Figo sedang dalam masalah, pikirannya terus melayang karena ucapan Delvis yang sepertinya bisa diterima oleh Figo. Lelaki itu terlalu menjadikan Ervina ratu, tapi sebaliknya. Ervina hanya menghubungi di kala sedang butuh saja, seperti malam itu, saat dirinya meninggalkan Zalfa. Tolong jangan salahkan Figo, rasa cintanya pada Ervina membuat dia menutup hati dan akalnya. Bahwa selama ini, dia hanya dimanfaatkan. Tapi, balik lagi. Seperti yang suda dilakukan Zalfa padanya, dia melakukan itu pada Ervina. Wanita yang diidam-idamkan selama ini.
Figo melihat kembali wajah yang tidak sengaja dia gambar, wajah ini lebih mirip dengan wajah perempuan yang pertama kali dia dekati di kampusnya dahulu, mungkin jika Dewan yang melihatnya, lelaki itu tidak mungkin hafal bahwa yang digambar oleh Figo adalah Zalfa pada zaman masih kuliah dulu, Figo jadi kembali mengingat awal pertemuannya dengan Zalfa dahulu. Tidak banyak yang sudah tau, bahwa sebenarnya mereka pernah satu kampus. Termasuk Dewan.
Flashback on
Figo adalah mahasiswa semester awal, berbeda dengan Zalfa yang biasa disebut mahasiswa abadi, padahal dia hanya telat wisudah satu tahun saja. Akibat cuti, entah karena apa, tidak banyak orang tau.
Setelah kembali ke kampus, di tahun yang sama, mereka bertemu. Figo awalnya cuek, siapa juga yang ingin berkenalan dengan mahasiswa abadi, dengan postur tubuh yang menghabiskan tempat duduk, jangan lupa, wajahnya yang berjerawat seperti tidak pernah dicuci. Ini bukan membuli, ini benar-benar kenyataan. Zalfa memang seperti itu, tapi walaupun begitu, Zalfa tetap dengan tampilan yang modis, tak sedikit orang bilang dia menjadi simpanan.
Singkat cerita, Figo hanya mendengar desas-desusnya saja. Selebihnya, Figo tidak terlalu perduli, sampai takdir seperti menyeretnya harus ada di situasi menyayangi perempuan itu. Wanita yang sedang menangis di perpustakaan itu membuat Figo merasa iba. Saat didekati Zalfa sangat jual mahal sekali,
"Kenapa nangis Mbak," ujar Figo dengan santai, tanpaerada berdosa. Tolong ingatkan panggilan itu tidak pantas untuk Zalfa, yang sebenarnya tidak setia itu untuk dipanggil Mbak.
"Apa perduli kamu, sudah jangan ganggu Saya." Zalfa tetap dengan keras kepalanya.
"Justru Mbak yang ganggu orang yang ada di perpustakaan ini, mengobrol saja tidak boleh, apalagi menangis." Figo adalah pahlawan untuk beberapa orang yang ingin sekali menegur Zalfa, tapi tidak berani, karena ingat betapa galak dan judesnya perempuan itu.
"Terus kenapa? Kalau gak suka jangan di sini, ke taman aja sana! Sekalian ke kuburan, sepi banget di sana." Perintah Zalfa. Perempuan itu tidak merasa bersalah sama sekali.
"Gini deh, Mbak kalau butuh teman curhat, saya siap dengerin kok, tapi jangan buat orang lain yang lagi belajar ngerasa terganggu, apalagi mereka yang di kelasnya ada kuis. Emang mbak mau kalau mereka sampai jadi mahasiswa abadi kayak Mbak?"
Figo sangat berani, dia tidak tau dengan siapa dia sedang berdebat. Zalfa sudah terkenal galaknya. Itu juga salah satu alasan kenapa perempuan itu tidak punya teman dekat. Mereka datang silih berganti, hanya karena banyak keperluan saja. Sisanya sama sekali tidak perduli. Dunia memang sekejam itu, apalagi bagi golongan minus seperti Zalfa.
"Lo rese." Beruntung sekali, Zalfa tidak ingin berantem saat ini, menurutnya berbicara segitu banyak sudah membuatnya lelah. Zalfa mengalah, meninggalkan perpustakaan itu.
Selepas Zalfa pergi, semua yang ada di dalam perpustakaan bersorak gembira. Beberapa dari mereka memuji Figo. Tapi, lelaki itu merasa biasa saja, karena dia merasa sudah melakukan hal yang benar. Menegur orang yang berisik di dalam perpustakaan.
Melihat mereka bergembira, malah membuat Figo sedikit penasaran pada sosok perempuan itu, kenapa juga perempuan itu menangis di tempat yang ramai, apa tidak malu? Atau sengaja ingin mencari perhatian saja.
Figo penasaran, lelaki yang awalnya ingin melanjutkan bacaannya, menutup bukunya. Dia mencari Zalfa. Figo tidak tau akan ada di mana Zalfa, tapi sepertinya masih disekitaran kampus.
