Télécharger l’application
61.7% Sayap Hitam / Chapter 29: Bangun

Chapitre 29: Bangun

Ravi tersentak membuka matanya merasakan sesuatu hendak menerobos masuk ke dalam dirinya. Dia terkejut menemukan setengah bagian tubuh Ravi telah terangkat dengan kedua kakinya telah tersampir pada leher Raymond.

"Apa-apaan ini, Raymond?" Ravi tanpa sadar berteriak dan bergerak menjauh dari Raymond ketika Ravi menyadari posisi mereka yang aneh ini.

"Ravi, ini dilakukan di dalam video itu." Raymond berkata tampak bersalah, tetapi bukan itu jawaban yang ingin Ravi dengar. Dia menarik selimut untuk menutupi tubuh telanjangnya masih menatap Raymond dengan penuh tanya tentang apa yang baru saja terjadi. Apapun yang Raymond tonton tidak seharusnya dia melakukannya tiba-tiba tanpa persetujuan Ravi.

"Apakah kamu bisa melakukannya begitu saja padaku saat aku tidur?"

Ekspresi Raymond langsung turun, dalam sekejap ada cairan bening yang menyelimuti mata berbeda warna itu. Raymond langsung menutup wajahnya, sambil berkata dengan suara teredam. "Maaf, Ravi. Maafkan aku. Aku tidak tahu, aku pikir Ravi memanggilku untuk itu."

Ravi memijat pangkal hidungnya, dibandingkan apa yang baru saja hendak Raymond lakukan padanya, Ravi justru masih memikirkan tentang mimpinya yang terasa sangat nyata. Jika itu benar-benar terjadi, maka Adrian pasti telah membunuhnya dengan pedang itu menancap di tubuhnya. Namun, kejadian buruk Ravi yang berada di tengah hutan adalah bagian dari mimpinya yang aneh. "Lupakan barusan, kamu sudah mengakui kesalahanmu. Di masa depan kamu tidak bisa melakukan hal-hal seperti itu tanpa bertanya lebih dahulu."

Raymond menurunkan tangannya sehingga mata itu bisa mengintip untuk menatap Ravi dengan keragu-raguannya. "Jadi, aku harus bertanya lebih dahulu pada Ravi?"

"Bagaimana bisa itu menjadi aku. Maksudku saat kamu akan melakukannya dengan orang lain."

"Jadi, aku tidak perlu bertanya saat bersama Ravi?" Alis Ravi langsung menukik dengan kesimpulan yang dibuat oleh Raymond. Pria itu bergeser perlahan mendekat pada Ravi, matanya tetap tertuju padanya.

"Siapa yang akan melakukan lagi denganmu? Raymond, apakah kamu tahu bahwa apa yang kita lakukan salah. Itu tidak normal."

"Aku tidak ingin melakukannya dengan orang lain. Hanya Ravi, itu tidak salah sama sekali."

Bagaimana caranya membuat Raymond mengerti bahwa Ravi sebenarnya tidak ingin terjebak seperti ini, dia masih ingin hidup normal seperti sebelumnya. Yang kemarin telah dia lakukan adalah kesalahannya, sehingga Raymond menganggap itu adalah kebenaran.

"Raymond, pria seharusnya bersama dengan wanita. Bukan pria dengan pria."

"Aku tidak peduli, aku ingin bersama Ravi dan melakukannya dengan Ravi." Raymond berkata hampir merengek sambil tangannya menarik-narik pelan selimut yang menutupi tubuh Ravi.

Apakah Raymond tidak memperhatikan ketelanjangan dirinya sendiri saat berbicara dengan Ravi sekarang?

"Ravi, bisakah aku melakukan lagi seperti kemarin?" tanya Raymond seperti percakapan sebelumnya tidak pernah terjadi.

Ravi berusaha keras untuk tidak melihat ke arah bawah pada Raymond. "Tidak. Kita tidak bisa."

Ravi tidak akan luluh dengan tatapan itu atau jika dia akan jatuh padanya, Ravi telah bangkit berdiri keluar dari ranjang bersama selimut yang membungkus tubuh. "Aku akan mandi dan kemudian mencari sarapan."

Raymond tanpa perintah pun mengikuti hal yang sama dengan yang Ravi lakukan. "Aku ingin ikut bersama Ravi."

"Tidak, kita tidak mandi bersama. Kita akan mencari sarapan bersama."

"Bolehkah aku ikut mandi bersama Ravi?" Raymond tampaknya tidak akan menyerah, apalagi pria besar itu menggoyang-goyangkan selimut Ravi sambil memandangnya dengan tatapan memohon itu.

"Baiklah, hanya untuk kali ini. Aku tidak akan terpengaruh lagi dengan tatapanmu." Ravi melemparkan selimutnya kembali ke ranjang, dia pikir dirinya tidak perlu mengenakannya lagi.

