bukankah belum waktunya anda berada di luar kelas Tuan?" Jerry sangat tau ini bukanlah jam untuk Leon menunggangi kudanya.
" Aku hanya sedikit bosan di dalam kelas." Ucap Leon sambil berlalu, menuju kamar ganti.
>>>
Ia menempelkan telapak tangannya di mesin scanner yang berada di sebalah kanan pintu. Setelahnya pintu terbuka otomatis, leon berbelok kekiri menuju ruang ganti laki-laki.
Ia menuju loker dengan ukiran namanya di pintu loker. Ia mengambil pakaian khusus berkudanya lalu mengganti seragam sekolahnya. Setelahnya ia menggunakan sepatu boot khusus, setelah selesai ia bergegas menuju pacuan. Tidak lupa Helmt, cemeti dan kaca mata hitam Raybannya.
Sheridan juga sudah lengkap dengan seluruh peralatan yang terpasang di tubuhnya, dan juga sudah menunggu Leon di arena Latihan.
Leon sekali lagi memeriksa peralatan yang menempel di tubuh Sheridan apakah sudah terpasang dengan kuat atau belum. Setelah sudah ia mulai naik ke badan kekar Sheridan dengan mudah, meski terbilang kuda-kuda miliknya memiliki tubuh yang cukup tinggi.
Leon memposisikan tubuhnya dengan nyaman di atas Sheridan setelahnya mereka mulai bergerak perlahan. Hingga beberapa putaran Leon mulai menaikkan kecepatan Sheridan.
Hingga tidak terasa sudah satu jam berlalu, dan Sheridan tidak menunjukkan rasa lelahnya. Leon mengistirahatkan dirinya dan Sheridan sejenak, untuk mengisi ulang energi mereka. Leon menyerahkan Sheridan kembali kepada Jerry yang dari tadi menunggunya di luar lapangan pacu.
Leon berjalan menuju pondok istirahat, ia melihat jam Rolex Cosmograph Daytona Ice Blue di pergelangan tangannya. Tampa terasa 15 menit yang lalu sudah masuk jam istirahat, namun di sisi ini memanglah sangat sepi karena seluruh murid lebih memilih untuk berada di kafetaria, untuk mengisi perut mereka.
Leon menyesap minuman dengan perisa jeruk, yang sebelumnya tadi seorang pelayan mengantarkannya. Ia memperhatikan Sheridan yang di lepas di kandang, ia melepas kacamata Rayban dan meletakkannya di meja, dan perhatian Leon beralih menatap kuda lainnya yang berada di satu kendang dengan Sheridan.
Kuda berwarna emas, yaitu dari ras Akhal Teke. Leon tidak pernah melihat kuda itu sebelumnya disini.
Sebuah suara ribut-ribut mengalihkan perhatian Leon dari kuda berwarna emas itu. Tidak jauh dari tempatnya seorang gadis jatuh tersungkur dengan tiga gadis lainnya yang sepertinya mereka sedang berdebat. Dan gadis yang memaksa bangun itu selalu di halangi dan berakhir terduduk di atas rerumputan.
Leon mengenal salah satu dari tiga gadis itu, Gabriel. Salah satu gadis yang selalu mencoba mengejarnya. Mungkin dua lainnya adalah anak buahnya. Hingga akhirnya gadis yang terpaksa terduduk itu bangkit dan dapat Leon lihat dengan jelas siapa gadis itu.
" Rane." Gumamnya. Entah dorongan darimana Leon menghampiri mereka dengan langkah lebarnya.
Dan Leon tiba disaat yang tepat sebelum tangan Gabriel menyentuh pipi Rane. Dan itu membuat Gabriel dan teman-temannya sangat terkejut akan kehadirannya.
>>>
Rane keluar dari kamar mandi yang berada di dekat kafetaria, tadi ia teman-temannya pergi bersama. Hanya saja ia berbelok untuk ke toilet dterlebih dahulu dan menyuruh mereka untuk menunggunya di kafetaria.
