Dewi Xiang mengajak Hyun Jae ke taman bulan. Sudah ada Miok So dan Dewa Jug Eun duduk menantinya.
"Hyun Jae...kau menikmati hari-harimu di Jeongwol?" tanya Dewa Jug Eun. Hyun Jae tertawa kecil. "Hampir 2 tahun paduka Dewa. Kerjaku hanya makan tidur dan menikmati hari. Bagaimana tidak betah? Apakah sudah tiba waktunya untuk reinkarnasi?" tanya Hyun Jae. Dewa Jug Eun tertawa kecil.
"Rupanya kau sudah ingin bertemu dengan Kim Young Jo? Hahaha..."
Kedua pipi Hyun Jae langsung bersemu merah. "Ah, paduka bisa saja. Jika 125 tahun aku bisa menanti, mengapa hanya beberapa tahun saja aku tidak bisa sabar?"
"Tapi, wajah kalian tidak akan sama lagi seperti sekarang. Kau dan Kim Young Jo bahkan Guan Si tidak memiliki wajah yang sama. Karena, kalian akan kembali ke dalam pelukan orang-orang yang paling dekat dengan kalian tanpa mereka sadari untuk menuntaskan karma baik yang belum usai. Dan, kalian tidak akan pernah bisa mengingat bagaimana kalian di kehidupan sebelumnya."
"Apakah Kim Young Jo juga tidak akan mengingat semua kehidupan yang lalu?" tanya Hyun Jae.
Dewa Jug Eun tertawa kecil. "Dia akan mengingat sebagian dari kenangan kalian berdua di kehidupan kalian sebelumnya. Hanya kenangan yang indah dan manis. Karena hanya itu yang ia bawa. Semua kenangan tentang dirimu. Dan, ia akan mengingat itu saat dia berusia 20 tahun. Dan, pada saat itu usiamu baru 18 tahun."
Hyun Jae hanya terdiam. "Baiklah, paduka. Tidak masalah dengan wajah yang bagaimanapun. Aku pasti akan selalu menemukannya," jawab Hyun Jae. Dewa Jug Eun dan dewi Xiang tersenyum.
"Akan ada satu cobaan lagi pada cinta kalian. Tapi, kau akan selalu mengingat perkataanku. Kau akan selalu mengikuti kata hatimu, Hyun. Dan, kalung ini, aku akan mengembalikannya padamu di usia 17 tahun. Kim Young Jo pasti akan mengingat kalung ini. Karena dalam kenangannya ia tau bahwa hanya jodohnya yang memiliki kalung ini."
Hyun Jae tersenyum. "Tidak mengapa yang mulia Dewi. Aku mengerti."
***
"Yue Ying, akan berbahaya jika kau menyamar sendiri di sana. Di daerah musuh, bahkan kau masuk ke istana dan menjadi dayang utama jenderal perang mereka. Apa kau sudah tidak waras lagi?!" Hardik Kaisar Guan. Putri Yue Liang hanya tersenyum kecil, "Tidak akan ada yang curiga. Lagipula, siapa yang berani mengganggu datang utama seorang jenderal besar? Kau terlalu khawatir, yang mulia," Yue Ling sambil mengibaskan tangannya. Kaisar Guan hanya bisa menggelengkan kepalanya. Adik bungsunya ini memang keras kepala.
"Biarkan saja, adikmu itu memang sangat keras kepala. Kau larang maka dia akan semakin nekad. Yang penting dia selamat tidak kurang suatu apapun."
Kaisar Guan menatap sang Ibu. Ibundanya benar. Yue Liang sangat keras kepala. Tapi, Kaisar Guan curiga jika ada rencana lain yang sedang di lakukan Yue Liang tanpa sepengetahuannya.
"Tapi, firasatku mengatakan, bukan untuk menjadi mata- mata saja Yue di sana. Apa dia jatuh cinta kepada Kaisar Lee?"
"Tidak mungkin, adikmu itu anak yang baik sekalipun keras kepala."
"Semoga saja, bunda."
Sementara itu putri Yue Liang memacu kudanya dengan cepat. Ia bisa bernapas dengan lega, saat akhirnya ia tiba di istana kaisar Lee dengan selamat. Ia melihat arak- arakan para prajurit Jenderal Ming sudah sampai. Dengan cepat Yue Liang masuk ke kamarnya. Ia mengoleskan sedikit pupur ke pipinya. Dengan hati berdebar ia melangkah menuju ke paviliun kediaman Jenderal Ming. Rupanya sang Jenderal tengah duduk sambil menikmati makanan yang sudah di siapkan.
Saat melihat kedatangannya, Jenderal Ming tersenyum. Ah, wajahnya itu membuat Yue selalu bermimpi indah. Seandainya saja mereka tidak berada dalam kondisi berperang seperti saat ini.
"Yang mulia..."
"Aku menunggumu, ayo ikut aku." Jenderal Ming menarik tangan Yue. Jenderal Ming membawanya ke kandang kuda tempat kuda kesayangannya di tambatkan. Kemudian Jenderal Ming membantu Yue untuk naik, baru kemudian dia naik. Dia pun segera memacu kudanya.
"Kita hendak kemana, yang mulia?"
"Kau ikut saja. Nanti juga kau akan tau," jawab Jenderal Ming.
Mereka tiba di sebuah bukit kecil. Jenderal Ming mengajak Yue Liang untuk duduk di bawah sebuah pohon besar.
