Télécharger l’application
0.52% Sekolah Sihir: Keajaiban Tersembunyi / Chapter 2: Chapter 2 : Masalah perasaan Green

Chapitre 2: Chapter 2 : Masalah perasaan Green

Ketiga murid perempuan menundukkan kepala agar tidak melihat langsung mata wanita berkacamata di depan dengan dagu bertumpu pada kedua tangan memandang mereka dengan tajam.

Ia adalah Kepala Sekolah di sekolah sihir, Rosalyn, soal kekuatan yang ia miliki itu masih menjadi rahasia, kalau saja ia tidak memakai kacamata tebal mungkin ia akan terlihat cantik, sebenarnya itu hanya pemikiran kebanyakan orang saat melihat orang yang memakai kacamata, kenyataannya mereka tidak tahu apa-apa. Kepala sekolah Rosalyn memiliki mata hitam, warna kebanyakan manusia di Bumi dengan rambut lurus menutup leher dan jujur itu tidak cocok untuknya.

"Apa yang kau lakukan Lisa?" tanya Kepala Sekolah Rosalyn pada murid perempuan berambut panjang ikal, itu membuatnya terkejut dengan refleks mengangkat kepalanya melihat Kepala Sekolah Rosalyn.

"Mhhh ... Itu anu, aku pikir Lyne akan mengeluarkan kekuatannya, jika sampai itu terjadi, kamar akan terbakar untuk yang ke ... satu ... dua ... tiga ..." Lisa mulai menghitung berapa kali kamar asrama mereka terbakar karena kemarahan Lyne.

Kepala sekolah Rosalyn memukul jidatnya yang sedikit jenong dengan pelan. "Hentikan! Kembali ke kamarmu." Perintahnya.

"Baiklah." Lisa berjalan menuju pintu. "Aku akan menunggu kalian di luar!" ucap Lisa tanpa basa-basi. Kepala sekolah Rosalyn yang mendengar itu tidak habis pikir dengan sifat Lisa yang begitu ceroboh, Lyne dan Green hanya bisa tersenyum tipis merespon ucapan Lisa.

BLAM!

Suara bantingan pintu kayu terdengar saat Lisa menutupnya. Sesuai dengan janjinya, ia berdiri menunggu teman sekamarnya di luar dengan tangan di belakang dan bersandar pada dinding sejengkal jauhnya itu membuat tubuhnya sedikit miring. Karena penasaran, ia kembali ke posisi semula, mencoba dengan kekuatannya untuk melihat apa yang terjadi di ruangan Kepala Sekolah Rosalyn.

Tanpa Lisa sadari, seorang Pria tersenyum melihat tingkahnya. "Jika Kepala Sekolah Rosalyn tau, kau akan dapat hukuman lagi." ucapnya.

Lisa terkejut. Dengan cepat mengedipkan mata, menoleh, melihat pria itu, saat tahu siapa dia. Lisa hanya bisa memberikan senyuman lebar, begitu juga dengan Pria tersebut.

"Hai kak Habil." Sapa Lisa.

"Hai." balas Habil memberikan senyuman manis pada Lisa. Tentu saja itu membuat Lisa salah tingkah dan Habil menyadari itu. Lisa kembali ingat dengan remaja laki-laki di ruang informasi murid, niat ingin bertanya harus sirna saat pintu ruangan Kepala Sekolah Rosalyn terbuka.

"Aku sedang menunggu mereka." ucap Lisa menunjuk Lyne dan Green yang baru saja keluar dari ruangan tersebut.

Green yang menyadari kehadiran Habil dengan cepat menyembunyikan wajahnya dan berlari meninggalkan mereka.

"Kenapa dia?" tanya Lyne kebingungan.

"Nggak tau." jawab Lisa menggelengkan kepala.

"Sudah sana kembali ke kamar!" pinta Kepala sekolah Rosalyn. "Habil? Apa kau ada keperluan?" tanya Kepala Sekolah Rosalyn, saat menyadari kehadiran Habil.

Lyne menarik tangan Lisa untuk meninggalkan tempat tersebut.

Habil tersenyum melihat kepergian kedua murid perempuan itu.

"Ya, saya ingin memberikan jadwal pelajaran baru yang anda minta." Memberikan sebuah map pada Kepala Sekolah Rosalyn, wanita dewasa itu menerima map tersebut.

"Wah, terima kasih. Mau mampir untuk minum teh dulu?" tawar Kepala Sekolah Rosalyn membuka pintu ruangannya lebar-lebar.

Habil menggeleng. "Tidak, lain kali saja, saya masih harus menyelesaikan pekerjaan lain." Tolak Habil secara halus.

"Oh ya, saya dengar kalian mendapat murid didik baru di Bumi, bagaimana rupanya?" tanya Kepala Sekolah Rosalyn penasaran.

Habil mencoba mengingat kembali sosok remaja laki-laki itu. "Yang saya ingat hanya matanya yang merah keemasan, intinya dia laki-laki." Habil tertawa kecil. Kepala Sekolah Rosalyn pun ikut tertawa, entah apa alasannya ia ikut tertawa.

"Kalau begitu saya permisi dulu. Selamat malam." Habil membungkukkan badannya dan berjalan pergi meninggalkan Kepala Sekolah Rosalyn.

