Télécharger l’application
18.75% Relung Renung / Chapter 3: Langit memerah

Chapitre 3: Langit memerah

ku berjalan menyusuri lorong dan tangga kampusku menuju kelas bahasa inggris dengan headphone di telingaku, bukan sedang mendengar musik metal atau lagu lagu yang kudengarkan biasanya tapi kali ini aku mendengar percakapan dalam bahasa inggris, aku masih punya waktu 30 menit sebelum ujian listening dimulai, dan ini ujianku yang kedua kalinya karena aku tidak lulus mata kuliah ini semester sebelumnya, ya aku ikut di kelas junior juniorku bersama beberapa rekanku yang juga tidak lulus mata kuliah ini. padahal bahasa inggris tidaklah begitu sulit bagiku bahkan tidak sedikit lirik lagu yang kutulis dalam bahasa inggris, tapi ya karena aku jarang masuk saja makanya nilaiku jelek, bahkan ada beberapa mata kuliah lagi yang menunggu nilai tundaku.

dan beberapa bulan belakangan ini aku disibukkan dengan tugas kuliah, karena nilaiku di semester sebelumnya sangat jelek maka beberapa dosen memberikanku tugas khusus guna menutupi nilai nilaiku yang kosong dan absen yang bolong. itu membuatku jadi kurang produktif menulis lagu untuk bandku yang sebentar lagi akan merilis mini album pertamanya, jadi kurang inspirasi dan jarang latihan. meskipun begitu tak bisa dipungkiri kuliah dan musik sama pentingnya bagiku, seharusnya bisa berjalan beriringan.

selepas ujian listening aku harus menemui Intan karena sudah meng'iyakan ajakannya ke suatu tempat yang pernah dia janjikan kepadaku. dia sudah menunggu didepan gerbang pintu masuk kampusku, tak ingin membuat dia menungggu terlalu lama, aku langsung menuju kesana untuk menemuianya, lagian kita sudah sebulan tidak ketemu karena kesibukkanku dikampus dan kesibukkannya juga dikampusnya, maklum saja dia seorang mahasiswi kedokteran pasti sangat sibuk.

hari semakin sore, angin bertiup lembut mengiringi perbincangan kecilku di perjalanan bersama Intan. perjalanan yang cukup jauh dari pusat kota, hingga tiba ditempat yang dia janjikan disudut kota. sebuah dermaga tua yang sepertinya bekas aktifitas bahari para nelayan di sekitar, dia ajak aku duduk di kursi kayu menghadap ke arah laut menikmati pemandangan dengan sedikit debur ombak di tepi dermaga.

"sebentar lagi dia akan terbenam disana" ucap Intan sambil menunjuk ke arah laut.

"jadi ini tempat yang kau janjikan?" tanyaku sambil menatap ke arah telunjuknya

"ini tempatku menyendiri, mencari inspirasi untuk tuisan tulisanku" ucapnya lembut

"dari mana kau tahu tempat yang sunyi nan indah ini?" tanyaku penasaran

"dulu Almarhum kakekku sering mengajakku kesini sebelum malam tiba sepulangnya dari memacing ikan" kata Intan coba menjelasakan

"dan bercerita tentang prinsip prinsip hidupnya, dia ingin aku memegang prinsip hidup itu" lanjutnya.

Intan juga bercerita banyak tentang hal hal kesukaannya, tentang bagaiamana dia menghabiskan waktunya dengan teman teman dikampus, tentang semua impiannya, tentang hal hal yang dia khawatirkan padaku. terlihat keinginan yang sangat kokoh di keningnya, sangat berambisi terhadap obsesinya menjadi seorang dokter sekaligus penulis terkenal. begitu juga denganku kuceritakan semua tentang hari hariku, tentang kesibukanku, tentang kehidupan religius keluargaku, tentang impianku, tentang kisah rencanaku bersamanya , tentang bagaiamana pandanganku terhadap dunia ini. kita tidak pernah kehabisan pembahasan untuk diceritakan satu sama lain meskipun sudah bertahun - tahun bersama.

sembari bercerita, kita memandang ke arah matahari yang hampir tenggelam.

"ini sangat Indah" kataku terpukau, memandang sang fajar yang bagiannya hampir tenggelam dan membiasi cahaya memerah ke langit.

"itu adalah kau" katanya sambil tersenyum tipis melihat ke arah langit yang memerah.

