Flashback on~
"Fiona Agatha Helena, selamat ya kamu dapat pemeran sebagai Putri salju di acara wisuda taman kanak-kanak kita". Seorang guru yang mengajarkan Fiona di kelas taman kanak-kanaknya memberitahukan pada Fiona yang berusia 5 tahun.
"Beneran miss?, Fiona nanti jadi Putri salju?". Fiona menatap gurunya.
"Iya Fiona sayang, kamu nanti yang bakal jadi pemeran Putri saljunya, nanti kamu yang akan memakai gaun-gaun yang cantik kaya Princess".
"Yeaaaayy... Asyikk. Fiona nanti jadi Putri salju yeayyy".
***
Singkat cerita di acara wisuda taman kanak-kanak, tepatnya di acara drama. Fiona sudah siap dengan kostum Putri saljunya. Ia begitu cantik dan menggemaskan memakai gaun tersebut. Siapapun yang melihatnya pasti selalu memuji dirinya, apalagi dengan wajahnya yang begitu khas berdarah Jerman. Fiona kecil sangat bahagia dan sangat sungguh-sungguh disaat memerankan perannya sebagai Putri salju.
Musibah tak dapat di tebak atau pun di tolak. Di saat Fiona dan para pemain lainnya sedang menari-nari dengan riang di penghujung acara, tanpa sengaja panggung drama roboh karena kesalahan technische para panitia.
Semua anak-anak yang berada di panggung teriak dan menangis sekencang mungkin dan berlari keluar gedung, tapi tidak dengan Fiona, dia jatuh dan terbaring tak sadarkan diri karena terhimpit papan panggung tersebut.
"Fionaaaa..." seorang wanita muda yang berwajah indo teriak histeris memanggil Fiona disaat beliau melihat anaknya sudah tak berdaya. Ia adalah Mami dari Fiona yakni Luna Helena, beliau juga sama seperti Fiona peranakan indo dan beliau menikahi Marchelo Agatha Putra keturunan Jerman asli, yakni Deddy dari Fiona.
Fiona langsung di larikan ke rumah sakit terbesar di ibu kota. Fiona pun mengalami lumpuh pada kaki nya sehingga ia harus memakai kursi roda.
"Fiona enggak mau pakai kursi roda hu...hu..hu..." Fiona merasa marah dan sedih.
"Fiona sayang, kalo kamu enggak pakai kursi roda, nanti kamu enggak bisa sekolah, apalagi main-main sama teman kamu". Bujuk Luna (Mami Fiona).
"No, I wont mom". Teriaknya dan memalingkan pandangannya kearah jendela kamar.
"Hey..... sweety, you can't be like that, you need be in this wheelchair. You want to stay home all day without having to do anything?". Kali ini pak Marchel yakni Daddy nya Fiona mencoba untuk membujuk.
"But I'm ashamed to be like this Dad. Then no one will want to be friends with me anymore". Fiona terisak.
"No honey, your friends must still want to be your friends". Daddy menyeka air mata yang membanjiri pipi lembut Fiona.
Setelah berusaha dibujuk oleh kedua orang tuanya, akhirnya Fiona menuruti mereka untuk memaki kursi roda kemana pun ia beraktivitas.
Kini Fiona sudah dibolehkan untuk kembali ke sekolah nya, dan kebetulan itu hari terakhir ia berada di taman kanak-kanak. Dengan semangat Fiona memasuki ruang kelas memakai kursi roda nya. Semua mata tertuju padanya.
"Hai.. Yuri, kamu sudah datang ternyata..." tegurnya pada teman sebangkunya. Bukannya menjawab pertanyaan Fiona namun dia pergi mengabaikan Fiona.
"Yuri... kamu mau kemana?". Fiona menarik tangan Yuri menahannya pergi.
"Kamu enggak usah lagi berteman sama aku, karena kamu sekarang sudah cacat, aku sudah enggak mau lagi berteman sama kamu. Kamu itu anak cacat". Yuri menepis tangan Fiona dan pergi meninggalkan Fiona di dalam kelas sendiri. Fiona menangis sedih karena apa yang dia takutkan terjadi juga.
"fiona, kamu kenapa menangis sayang?". Mami yang baru masuk kedalam kelas Fiona langsung menghampiri anaknya yang sedang menangis dan menyeka air mata di pipi nya. Fiona menepis tangan maminya. Sentak membuat ia terkejut.
"Kamu kenapa sayang?"
"Fiona kan sudah bilang, Fiona enggak mau masuk sekolah karena gak ada lagi yang mau berteman sama Fiona, dan Fiona juga enggak mau pakai kursi roda seperti ini. Fiona mau bisa jalan lagi, Fiona mau seperti dulu hu...hu..hu... " Fiona menangis sembari bernada tinggi.
"Iya sayang, setelah Mami dan Daddy akan membawa kamu ke rumah sakit terbaik di Jerman, biar kamu secepatnya sembuh dan bisa jalan lagi seperti dulu, terus punya banyak teman lagi. Kamu jangan sedih ya sayang, Mami janji dan yakin kamu pasti bisa jalan lagi seperti dulu". Air mata bu Luna berlinang melihat kondisi anaknya yang masih kecil harus mengalami kejadian pahit seperti ini.
Flashback off~
"Hai...." Diky menyapa Fiona setelah mereka sama-sama memarkirkan mobil nya. Fiona meliriknya dan bersikap acuh padanya.
"Kamu sudah sarapan? Kita sarapan bareng yukk di kantin sebelum bel bunyi". Diky tersenyum lebar sembari mengikuti Fiona berjalan. Fiona menghentikan langkah kakinya dan berbalik badan menghadap ke arah Diky dengan tampang kesalnya.
"Gue sudah bilang sama loe, kalo gue enggak mau jadi peran yang loe pinta. Jadi, loe enggak usah sok baik sama gue, ngerti!" tegasnya yang sangat sinis dan pergi. Fiona berhasil membuat Diky kikuk garuk kepala.
Tiba-tiba teman Diky yang bernama Raja mengagetkan nya ia menepuk punggung Diky.
"Bro, bro. Ha.. Ha.. Ha.. Cewek aneh kayak gitu loe kejar-kejar, kayak enggak ada cewek lain aja ha...ha...ha. Gue akui emang sih dia cantik, bahkan dia yang paling cantik di sekolah kita, tapi kalo aneh gitu mah siapa yang mau, di tambah lagi dia orangnya sombong nya minta ampun hmm.. " ujarnya sembari melihat sosok Fiona yang sudah di gedung lantai dua.
"Bising banget sih loe, itu hak gue mau ngejar-ngejar siapa saja, enggak ada urusannya sama loe. Loe urus saja sana urusan loe sendiri". Diky menepis rangkulan tangan Raja.
"Hmmm.. Ya ya ya oke, tapi sih, loe kan aneh juga orangnya. Jadi, kalo di pikir-pikir loe cocok juga sama cewek aneh kayak dia ha ha ha". ucap Raja menggoda Diky.
"Si***n loe... " Diky memiting leher kawannya itu. Raja pun merintih kesakitan.