di sebuah kamar berukuran 5x4 seorang gadis berusia 16 tahun meronta dalam tidurnya, seluruh benda yang berada di sekitarnya bergerak tidak karuan. Buku-buku yang tersusun rapi di tempatnya berjatuhan, lampu yang semula padam kini berkelap kelip seakan ada yang mempermainkan saklarnya. Vas bunga yang berjejer menghiasi jendela terjatuh dan menimbulkan suara yang cukup keras untuk membangunkan wanita itu.
matanya terbuka lebar dan terlihat merah penuh dengan rasa sakit yang begitu menyiksa, tubuhnya kini penuh dengan keringat dingin dan tangannya terus bergetar tanpa henti. Penampilannya yang acak acakan memperlihatkan kondisinya yang begitu kelam dan rapuh, air matanya kini berjatuhan membanjiri pipinya yang putih dan mulus itu.
*
Pukul sembilan pagi wanita itu terbangun dari tidurnya, setelah puas semalaman menangis akibat mimpi buruk yang di alaminya ia segera membersihkan kamarnya yang sangat berantakan itu. Di hari minggu seperti ini dia tidak memiliki kegiatan dan hanya akan tinggal di kosnya dimasa libur seperti biasanya.
Azra yang kini sibuk membersihkan kamarnya tiba-tiba terhenti saat mendengar ketukan dari pintu, ia berjalan ke arah pintu dan membukanya seorang wanita paruh bawa tersenyum kepadanya, dia adalah ibu kos azra Ibu Lini yang berusia kisaran 40an
"Nak Azra, ini ada surat untukmu dari kurir seperti biasa." katanya sambil mnyerahkan sebuah surat ke Azra. "Iya makasih Bu Lini" Azra lalu mengambil surat tersebut dan tersenyum, setelah Ibu Lini pergi azra kembali masuk kedalam kamarnya dan melanjutkan kegiatannya yang tertunda.
tepat pukul setengah sebelas Azra telah selesai merapikan seluruh kamarnya azra duduk di atas kursi dan mengatur nafasnya ia begitu lelah setelah berbenah, azra kemudian mengambil surat yang di tujukan untuknya dan membukanya, seperti biasa itu adalah surat yang dikirimkan oleh ibunya setiap hari untuk sekedar menanyakan keadaan Azra. Azra hanya tersenyum membaca surat itu
"Ibu... Azra sangat rindu sama ibu, maafkan Azra yang selalu membuat ibu khawatir" ucap Azra sedih. Air mata kini mengalir di pipinya tanpa Azra sadari dan ia hanya dapat mengingat masa lalunya yang kelam dan penuh dengan penderitaan.
*
disaat Azra berusia lima tahun ia mendapatkan sebuah anugrah yang luar biasa sebuah kekuatan yang tidak tau darimana asal usulnya. Azra dapat menggerakkan suatu barang tanpa harus mnyentuhnya ia bahkan mampu mengendalikan api, semula kedua orang tuanya tidak yakin dengan apa yang mereka lihat, mereka mengira jiwa Azra di rasuki oleh iblis yang kuat dan membawanya ke berbagai orang pintar namun sayang tidak ada yang mampu menjelaskan dari mana asal kekuatan azra itu. Orang tua Azra hanya bisa pasrah dengan keadaan itu, hal yang dapat mereka lakukan hanyalah mengingatkan Azra dan melarangnya untuk tidak menunjukkan atau menggunakan kekuatannya kepada orang lain siapapun itu.
di sebuah taman terdengar perbincangan dua gadis kecil di bawah pohon besar yang sejuk usia mereka kisaran 5-6 tahun, mereka seakan mendiskusikan sesuatu yang penting.
"Ra.. kamu udah janjikan sama aku buat ngebalas perbuatan Reno, kenapa kamu malah gak mau bantu aku sih?" gerutu Febri di samping azra.
"bukannya aku gak mau bantu kamu Feb.. hanya saja itu sedikit berbahaya, apa gak ada cara lain?" jawab azra sambil melihat k e arah febri.
Febri adalah sahabat Azra, Febri sosok gadis kecil yang cukup berisi yang membuat dirinya terlihat imut serta postur wajahnya yang bulat dan bibir yang tipis dengan kulit yang putih mulus membuatnya terlihat seperti boneka lebih lagi model rambutnya yang agak ikal itu azra seakan berdiskusi dengan boneka yang bisa berbicara.