"Waw!"

Mulut Ravi langsung berkedut dengan kepala menyentak ke arah Raymond. "Apa-apaan tadi?"

Ravi memperhatikan bagaimana wajah Raymond telah menjadi merah sepenuhnya, aroma cokelat pekat kembali menguat membuat Ravi mencengkeram jemarinya kuat di sisi tubuhnya. Pria itu menggerak-gerakkan tangannya di masing-masing sisi tubuhnya sambil menjauhi pandangan Ravi, dia tidak mungkin tidak memperhatikan rambut hitam Raymond yang teracak sempurna tertimpa cahaya pagi serta menyiram kulit kecokelatannya. Pria itu berdiri menegang dengan kegugupan yang bisa Ravi rasakan merambat ke arahnya. "Ravi sangat sempurna. Aku sangat ingin menyentuh Ravi."

Ravi tercengang dengan perkataan Raymond barusan hingga tidak tahu akan mengatakan apa-apa lagi.

"Dahulu aku hanya hidup dengan bayangan Ravi di dalam pikiranku. Sekarang aku bisa melihat Ravi secara langsung dan sebelumnya aku bisa menyentuh Ravi." Raymond berkata dengan malu-malu, tentu saja Ravi lebih malu lagi.

Dalam hidupnya selalu seperti ini, memiliki teman tidak benar-benar bisa Ravi rasakan secara nyata. Dia tidak pernah mengatakan pada Daniel sudah berapa banyak dirinya hampir nyaris diperkosa oleh para pria yang mengaku menjadi temannya. Ravi selalu bisa menghindar saat itu, tetapi Ravi selalu bertanya-tanya mengapa hal ini bisa terjadi padanya? Para wanita rasanya tidak pernah tertarik padanya, tetapi dengan pria mereka bahkan mengatakan secara langsung untuk membawa Ravi ke hotel di perkenalan pertama mereka.

Dengan Raymond mengatakan itu, Ravi sangat takut. Dia menyadari kesalahannya dengan mencoba lebih dahulu 'tidur' dengannya karena rasa penasaran itu. Ravi menyesalinya, dia tidak ingin seperti mereka. Ravi hanya ingin hidup secara normal, bentuk penyimpangan seperti ini tidak akan pernah bisa dibenarkan oleh dunia.

Ravi mengerjap beberapa kali untuk menghalau matanya yang tiba-tiba memburam. Dia bergerak ke arah Raymond untuk meraih lengannya. "Ayo kita mandi, kamu terlihat sangat kotor."

Raymond menahannya ketika Ravi menariknya menuju kamar mandi mereka. "Ada apa?"

Raymond menunduk melihat tangan mereka yang masih terjalin. "Maafkan aku Ravi. Aku tidak pernah ingin membuat Ravi sedih."

Ravi tetap menarik Raymond ke dalam kamar mandi dan menguncinya, dia mendongak menatap pria itu dengan serius. "Tidak, kamu tidak membuatku sedih. Kamu tahu Raymond bagaimana kondisiku, kan? Sekarang hanya ada kamu dalam hidupku, aku tidak memiliki siapa-siapa lagi. Aku harap kamu tidak meninggalkanku sendirian."

Raymond menggeleng keras bersamaan dengan air matanya yang telah meluncur membasahi pipi di kulit kecokelatan itu. "Aku juga, Ravi satu-satunya orang dalam hidupku. Semua orang menginginkanku mati, hanya Ravi yang ingin aku tetap hidup. Aku tidak akan pernah meninggalkan Ravi sendirian lagi, aku tidak akan membiarkan mereka mencoba menyentuh Ravi lagi."

Apakah Raymond tahu apa yang terjadi pada Ravi selama ini?

"Aku tahu semua hal tentang Ravi, bahkan tentang mimpi Ravi sebelumnya bertemu dengan Adrian."


next chapter
Load failed, please RETRY

État de l’alimentation hebdomadaire

Rank -- Classement Power Stone
Stone -- Power stone

Chapitres de déverrouillage par lots

Table des matières

Options d'affichage

Arrière-plan

Police

Taille

Commentaires sur les chapitres

Écrire un avis État de lecture: C29
Échec de la publication. Veuillez réessayer
  • Qualité de l’écriture
  • Stabilité des mises à jour
  • Développement de l’histoire
  • Conception des personnages
  • Contexte du monde

Le score total 0.0

Avis posté avec succès ! Lire plus d’avis
Votez avec Power Stone
Rank NO.-- Classement de puissance
Stone -- Pierre de Pouvoir
signaler du contenu inapproprié
Astuce d’erreur

Signaler un abus

Commentaires de paragraphe

Connectez-vous