14 Oktober 1945
Di saat Jepang menyerah tanpa
syarat kepada tentara Sekutu. Indonesia masih menyisakan beberapa peristiwa
tragis dan peperangan masih terjadi di setiap daerah Pulau Jawa. Seperti sore ini
suasana di Kota Semarang mencekam sekali. Tersiar kabar kalau tawanan tentara Jepang
melarikan diri ketika para Pemuda hendak memindahkan mereka dari Cepiring ke Bulu.
Namun di tengah perjalanan mereka melarikan diri dan berhasil kabur dan
bergabung dengan pasukan Jepang lainnya.
Belum hilang rasa marah para
pemuda Semarang mendengar tawanan tentara Jepang kabur, mereka diintruksikan
untuk mencegat dan memeriksa mobil Jepang yang lewat di jalanan utama kota
Semarang untuk mencari tawanan itu. Dan mereka mendengar kabar kalau tawanan
mereka telag bergabung dengan pasukan Kidō Butai. Kidō Butai adalah pasukan
Jepang dibawah pimpinan Jenderal Nakamura yang terkenal sebagai pasukan yang
paling berani.
"Aryadi, ikut aku ke Rumah Sakit
Purusara!"ajak Damar kepada Aryadi yang sedang membersihkan senjatanya.
"Apa, kemana?"tanya Aryadi sambil
menyimpan senapannya di samping bangkunya tempat dia duduk.
"Ikut aku!" bisik Damar.
"Cuma kita berdua?"tanya Aryadi
kembali.
"Apa kau takut?"tanya Damar
meremehkan Aryadi.
"Bukan takut, tapi kita kan
ditugaskan untuk berjaga disini, bagaimana kalau Pak Ferdi tahu kalau kita
malah pergi kesana?"kata Aryadi memberikan alasan.
"Disini sudah ada lebih sepuluh
orang yang jaga, aku punya firasat kalau bakal terjadi sesuatu di Rumah Sakit
sana?"ungkap Damar pelan.
"Kamu kesana, bukan karena kamu
ingin menemui dia kan?"tanya Aryadi.
"Itu hanya alasan yang lain,
kalau firasatku benar, bisa-bisa dia dalam bahaya"Damar sedikit mempelihatkan
rasa kuatirnya. Dia yang dimaksud adalah Parwani, salah satu perawat yang
bekerja di Rumah Sakit itu. Gadis yang dia kenal selama dua tahun. Namun sampai
saat ini dia belum bisa menaklukan hatinya. Dia seorang gadis yang paling susah
ditaklukan, baru kali ini dia menemukan gadis yang menolaknya. Padahal dengan
wajahnya yang lumayan dan tubuh yang bagus pula banyak gadis di Semarang ini
yang mendambakannya menjadi kekasihnya atau suaminya. Namun Parwani tidak
seperti gadis yang lainnya. Dia cantik, ramah, pandai berbicara, dan setiap dia
melihat wajahnya, Parwani makin menawan dengan sorot matanya yang tajam dengan
berhias alis hitam dan lebat membuat wajah Parwani menarik. Apalagi bibirnya
yang selalu merekah karena selalu tersenyum . Pertemuan pertamanya adalah
ketika dia terluka karena tembakan di bahunya saat perang melawan tentara
Jepang. Damar merasa kalau Parwani adalah gadis yang menyenangkan. Dan sejak
itu Damar selalu mencari alasan untuk menemui Parwani. Berbagai keluhan sakit
agar Parwani mau memeriksa dan mengobatinya. Dengan begitu dia punya kesempatan
untuk mengajaknya berkencan atau berjalan jalan berdua.
Entahlah apa karena memang dia
seorang perawat yang tugasnya memang harus ramah kepada semua pasien rumah
sakit khususnya. Damar merasa terhipnotis setiap Parwani bicara padanya. Dan dia
merasa dia harus menaklukan hatinya meskipun dia harus ditolak beberapa kali.
"Kali ini kamu mau berpura-pura
sakit apa lagi?"ledek Aryadi.
"Kita tidak harus menemuinya,
kita hanya berjaga-jaga kalau terjadi sesuatu disana"jawab Damar.
"Baiklah kalau begitu, sebagai
imbalannya kamu harus mentraktirku makan di warung Mbak Rodiah!"
"Gampang itu!"jawab Damar.
Mereka pun berdua diam diam pergi
dari pos penjagaan dan berjalan menuju ke selatan ke RS Purusara.
