Bagaimana pun kau ke depannya. Aku, akan tetap di sini dan akan selalu menunggumu kembali mengingatku.
-Aku, Kang Daniel.
***
Matahari pagi menyingsing dengan sunyi hingga suara angin berhembus begitu terdengar di telinga. Di sebuah rumah sakit, seorang laki-laki sedang tertidur di ranjang sembari memejamkan matanya. Ralat! Tertidur pulas terlihat dari mulutnya yang sedikit terbuka. Sesekali dahi laki-laki itu mengernyit, seperti sedang bermimpi. Buruk mungkin?
"Tidak! Itu tidak mungkin!" pekik laki-laki itu dan terbangun dengan napas yang terengah-engah. Iris cokelatnya menelusuri tiap sudut di ruangan tersebut.
Pandangannya berhenti pada sebuah ranjang tidak jauh dari ranjang yang ia tiduri. Hembusan napas lega terdengar sangat dramatis dari laki-laki itu setelah melihat seorang wanita yang terbaring lemah di sana.
"Syukurlah, itu hanya mimpi. Ya Tuhan, jangan sampai mimpiku barusan menjadi kenyataan. Aku tidak sanggup kalau harus terlupakan olehnya," gumam laki-laki itu berharap.
Ya, laki-laki itu adalah Kang Daniel. Ia baru saja bermimpi kalau wanita di ranjang tersebut sadarkan diri dan dengan tiba-tiba berkata bahwa ia tidak mengingat Daniel.
"Bagaimana bisa? Mimpi itu terasa sangat nyata. Sungguh! Atau sekarang ini adalah mimpi bukan kenyataan?" gumam Daniel sembari melihat tangannya yang masih terpasang jarum infus.
Daniel semakin dibuat bingung, dengan gerakan lambat ia menekan tombol di dekat ranjangnya. Setelah itu, ia kembali menatap wanita di ranjang sebelahnya. Pemandangan yang sama persis seperti di mimpinya.
Suara decit pintu terdengar. Menampilkan sosok Doyoung dan menghampiri Daniel, sebelum itu ia menatap wanita di ranjang satu lagi.
"Kau sudah sadar sejak kapan Niel? Bagaimana perasaanmu saat ini? Apa kepalamu pusing?" tanya Doyoung sembari mengecek tanda vital tubuh Daniel.
Laki-laki itu menggelengkan kepalanya. "Aku tidak pusing dan aku baru saja terbangun dari mimpi burukku, Young," ucapnya.
Doyoung mengernyitkan dahi. "Maksudmu bagaimana Niel?" tanya Dokter tersebut.
"Aku bermimpi kalau Sejeong melupakanku setelah siuman. Itu tidak benar bukan? Sangat jelas, Sejeong masih terbaring lemah di sana," sahut Daniel sembari menunjuk wanita di ranjang itu.
Doyoung semakin bingung dengan ucapan Daniel. Pasalnya, yang baru saja Daniel katakan itu bukanlah mimpi. Melainkan kenyataan kalau Sejeong memang tidak mengingatnya.
"Kau tidak bermimpi Kang Daniel. Semua itu nyata dan terjadi dua hari lalu saat Sejeong sadarkan diri. Namun, saat ini ia kembali tertidur lama bisa dibilang koma jangka pendek," ucap Doyoung.
Daniel mencoba mencerna setiap perkataan yang diucapkan oleh Doyoung. Pikirannya kembali mengingat apa yang ia anggap itu mimpi.
Bukankah Sejeong sudah siuman dan baik-baik saja? Batinnya.
Perubahan raut wajah Daniel begitu terlihat jelas. Aura kesedihan terpancar dari wajah tampannya. Ia menggelengkan kepalanya perlahan dan berkata, "itu hanya mimpi Doyoung. Kuyakin itu!"
"Apa kau lupa? Kejadian kemarin saat Sejeong bangun untuk pertama kalinya setelah operasi?" ucap Doyoung memastikan.
"Bahkan kau juga ikut tidak sadarkan diri setelahnya. Heum, kalian seperti hidup dalam satu jiwa," sambungnya.
Daniel menggeleng lemah. Ia benar-benar tidak ingat apa yang sebenarnya telah terjadi.
"Baiklah, aku akan menceritakannya untukmu." Doyoung menghela napas panjang sebelum bercerita pada Daniel.
×××
Skip.
(Ada di part epilogue di Primer Amor season 1)
×××
"Aah iya aku mengingatnya. Aku ingin pulang ke apartemen untuk mengambil beberapa barang yang bisa membuat Sejeong mengingatnya. Lantas kenapa dia belum sadarkan diri?" ucap Daniel dan bertanya diakhir kalimat.
"Sejeong mengalami pendarahan, karena itu sampai saat ini ia masih memejamkan matanya." Doyoung menghela napas berat.
Daniel diam tak bergeming mendengarkan cerita yang baru saja Doyoung ceritakan.
"Jadi, Sejeong bilang padamu kalau dia seperti mengingatku?" tanya Daniel penuh harap.