"kau adalah sosok yang selalu hadir dengan membawa keindahan, membisakan sedikit cahayamu di langitku sudah membuatku menjadi sangat indah" lanjutnya.

kita sejenak terdiam membisu, terpukau dengan keindahan hamparan cahaya di langit kala itu, sungguh Indah ciptaanMu Tuhan.

baru kali ini selama sekitar 4 tahun kita bersama kulihat senyuman dan mata yang sangat indah terpancar dari seorang wanita yang super cuek dan kadang menjengkelkan ini. menyadari betapa beruntungnya diriku memiliki wanita ini, wanita yang cerdas dan bisa dibilang punya masa depan yang cerah. yang selalu membuat jantungku berdebar setiap menatap matanya, tempatku berani melabuhkan hatiku dan mengenal cinta. iya Intan adalah cinta pertamaku, karena sebelumnya tidak ada keinginan untuk mengenal satu hal bernama "cinta", bagiku semua teman wanita sama saja.

banyak yang bilang kisah percintaan bagaikan samudra yang tak berhujung, ya, dan aku adalah sebuah kapal pengembara, sebuah kapal yang kokoh dan siap mengembara menjelajah samudra. tak ada tujuan yang pasti, hanya ingin memperlihatkan kehebatan kepada seluruh nelayan dan semua mata yang berada di pinggir perairan dan dermaga yang kusinggahi. walau badai menerjang, ombak menghantam tak gentar kapal itu mengarungi samudera. kapal itu sudah menyinggahi ratusan dermaga namun sesungguhnya belum menurunkan jangkarnya disana lalu pergi melanjutkan pengembaraan tanpa mengambil kesan atau meninggalkan pesan.

sampai pada satu pulau terlihat dermaga yang sangat indah, ombaknya yang teduh seolah menjadi tutur yang membuat kapal itu terlihat tunduk, tempat inilah yang membuat kapal itu menurunkan jangkarnya yang kokoh, seolah ingin menyudahi pengembaraannya disini dan ingin menghabisi sisa umur dengan menikmati keindahan pulau di dermaga ini.

sedikit bercerita lagi tentang tempo awal pertemuan kita di masa sekolah dulu. sehari setelah kukirimi engkau surat tentang perasaanku kepadamu. kala itu aku sedang menunggu jam pulang di dalam kelasku sambil bercerita dengan teman sebangku, dari depan pintu kelas ku lihat seorang perempuan rambut se-bahu ber-kacamata membawa kertas terlipat, iya itu Shita sahabat Intan, kuharap dia ingin menemuiku dengan membawa balasan dari suratku kemarin, dan benar saja

"sepertinya dia menyukaimu" kata Shinta dengn sedikit tertawa.

terkesan seperti candaan

"terima kasih shinta" kuambil surat itu dari tangan Shinta.

kusimpan surat itu di tas ranselku tanpa membukanya terlebih dahulu, mengetahui Intan membaca dan membalas suratku saja sudah sangat menyenangkan, tak perduli dengan isi suratnya apakah nanti dia menerimaku atau tidak, sepertinya akan lebih menyenangkan jika suratnya ku baca di rumah sambil mendengarkan lagu kesukaanku.

sesampaiku dirumah kudapati Ibuku sedang tertidur di sofa terlihat seperti kelelahan, bibirnya tampak pucat.

"aku pulang" setengah berbisik takut ibuku terganggu.

sampai dikamar kubuka seragamku, ku setel lagu dari laptopku di atas meja yang berantakan, banyak kertas kertas tempatku biasa menulis lirik lagu. kubuka surat kiriman dari Intan yang terlipat rapih, semoga balasannya sesuai dengan harapanku.

teruntuk :

cowok asing nan penakut, Afdhan jelek danadyaksa.

terima kasih telah mingirimi aku surat, aku suka tulisan tanganmu

tak perlu berbasa basi

andai jika kau seorang penulis aku ingin menjadi pembaca setiamu

aku adalah dermaga di sudut kota, yang menanti

menanti sentuhan hangatnya senja untuk memerahkan langitku

ruang kecil rahasiamu membuatku cukup penasaran

aku ingin masuk kesana dan melihat semua tentangku

dari yag termanis :

Intan


next chapter
Load failed, please RETRY

État de l’alimentation hebdomadaire

Rank -- Classement Power Stone
Stone -- Power stone

Chapitres de déverrouillage par lots

Table des matières

Options d'affichage

Arrière-plan

Police

Taille

Commentaires sur les chapitres

Écrire un avis État de lecture: C3
Échec de la publication. Veuillez réessayer
  • Qualité de l’écriture
  • Stabilité des mises à jour
  • Développement de l’histoire
  • Conception des personnages
  • Contexte du monde

Le score total 0.0

Avis posté avec succès ! Lire plus d’avis
Votez avec Power Stone
Rank NO.-- Classement de puissance
Stone -- Pierre de Pouvoir
signaler du contenu inapproprié
Astuce d’erreur

Signaler un abus

Commentaires de paragraphe

Connectez-vous