Télécharger l’application
23.52% Pecahan Jiwa / Chapter 4: Bab 4

Chapitre 4: Bab 4

Hari itu adalah hari yang penuh dengan tantangan untuk Alif. Ia sudah mengira bahwa perjalanan menuju kesembuhan tidak akan mudah, tetapi dia tidak pernah membayangkan rasa sakit yang harus dihadapinya ketika pintu masa lalu terbuka lebar.

Setelah beberapa minggu menjalani terapi dengan Dr. Amira, Alif mulai menyadari bahwa banyak hal yang belum pernah dibicarakannya. Ada bagian dari dirinya yang terkubur begitu dalam, terlindungi oleh lapisan-lapisan ketakutan dan penyangkalan. Alfa, bagian dari kepribadiannya yang selalu mencoba melindungi, tak henti-hentinya memperingatkan Alif untuk tidak menggali lebih dalam.

Namun, hari ini berbeda. Alif memutuskan bahwa waktunya telah tiba. Waktunya menghadapi rasa takut itu, meskipun Alfa berusaha keras untuk menghalanginya.

"Saya merasa perlu membuka diri sepenuhnya, Dr. Amira," kata Alif dengan nada tegas saat ia duduk di kursi terapi yang familiar.

Dr. Amira menatapnya penuh perhatian, mencoba menangkap perubahan dalam nada dan bahasa tubuh Alif. "Apa yang kamu pikirkan, Alif? Apa yang ingin kamu bicarakan hari ini?"

Alif terdiam sejenak, menggenggam erat kedua tangannya. "Ada sesuatu yang sudah lama saya simpan. Sesuatu yang mungkin menjadi akar dari semua ini," gumamnya pelan. "Alfa, dia selalu berusaha melindungi saya. Tapi mungkin, dia menyembunyikan sesuatu."

Dr. Amira menunggu dengan sabar. "Apa yang menurutmu disembunyikan Alfa darimu?"

Alif menarik napas dalam-dalam, mencoba meredam kecemasan yang mulai meluap. "Masa kecil saya… Saya dulu punya seorang teman yang sangat dekat, namanya Tino. Kami selalu bermain bersama. Tapi ada satu peristiwa yang mengubah semuanya."

Wajah Alif berubah muram saat kenangan lama mulai membayangi pikirannya. "Saat itu kami bermain di dekat sungai. Tino jatuh, dan aku tidak bisa menyelamatkannya. Dia tenggelam tepat di depan mataku."

Alif merasakan sensasi dingin menjalari tubuhnya saat mengingat momen itu. "Sejak hari itu, aku merasa terjebak. Rasa bersalah yang tak terucapkan, ketakutan bahwa aku tak bisa melindungi siapa pun, bahkan diriku sendiri."

Dr. Amira menatap Alif dengan mata yang lembut namun tegas. "Bagaimana perasaanmu sekarang setelah membicarakannya?"

"Sejujurnya," Alif tersenyum tipis, "ini seperti membuka luka lama, tapi ada sesuatu yang… lega. Mungkin ini yang Alfa coba sembunyikan dari saya selama ini. Rasa bersalah itu."

Dr. Amira mengangguk, memahami betapa beratnya beban yang baru saja dilepaskan Alif. "Alfa mungkin muncul sebagai cara untuk melindungimu dari trauma masa lalu, dari rasa bersalah yang membelenggu. Tetapi dengan menghadapinya sekarang, kamu memberikan ruang untuk penyembuhan. Bagaimana perasaanmu tentang Alfa sekarang?"

Alif menunduk, mencoba memahami emosi yang bergejolak dalam dirinya. "Aku merasa Alfa masih penting, tapi mungkin aku tidak perlu bergantung sepenuhnya padanya lagi. Ada bagian dari diriku yang harus mengambil alih."

Setelah sesi berakhir, Alif berjalan pulang dengan langkah yang lebih ringan, tetapi perasaannya tetap bercampur aduk. Bagaimana mungkin satu kenangan bisa membawa begitu banyak luka? Dan apakah Alfa akan terus muncul, meskipun kini Alif mulai memahaminya?

Sesampainya di rumah, Alif duduk di depan cermin, menatap wajahnya sendiri. Seperti yang telah sering ia lakukan belakangan ini, ia mencoba berbicara dengan Alfa.