"Ra, kamu gak ingat gimna Reno mencoba mendorongku dari atas jembatan sampai aku nangis dan hampir jatuh kedalam air, seandainya kamu gak ada waktu itu aku gak tau gimana jadinya aku." Febri lalu memalingkan wajahnya dari Azra, terlihat jelas wajahnya memerah karna menahan amarah dan rasa kecewanya, ia menggenggam beberapa buah paku ditangannya.
Azra mendesah sebelum berucap " aku tau kamu masih dendam sama Reno, tapi hal yang kamu lakukan ini sama saja menandakan kamu memiliki sifat yang buruk seperti Reno." ucap Azra sambil memegang tangan Febri dengan lembut dan mengambil paku yang Febri genggam.
untuk anak kecil yang baru berusia 6 tahun Azra cukup dewasa. Tubuhnya lebih tinggi dari Febri matanya berwarna coklat terang dengan hidung mancung dan bibir tipis, berbeda dari Febri yang memiliki kulit putih, kulit Azra berwarna sawo matang dengan postur tubuh yang tegap dan rambutnya yang panjang dan lurus berwarna coklat senada dengan matanya membuat setiap orang yang menatapnya seakan memiliki rasa kehangatan dan kelembutan.
Setelah Azra menasehati Febri, Febri tampak tak senang. Semula Febri berencana menaruh paku-paku itu di dalam sepatu Reno untuk membuatnya terluka namun azra menolak untuk membantu dan malah menasehatinya. Febri sangat kecewa ia merebut kembali paku di tangan Azra dan pergi meninggalkan Azra, ia berencana melakukannya sendiri.
"Febri..."
teriak Azra tapi Febri terus melangka tanpa menoleh ke arah Azra. Febri meninggalkan Azra sendirian di taman itu dengan geram ia menggertakkan giginya dan berniat ke rumah Reno untuk melaksanakan rencananya itu.
*
Di depan pagar rumah Febri melirik ke kanan dan kekiri, ia menelan ludahnya dan menghujat dalam hatinya ia merasa sangat kecewa dengan sahhabatnya itu yang tidak mau membantunya. Rumah Reno tidak terlalu mewah tapi cukup besar untuk ukuran rumah yang berada di lingkungannya.
Febri lalu memanjat masuk kedalam saat ia tak melihat siapapun di depan rumah dengan tempat sampah yang ia jadikan pijakan untuk kakinya, ia berhasil memanjat meskipun dengan susah payah karna ukuran tubuhnya yang kecil dan pagar yang cukup tinggi itu. Ia menyelinap masuk kedalam rumah yang secara kebetulan tidak terkunci, Febri segera melirik keadaan di dalam sambil mencari tempat Reno meletakkan sepatunya. ia akhirnya melihat jejeran sepatu dan sendal di samping tangga ia pun segera mengeluarkan paku yang ada di dalam sakunya, tepat setelah ia mengambil sepatu berukuran kecil yang dia pikir punya Reno karna hanya itu satu-satunya sepatu yang perna ia lihat Reno memakainya, sebuah tangan besar mencengkram pundaknya.
Di taman..
Azra sangat khawatir dengan sahabatnya itu, ia berusaha membujuknya namun gagal, akhirnya ia memutuskan mencari febri dan meninggalkan taman dengan tergesa-gesa. Azra berfikir Febri akan langsung ke rumah Reno mengingat wataknya yang keras dan pendendam itu.
Di depan rumah Reno, Azra berdiri tertegun ia memperhatikan rumah tersebut dan pandangannya tertuju pada tempat sampah yang terletak di depan pagar itu, posisinya tidak sama pada saat terakhir ia melihatnya. Azra berasumsi mungkin itu adalah ulah Febri yang menggunakannya untuk memanjat pagar rumah Reno.
"AAAAAAAA...." suara teriakan terdengar.
Azra terkaget dengan suara itu ia sangat mengenalnya, ia segera menggerakkan pagar di depannya mengguanakan kekuatan yang ia miliki dan mendobrak langsung ke dalam rumah, saat ia berada di dalam rumah Reno hal pertama yang ia lihat adalah beberapa paku tergeletak di samping tangga dekat penyimpanan sepatu. Ia sangat yakin paku itu adalah paku yang di bawa oleh febri sewaktu mereka di taman.