"Kau lihatlah ke langit sana," ujar jenderal Ming sambil menunjukkan tangannya ke langit. Yue Liang mendongak dan tersenyum melihat bintang- bintang yang bersinar terang. Sementara bulan pun nampak penuh menampakkan sinarnya yang begitu indah.
"Indah..."
"Seindah namamu," ujar Jenderal Ming.
Yue Liang tersenyum malu. "Anda selalu membuat hatiku berbunga-bunga. Terimakasih, yang mulia," ujar Yue Liang tulus. Jenderal Ming hanya tersenyum. Ia merangkul bahu Yue Liang dan membawa gadis itu ke dalam pelukannya. Hanya berpelukan di bawah sinar bulan seperti ini sudah membuat kedua insan yang sedang jatuh cinta itu bahagia.
"Apakah kita akan selamanya seperti ini?" tanya Yue Liang. Jenderal Ming tersenyum dan menganggukkan kepalanya.
"Aku akan menjagamu selama aku masih bernapas. Di kehidupan sekarang, nanti, bahkan sampai kehidupan yang ke -7 nanti. Aku akan selalu berada di sampingmu dan selalu mencintaimu. Kemanapun jiwamu pergi, aku akan selalu mengikutimu."
"Jika kita tidak di takdirkan bersama?"
"Aku akan melawan takdir itu, dan aku akan mencari jiwamu jika di kehidupan ini kita tidak saling memiliki."
Yue Liang hanya terdiam, ia hanya bisa menyimpan janji itu hati. "Aku akan menyimpan janji itu dan mengingatnya. Aku akan melihatmu dalam wujud apapun. Sekalipun alam kita berbeda, aku akan tetap dapat melihatmu."
Mereka menghabiskan waktu dengan melihat bintang dan bulan yang bersinar dengan terang menghiasi malam yang indah.
Seandainya kau tau jika aku adalah adik bungsu dari Kaisar Guan. Apakah kau masih akan mencintaiku, batin Yue Liang.
***
"Kaisar Guan, sekali lagi aku bertanya, apa kau benar- benar tidak mau bergabung denganku? Biar aku menikahi adik bungsumu, dengan begitu kita akan menjadi keluarga besar."
"Sekali aku katakan tidak, maka selamanya tidak! Bunuh saja kami semua!"
"Baiklah, Jenderal Ming, kau aku beri kehormatan untuk membunuh mereka semuanya. Bunuh mulai dari Kaisar Guan!" perintah Kaisar Lee pada Jenderal Ming yang berdiri di sampingnya.
Jenderal Ming maju ke depan. Ia menghela napas panjang. Sebenarnya ia merasa tidak tega. Membunuh lawan yang sudah tak berdaya lagi bukan kebiasaannya. Tapi, perintah Kaisar adalah kewajiban yang harus ia jalankan. Jenderal Ming lalu mengayunkan pedangnya. Satu persatu keluarga Kaisar Guan mati ujung pedangnya. Untuk melakukan hal itu Jenderal Ming sungguh menguatkan hati. Dan, tibalah saat ia harus membunuh adik bungsu Kaisar Guan. Namun, betapa terkejutnya Gong Ming Hae saat melihat wajah sang putri.
"Kau...?"
Putri Yue Liang tersenyum, wajahnya di penuhi air mata. "Maafkan aku, yang mulia. Aku berdusta tentang siapa aku yang sebenarnya. Tapi, mencintaimu bukanlah dusta. Bunuhlah aku, kelak kita akan bertemu. Sesuai janjiku kepadamu, aku akan selalu bisa melihat jiwamu di manapun kau berada."
Jenderal Ming jatuh berlutut di hadapan Yue Liang. Melihat hal itu Kaisar Lee terperanjat kaget.
"Jenderal Gong Ming Hae, apa yang sedang kau lakukan?! Bunuh wanita itu!" hardiknya.
Gong Ming Hae menoleh ke arah Kaisar Lee yang juga adalah kakak tirinya itu. Perlahan ia mengangkat kembali pedangnya.
"Jika di sini kita tidak bisa bersatu, maka kita akan menyatu dalam kehidupan yang lain. Aku akan selalu menemukan dimanapun kau berada. Maafkan, aku."
Jenderal Ming memeluk erat putri Yue Liang lalu menusukkan pedang miliknya hingga menembus tubuh mereka. Tubuh mereka kini menyatu dengan pedang. Yue Liang tersenyum, "Aku mencintaimu," ucapnya di napas terakhirnya.
Hyun Jae menangis sedih. Mimpi itu kini menjadi bagian dalam ingatannya. Awalnya ia hanya bermimpi sekilas dari kejadian itu. Tapi, kini mimpi itu bertambah jelas. Bahkan menjadi potongan yang lengkap. Seperti menonton sebuah drama di televisi. Hanya, wajah putri Yue sama persis dengan wajahnya. Ia merasa sedang melihat dirinya sendiri dalam peran yang lain. Seperti sebuah panggung sandiwara. Hyun Jae menekan dadanya. Ada setitik rindu dalam dadanya. Namun, pada siapa rindu itu tertuju, ia tidak tau. Rasanya begitu menyakitkan. Sangat menyakitkan
***
Hyun Jae menghela napas panjang. Ia menatap dewa Jug Eun dan dewi Xiang.
"Aku sangat yakin bahwa aku akan menemukannya. Sesuai janji kami dahulu. Kami memiliki jiwa. Dan jiwa kami akan saling menemukan satu sama lain," ujar Hyun Jae.
"Takdir akan mempertemukan kalian kembali," sahut Dewa Jug Eun.