"Kenapa kamu tidak memberitahuku tentang Tino sejak awal?" tanya Alif dalam hati, berharap Alfa menjawab.

Namun, kali ini tidak ada respons yang langsung datang. Keheningan menggantung di udara, seolah Alfa enggan berbicara. Ini bukan sesuatu yang biasa. Biasanya, Alfa langsung hadir ketika Alif meragukan sesuatu. Apakah ini pertanda baik?

Alif menatap lebih dalam ke cermin, mencoba merasakan setiap sudut pikirannya. Mungkin, untuk pertama kalinya, Alfa juga sedang merenung. Mungkin dia juga merasa terkejut dengan apa yang telah terbuka.

"Apakah kamu takut aku tidak membutuhkannya lagi?" tanya Alif, kali ini suaranya lebih lembut. "Aku tahu kamu mencoba melindungiku, tapi aku juga harus belajar berdiri sendiri."

Dan untuk pertama kalinya, Alfa menjawab dengan suara yang lebih tenang daripada sebelumnya. "Aku hanya tidak ingin kamu terluka lagi. Jika aku membiarkanmu mengingat semuanya, aku takut kamu tidak akan sanggup."

Alif mengangguk. "Aku mengerti. Tapi ini adalah bagian dari diriku, sama seperti kamu. Kita bisa menghadapi ini bersama. Kamu tidak harus melindungiku dengan menutup kebenaran."

Perlahan, Alif merasakan adanya perubahan dalam dirinya. Tidak ada ketakutan yang luar biasa, hanya kesadaran bahwa ia sedang berada di tengah proses panjang menuju penerimaan diri. Alfa masih ada, tetapi kali ini, kehadirannya tidak lagi menakutkan. Alif merasakan harmoni baru yang mulai terbentuk antara mereka.

Malam itu, saat Alif berbaring di tempat tidurnya, ia tidak merasa sendirian. Untuk pertama kalinya, dia menerima keberadaan Alfa sebagai bagian dari dirinya yang tidak perlu ia hilangkan, melainkan ia peluk dengan penuh pengertian.

Namun, malam ini membawa lebih dari sekadar ketenangan. Saat Alif tertidur, bayangan masa lalu kembali menyelinap dalam mimpinya. Kali ini, ia kembali ke tepi sungai, tempat di mana semuanya dimulai. Tapi alih-alih ketakutan dan rasa bersalah, Alif mendapati dirinya berdiri tegak, menghadapi sungai dengan tenang.

Dan di sana, di kejauhan, ia melihat sosok Tino, tersenyum padanya dari seberang sungai. Sosok itu tidak lagi terjebak dalam kenangan menyakitkan, tetapi muncul sebagai pengingat bahwa Alif telah melakukan yang terbaik.

Alif terbangun keesokan paginya dengan perasaan lega. Dia tahu bahwa perjalanan penyembuhan ini belum berakhir, tetapi dia telah membuat kemajuan besar. Alfa tetap ada, tetapi kini mereka berjalan bersama, bukan sebagai musuh, melainkan sebagai bagian dari diri yang saling melengkapi.

Ketika dia memandang ke luar jendela, sinar matahari pagi menyapa lembut wajahnya. Alif tersenyum kecil. Dia tahu ini adalah hari baru, kesempatan untuk memulai kembali. Masa lalu mungkin tidak bisa diubah, tetapi Alif bisa menentukan masa depannya—dengan Alfa di sisinya, dan dengan kedamaian yang baru ia temukan di dalam dirinya.

---


next chapter
Load failed, please RETRY

État de l’alimentation hebdomadaire

Rank -- Classement Power Stone
Stone -- Power stone

Chapitres de déverrouillage par lots

Table des matières

Options d'affichage

Arrière-plan

Police

Taille

Commentaires sur les chapitres

Écrire un avis État de lecture: C4
Échec de la publication. Veuillez réessayer
  • Qualité de l’écriture
  • Stabilité des mises à jour
  • Développement de l’histoire
  • Conception des personnages
  • Contexte du monde

Le score total 0.0

Avis posté avec succès ! Lire plus d’avis
Votez avec Power Stone
Rank NO.-- Classement de puissance
Stone -- Pierre de Pouvoir
signaler du contenu inapproprié
Astuce d’erreur

Signaler un abus

Commentaires de paragraphe

Connectez-vous