Doyoung mengangguk. "Dia mengingat tatapan matamu Niel," sahutnya.
Seutas senyum tersungging di ujung bibir Daniel. Perasaan senang membuncah begitu saja diiringi dengan rasa khawatir.
"Apakah itu tidak menutup kemungkinan kalau Sejeong akan mengingatku kembali?" ucap Daniel.
"Heum, kau benar. Kita berdoa saja agar Sejeong cepat terbangun dan bisa mengingatmu lagi," sahut Doyoung berharap.
Daniel mengangguk. "Terima kasih Doyoung. Kau sudah banyak membantu dalam hal ini."
"Itu sudah kewajibanku Niel. Sekarang, istirahatlah. Kalau kau ingin melihat Sejeong dari dekat, gunakan kursi roda yang ada di samping ranjangmu. Kau mengalami anemia akut setelah mendonorkan darahmu untuk Sejeong," ucap Sejeong menjelaskan.
Lagi, Daniel mengangguk. "Baiklah, terima kasih Doyoung."
***
Waktu bergulir begitu cepat. Ini sudah hari ke tiga Sejeong masih memejamkan matanya. Sedang, Daniel setia menunggunya walaupun ia sudah boleh pulang kemarin.
Saat ini, Daniel sedang menopang tangannya di tepi ranjang Sejeong. Sesekali ia mengusap pelan punggung telapak tangan wanita itu dan menyapu bulir-bulir kristal di pelipis menggunakan handuk kecil.
Ya, semalam Sejeong demam tinggi dan Daniel sigap menemaninya sepanjang malam dengan mengkompres hingga pagi ini. Bersyukur, demamnya sudah mulai turun.
"Apa yang kau mimpikan Se? Kenapa dahimu terus mengerut sedaritadi, hm?" ucap Daniel pada Sejeong, walaupun tidak akan ada jawaban.
"Kalau kau bermimpi buruk, kenapa kau tidak bangun juga? Apa kau tidak merindukanku? Aku sangat merindukanmu Se...
... saat kau terbangun nanti, aku akan tetap berada di sampingmu hingga kau mengingatku lagi." Daniel meneteskan air mata yang sedaritadi sudah membendung di matanya.
"Aku akan membuatmu mencintaiku lagi dengan caraku," sambung Daniel dan menangis sembari menelungkupkan kepalanya di tangan Sejeong.
Samar-samar Daniel mendengar Sejeong menyerukan namanya. Dengan cepat, ia mengangkat kepalanya dan menatap Sejeong.
"Da..niel. Da..niel." Sejeong masih terpejam tapi bergerak gelisah dengan keringat yang membasahi dahinya.
Daniel segera mengambil handuk kecil dan mengelap dahi wanita itu. "Kau mengingatku? Dalam mimpimu kau mengingatku?" tanyanya berulang-ulang.
Perasaan sedikit lega kini menguasai hati Daniel. Laki-laki itu berpikir bahwa setidaknya Sejeong mengingatnya walaupun itu di alam bawah sadarnya. Ia semakin yakin, kalau Sejeong akan mengingatnya kembali.
"Bagaimana keadaan Sejeong, Niel?" tanya Doyoung yang baru saja datang.
"Demamnya sudah turun dan tadi dia mengigau memanggil namaku Young, kalau kau percaya," sahut Daniel.
Doyoung sedikit terkejut. "Benarkah? Syukurlah kalau begitu. Berarti alam bawah sadarnya masih terus mengingatmu Niel. Jangan patah semangat, aku yakin dia akan segera sadar," ucapnya.
Daniel mengangguk. "Semoga saja, Young," sahutnya.
Suara decit pintu kembali terdengar dan menampilkan Park Hyera berdiri di ambang pintu.
"Silahkan masuk Hye," ucap Doyoung.
Hyera diam tak bergeming. Ini untuk pertama kalinya ia bertemu langsung dengan Daniel setelah cukup lama mereka tidak bertemu. Karena selama ini ia hanya bertemu dengan Sejeong.
"Park Hyera!" seru Doyoung dan membuat Hyera terkesiap.
"Ah, iya." Hyera melangkahkan kakinya menghampiri ranjang Sejeong, namun matanya tidak lepas dari Daniel. Sedang, laki-laki itu tetap memfokuskan penglihatannya pada Sejeong.
"Niel, ini Hyera. Kau masih ingat bukan?" ucap Doyoung sembari menepuk pelan pundak Daniel untuk mengalihkan pandangannya dari Sejeong sedikit saja.
Daniel menoleh dan mendapati Hyera yang sedang menatapnya, namun dengan cepat wanita itu mengalihkan pandangannya.
"Ya aku masih mengingatnya. Senang bertemu denganmu lagi Park Hyera-ssi," ucap Daniel datar.
***
Ini adalah squel dari Primer Amor season 1 yang publish di Wattpad; ayspcy.
Adakah pemikiran tentang kisah saya? Tinggalkan komentar dan saya akan membaca dengan serius, serta membalasnya :)