Dan tanpa ia kira kedua pergelangannya di tarik begitu saja oleh dua orang dan satu orang yang berjalan di depan mereka memimpin jalan. Tentu saja itu menjadi perhatian seluruh orang yang hendak menuju ke dalam kafetaria. Namun mereka yang ingin menolong, melihat siapa yang memimpin dengan cepat mereka mengurungkan niatnya.
Rane terpaksa berjalan mengikuti Gabriel dan dua temannya itu dengan pasrah, memberontakpun tidak ada gunanya hanya membuang-buang tenaga. Hingga mereka tiba di taman yang menghubungkan arena berkuda dengan gedung sekolah.
Dan Rane yang tidak siap di dorong begitu saja hingga ia jatuh terduduk di atas rumput. Taman ini terbilang sangat jarang di lewati orang, bahkan hampir jarang dan hanya di lewati bagi mereka yang memiliki kuda disini. Itu juga hanya beberapa siswa kaya yang menyukai olahraga berkuda.
" Kau!!!" Gabriel mencengkram rahang Rane dengan sangat keras dan membuatnya meringis kesakitan. " Aku sudah memperingatkan mu untuk menjauhi Leon!!!"
Rane memberontak mencoba melepaskan cengkraman Gabriel di rahangnya, namun sayang kedua tangannya kembali di cekal oleh dua teman Gabriel, Helena dan Victoria. Rane menatap mata Gabriel, air mata sudah berkumpul di pelupuk matanya. Ia tidak boleh menjadi lemah hanya untuk masalah seperti ini.
Gabriel melepaskan cengkramannya dengan kasar bersamaan dengan dua temannya yang juga melepaskan tangannya. " Aku tidak pernah mendekati orang yang kau sebutkan itu. Bahkan dalam pikiran ku-pun tidak ada!" ucap Rane dengan sinis.
Rane mencoba bangun, ia sangat kesal selalu membahas orang yang sama. Jangankan mendekatinya mengenalnya saja hanya sebatas nama.
Gabriel sangat kesal mendengar perkataan murid baru itu. Ia piker siapa dirinya dapat berkata seperti itu kepada Leonnya. " You'r bitch!!" tangan Gabriel melayang siap memberikan tamparan di pipi gadis kurang ajar ini.
Rane yang reflek langsung menutup kedua matanya hingga beberapa saat tidak ada sesuatu yang mengenainya. Hingga ia mencoba membuka matanya dan melihat tamparan Gabriel yang melayang di udara tertahan oleh seseorang.
Rane melihat siapa yang menyelamatkannya itu, ia cukup terkejut dengan laki-laki yang berdiri di sisinya itu.
" Leon." Gabriel dan teman-temannya sedikit terkejut dan menatap takut mata yang menatap mereka dingin. Gabriel meringis kesakitan karena pergelangan tangannya di genggam cukup kencang, mungkin jika Leon menambah kekuatannya sedikit saja dapat membuat tulangnya di dalam sana retak.
" Pergi." Ucap Leon dan juga melepaskan pergelangan Gabriel yang sudah sangat merah itu.
Gabriel akan sangat takut jika Leon sudah menatapnya dengan tatapan yang tajam dan suara dinginnya. Meski di beberapa kesempatan ia masih berani untuk menggoda Leon. Gabriel dan teman-temannya memilih pergi, ia tidak ingin jika Leon malah semakin jauh darinya nantinya. Sebelum ia pergi ia memandang Rane dengan sinis.
Rane yang di pandang seperti itu hanya diam, ia tidak ingin menambah masalah lagi dengan Gabriel dan teman-temannya itu.
" Kau tidak apa-apa?" tanya Leon setelah Gabriel dan teman-temannya meninggalkan mereka.
Rane memejamkan matanya sejenak dan menghembuskan nafasnya pelan. " Aku tidak apa-apa. Terimakasih untuk bantuan mu saat ini."
" Bukan sebuah masalah."
" Tapi itu akan menjadi masalah ku setelah ini." Gumam Rane dan itu masih dapat di dengar jelas oleh Leon.