~*~

Green mencoba memangkas bunga liar yang tumbuh di sekeliling lantai kamar asrama, karena lantai kamar terbuat dari batu murni itu membuat tumbuhan tersebut berkembang pesat.

"Ya Tuhan ku yang maha agung. Apa yang terjadi?" tanya Lisa terkejut saat mendapati lantai kamar asrama dipenuhi rerumputan. Awalnya Lisa begitu terkejut, tapi ia dengan senang melepas sendalnya dan melompat-lompat di atas rerumputan tersebut.

"Lyne, cobalah ini sangat nyaman." Suruh Lisa menikmati setiap pijakan kakinya.

Lyne hanya diam melihat tingkah laku Lisa, lalu ia pun melihat Green.

"Apa yang terjadi?" tanya Lyne.

"Itu, gara-gara perasaan." jawab Green malu-malu.

"Perasaan suka pada kak Habil?!" Tebak Lisa asal bicara. Membuat Green kembali malu, itu membuat rumput bunga kembali tumbuh.

"Green hentikan itu!!" teriak Lyne tidak suka dengan padang rumput yang dibuat Green. Tapi tidak untuk Lisa, remaja itu malah terlihat senang.

~*~

Untuk kesekian kalinya Lyne menguap menahan kantuk dengan mata terus melihat Lisa yang masih bersemangat bermain-main dengan taman bunga yang tumbuh di dalam kamar asrama mereka, dan yang menyebabkan ini semua hanya bisa menunduk malu karena kesalahannya, petugas kesehatan sekolah sihir bahkan mencoba menenangkan Green untuk tidak terlalu membesar-besarkan perasaan nya itu.

"Sekarang tarik napas, lalu hembuskan, rileks-kan diri mu."

Green menurut.

"Bagaimana? Sudah lebih baik?" tanya Petugas kesehatan.

Green mengangguk pelan. Perlahan padang rumput di kamar mereka pun berangsur menghilang, Lisa cemberut kecewa.

"Sepertinya kau harus lebih rajin belajar mengendalikan emosional mu itu." ucap Petugas kesehatan, memberikan selembar kertas pada Green.

"Terima kasih, aku akan berusaha." balas Green menerima kertas tersebut dan berjalan menuju kamar. Green mencoba menutup pintu kamar dengan perlahan, melihat Lyne yang sudah tertidur lelap sedangkan Lisa, sepertinya ia masih ingin bermain di atas rerumputan.

"Padahal aku suka rumput bunga itu." ucap Lisa kecewa, memoyongkan bibirnya.

"Besok kita ke taman bagaimana?" Tawar Green.

"Tidak tertarik!" balas Lisa menutup tubuhnya dengan selimut.

Green terdiam, memandangi telapak tangannya, sedikit ada selaput halus seperti seekor laba-laba. Green bukanlah manusia, ia adalah makhluk Elf, itu sebabnya ia memiliki telinga yang berbeda dari Lisa dan Lyne ras manusia murni. Green masih berpikir, bagaimana bisa ia terjebak di dalam sekolah sihir ini. Tapi sepertinya ia tidak perlu khawatir karena elf di sekolah ini bukan hanya dirinya. Malam ini Green tidak bisa tidur, ia mencoba berjalan menuju jendela untuk membuka tirai yang menghalangi angin yang ingin masuk kamar, angin dengan lembut membelai wajah Green yang putih bersih, ia mencoba memejamkan mata samar-samar mendengar suara musik alam pada malam hari. Suara binatang malam yang lebih jelas terdengar di telinga Green.

"Green ini sudah malam, tidurlah." ucap Lyne saat tahu temannya belum terbaring di tempat tidur.

Green membuka matanya. "Baiklah." Saat ia ingin beranjak, tanpa sengaja ia melihat seseorang di atas atap gedung sekolah.

"Siapa dia?" tanya Green.

["Jangan menatap ku seperti itu!"]

Green terkejut, ia mencoba melihat sekeliling kamar, namun tidak ada siapapun selain mereka. Entah kenapa ia baru saja mendengar suara laki-laki di telinganya.

["Kenapa? Terkejut?"] tanya suara laki-laki terdengar kembali di telinga Green. Green mulai menyadari dari mana asal suaranya, ternyata orang yang ada di atap itu penyebabnya. Green melihat kembali, ia masih duduk di sana, tidak terlihat jelas wajahnya seperti apa.

"Si-Siapa kau?!" tanya Green di dalam hati.


next chapter
Load failed, please RETRY

Cadeaux

Cadeau -- Cadeau reçu

    État de l’alimentation hebdomadaire

    Rank -- Classement Power Stone
    Stone -- Power stone

    Chapitres de déverrouillage par lots

    Table des matières

    Options d'affichage

    Arrière-plan

    Police

    Taille

    Commentaires sur les chapitres

    Écrire un avis État de lecture: C2
    Échec de la publication. Veuillez réessayer
    • Qualité de l’écriture
    • Stabilité des mises à jour
    • Développement de l’histoire
    • Conception des personnages
    • Contexte du monde

    Le score total 0.0

    Avis posté avec succès ! Lire plus d’avis
    Votez avec Power Stone
    Rank NO.-- Classement de puissance
    Stone -- Pierre de Pouvoir
    signaler du contenu inapproprié
    Astuce d’erreur

    Signaler un abus

    Commentaires de paragraphe

    Connectez-vous