Lelaki itu pergi ke beberapa tempat biasa mahasiswa menunggu sebelum ada kelas, tapi Zalfa tidak ada, dia sampai bertanya pada orang lain, banyak yang tidak tau, beruntung ada satu orang yang tau di mana perempuan itu.
Figo segera pergi ke tempat yang diberitahu oleh orang tersebut, ternyata benar. Zalfa sedang duduk, sembari tertawa bahagia, saking kelewat bahagia Figo sampai merinding mendengarnya.
Awalnya Figo hendak mendekat ke arah Zalfa, tapi mendengar suara perempuan itu, membuat Figo perlahan mundur. Lelaki itu malah mengira bahwa perempuan itu tengah kesurupan. Akhirnya, Figo memberanikan diri dengan sembari membaca-bacaan ayat yang dia bisa setidaknya untuk membuat perempuan itu agar tidak diganggu makhluk halus.
"Mbak minum dulu Mbak," ujar Figo, memberikan sebotol minuman yang biasa dia bawa, tapi sumpah demi apapun, minumnya itu belum dia minum hari ini, jadi masih higenis.
"Kamu lagi, ada urusan apa kamu ganggu saya lagi, belum cukup kamu usir saya di perpustakaan, saya sekarang sedang di taman belakang kampus mau kamu usir juga!" Marah Zalfa.
Fix. Figo berpikir bahwa Zalfa benar-benar kesurupan, tidak lagi meminta baik-baik untuk meminum air mineralnya, Figo membuka botol itu dan menyiramnya ke wajah perempuan yang menatap Figo dengan sangat horor.
"Gila Kamu ya!" Teriak Zalfa, perempuan itu segera menggulung rambutnya yang awalnya digerai sekarang barulah terlihat handset tanpa kabel, yang menempel di telinganya, Zalfa membukanya.
"Kalau handset saya kenapa-kenapa, kamu harus ganti dengan yang lebih mahal dan juga yang original."
Ancaman itu, sukses membuat Figo paham. Bahwa perempuan itu tertawa mungkin karena sedang menelpon bersama seseorang.
"Maaf, saya kira Mbak kesurupan, lagian waktu di tadi nangis kejer, sekarang ketawa ngakak banget. Saya kita..."
"Saya lagi mendengarkan drama Korea."
"Mendengar?" Tanya Figo mengulang salah satu kata dari kalimat yang diucapkan Zalfa.
"Karena saya tidak suka menonton, semua hanya fiksi belaka, saya tidak percaya ada pasangan seromatin drama Korea. Bahkan saya tidak pernah melihat ada laki-laki menangis karena terlalu cinta pada seseorang. Karena kebahagian hanya perlu didengarkan saja. Setelah itu, anggaplah aja angin lalu."
Figo mengerti tidak mengerti apa yang diucapkan Zalfa, mungkin Figo masih merasa aneh, kenapa wanita itu tidak menonton saja, kan lebih mudah. Kenapa harus dipersulit, ya mendengarkan memang tidak sulit, tapi kan adegannya jadi tidak terlihat, jadi gak bisa merasakan. Aneh sekali.
"Tidak percaya tapi ditonton?"
"Didengarkan." Koreksi Zalfa karena menurutnya Figo salah bicara.
"Aneh."
"Ya begitulah, saya sudah dengar kata itu lebih dari seribu kali dalam hidup ini, mulai dari orang yang dikenal, tidak dikenal bahkan mereka yang selewatan melihat saya akan berkata seperti itu. Sebenarnya bukan saya yang aneh, tapi kalian yang gak bisa menerima perbedaan."
Figo duduk, disebelah Zalfa. Lalu lelaki itu mengulurkan tangannya pada Zalfa.
"Figo."
"Zalfa."
Layaknya orang normal yang sedang berkenalan, mereka berjabat tangan dan saling menanyakan asal usul satu sama lain, yang Figo pahami saat ini adalah. Zalfa tidak seburuk yang dikatakan teman-temannya bahkan dia sangat waras dan enak diajak mengobrol.
"Ingat ya Figo, Kamu itu masih muda, banyakin berdoa, semoga kelak gak punya teman yang kerjaannya cuma numpang hospotan aja."
Sebenarnya, arti kata yang ingin Zalfa sampaikan adalah karena perempuan itu melihat Figo terlalu baik, bisa saja lelaki itu dimanfaatkan orang lain, maka dari itu Zalfa memperingatinya sejak saat ini.
Zalfa berdiri, meninggalkan Figo yang tersenyum misterius. Hari ini, diluar dugaannya, bisa berkenalan dengan perempuan yang unik seperti Zalfa adalah anugerah untuknya. Mulai saat itu, Figo bertekad untuk bisa lebih dekat lagi dengan Zalfa, dia bahkan belum sempat meminta nomor teleponnya
Flashback off
ini baru awalannya ya.. masih akan ada banyak flashback lagi di part selanjutnya.. stay healthy semuanyaa.