" Mengapa menjadi masalah mu?"
' Ia mendengarnya? Atau aku yang bicara terlalu keras?' tanya Rane dalam hatinnya. " Bukankah kalian sepasang kekasih?" tanya Rane dengan wajah polosnya.
Leon menyatukan kedua alisnya tidak suka dengan pertanyaan gadis di depannya itu, atau lebih sebagai pernyataan. " Jangan berbicara sembarangan."
" Aku tidak berbicara sembarangan, bukankah tadi pagi ia merangkul mu?"
Leon cukup terkejut dengan perkataan Rane, berarti tadi pagi Rane melihat dirinya di rangkul Gabriel?.
" Karena kau membantuku kemarin ia jadi salah paham dengan ku, aku sudah mengatakan jika aku tidak berusaha mendekati mu ataupun menyukai mu." Jelas Rane.
" Mengapa kau tidak menyukaiku?" Leon melangkah mendekat kearah Rane dan itu membuatnya melangkah mundur.
" Tidak."
" Tidak?" mungkin ego Leon terluka mendengar pernyataan Rane. Apa menurut gadis itu dirinya kurang tampan? Leon mencondongkan tubuhnya hingga wajah mereka hanya berjarak beberapa centi saja.
Rane dapat merasakan hembusan nafas Leon yang beraroma mint karena hembusan angin. Rane mendorong tubuh Leon agar sedikit menjauh darinya meski membutuhkan tenaga yang sangat besar dan itu berhasil membuat jarak yang cukup jauh di antara mereka.
" Karena, Gabriel dan teman-temannya akan terus mencoba menganggu ku." Rane merutuk perkataan yang keluar dari mulutnya. Berharap Leon akan menanggapi dengan berbeda.
" Dari perkataan mu, sepertinya.." Leon menganggantung perkataannya.
Dengan cepat Rane menyelanya wajahnya berubah menjadi memerah karena malu. " Jangan berfikiran yang bukan-bukan."
" Apa yang aku fikirkan?" Leon menarik pergelangan Rane hingga Rane menabarak dada bidang Leon meski masih di tahan dengan tangan mungilnya itu.
Rane mencoba memberontak namun tenaga Leon jauh lebih besar hingga terasa percuma. " Lepaskan aku."
" Jika kau tidak ingin di ganggu oleh mereka, kau cukup berada disisi ku." Entah Leon juga tidak mengerti dengan ucapan dan perlakuannya saat ini. Yang ia tahu ia suka menggoda gadis di depannya itu. Yang ada dipikiran Leon saat ini wajah memerah itu nampak sangat lucu.
Rane kesal dengan perkataan Leon, ia masih mencari cara untuk lepas dari laki-laki itu. Rane menggigit lengan Leon yang menopang tubuhnya hingga mereka terlepas. Dan dengan cepat Rane melangkah sedikit menjauh dari Leon. Jantungnya berdetak sangat cepat jika berhadapan dengan laki-laki itu. Ia akan menjauhi laki-laki itu untuk kesehatan jantungnya.
Leon meringis kesakitan, lengannya berdenyut nyeri di bekas gigitan dari gadis yang berani melawannya itu. Sebelumnya tidak ada yang berani melawannya sama sekali, bahkan gurupun.
" Bualan mu tidak berlaku untuk diriku." Rane pergi meninggalkan Leon begitu saja sambal menghentak-hetakkan kakinya. Ia melihat jam di pergelangan tangannya, waktu makan siangnya hanya tersisa 20 menit saja. " Aku hanya membuang waktu berbicara dengan laki-laki dingin itu!!"
Leon melihat Rane yang pergi meninggalkannya, ia hanya geleng-geleng kepala. Tanpa ia sadari sedikit demi sedikit sifat dinginnya perlahan mencair. Leon kembali menuju ruang ganti untuk mengganti bajunya saat ini dengan seragam sekolahnya.
***
16-11-2020
— Un nouveau chapitre arrive bientôt — Écrire un avis