"Kamu ada masalah apa?" tanyaku. Tidak biasanya Dina membahas hal-hal seperti ini.
"Ayahku bekerja dari pagi hingga sore. Ibuku juga, jadi pegawai biasa. Memang, kebutuhan kami secara materi tercukupi. Hanya saja, waktu untuk keluarga semakin hilang. Apalagi sejak adikku masuk pesantren, Rumah rasanya seperti tempat tidur saja. Tidak ada warna keluarganya," Dina terdiam, "Aku nggak mau, jika nanti punya pekerjaan yang menghabisi waktu, anak-anak tidak boleh merasakan kesepian seperti apa yang aku rasakan."
"Dina."
Aku terdiam sejenak.
"Kamu nggak akan pernah kesepian. Aku akan selalu berusaha ada untukmu."
Dina tersenyum.
"Asal ..." sambungku.
"Asal apaan?" tanya Dina.
"Traktir aku makan."
"Bisa serius nggak, sih," Dina berubah kesal.
"Haha. Tenang, bagian menemanimu itu bagian serius, kok," balasku sambil menghindari cubitan Dina.
"Doni?"
Dina terdiam sejenak, seperti sedang menyiapkan sesuatu.