Di jalan Aryadi tidak berhenti
meledek Damar yang terlalu mengejar ngejar Parwani. Padahal banyak gadis di
sini yang sudah siap dinikahi Damar.
"Apa sih istimewanya Parwani Mar?"tanya
Aryadi penasaran.
"Entahlah, setiap aku bertemu
dengannya, dia selalu tersenyum dan kadang terlihat seperti sedih juga"jelas
Damar.
"Kayaknya kamu dipelet Parwani"balas
Aryadi asal.
"Menurut kamu, Parwani ayu tidak?"tanya
Damar.
"Ayu sih ayu,tapi aku wedi (takut)
"jawab Aryadi.
"Kenapa?"
"Sorot matanya itu terlalu tajam,
terus senyumnya, seperti bukan senyum biasa"ungkap Aryadi.
"Sudahlah, kamu ngomong begitu,
karena kamu jarang melihatnya"bela Damar.
Aryadi tidak membalas perkataan
Damar. Dia hanya menatap wajah sahabatnya Damar dengan tatapan yang heran.
Setengah jam kemudian mereka
sudah sampai di depan rumah sakit. Tapi di luar dugaan mereka. Ternyata mereka
melihat beberapa pasukan tentara Indonesia bersenjata sudah berjaga dan
memeriksa setiap mobil yang lewat. Saat itu sudah hampir gelap, Damar dan
Aryadi hendak bergabung dengan mereka. Tapi tiba-tiba ada beberapa mobil jeep
datang secara bersamaan dengan kecepatan tinggi sambil menembaki mereka secara
brutal. Para pasukan yang sedang berjaga yang tidak menyangka akan mendapat
serangan mendadak seperti ini banyak yang tumbang tertembak. Damar dan Aryadi
sesegara mungkin berlindung di balik sebuah mobil yang terparkir. Mereka melihat
kalau yang menyerang mereka adalah pasukan Jepang. Damar dan Aryadi kemudian
bersiap siap untuk membantu mereka. Senapan mereka segera dalam posisi
menembak. Damar melihat jumlah mereka sekitar dua puluhan dengan masing masing
memegang senjata lengkap. Damar memperkirakan kekuatan mereka jauh sekali. Dalam
segi senjata dan peluru sepertinya tidak akan bisa memukul mundur mereka.
"Mar, mereka masuk ke dalam rumah
sakit!"Aryadi memberi tahunya.
Damar hanya menghela napas
pertanda dia sangat mengkuatirkan orang orang yang berada di dalam rumah sakit
itu termasuk Parwani.
"Berapa peluru yang kamu punya?"tanya
Damar.
"Sepuluh"jawab Aryadi.
"Baik aku rasa itu cukup sampai
aku bisa masuk kesana, kamu lindungi aku dari sini, kalau ada yang menyadari
aku masuk, kamu tembak?"perintah Damar.
"Tapi itu bahaya buat kamu, kamu
bisa mati konyol!"cegah Aryadi.
"Kamu jangan risaukan aku, yang
penting kamu disini perhatikan gerak-gerik mereka, aku akan masuk diam diam
lewat gerbang samping!"
"Baik, hati hatilah!"kata Aryadi
dengan wajah yang cemas.
Dengan mengendap-endap Damar pun
meloncat pagar gerbang rumah sakit yang terkunci. Dari jauh Aryadi melihat
Damar memberi kode kalau dia sampai disana tanpa ada yang mengetahuinya. Aryadi
mengangguk tapi dia tetap berjaga jaga dan mengawasi tentara Jepang itu. Mereka
melucuti senjata para tentara yang berjaga di rumah sakit itu. Tampak mereka
ada yang tergeletak terluka karena tembakan. Dan bahkan mungkin ada yang gugur
disana. Aryadi kemudian menelan ludah karena dia sendiri merasa ketakutan
sendiri ditinggal Damar. Kemudian Aryadi pun berjongkok karena dia sudah merasa
kalau Damar sudah tidak membutuhkan pengawasannya. Dia sudah masuk ke dalam. Tinggal
dirinya harus berpikir bagaimana caranya dia bisa membuat Damar kembali dengan
selamat. Dia berharap kalau tentara Jepang segera meninggalkan tempat ini.
Belum lama dia berjongkok, sebuah
moncong senapan tampak menyentuh dahinya. Seorang bermata sipit tengah
menodongkan senapannya ke dahi Aryadi. Belum sempat Aryadi berkata. Orang itu
memukul kepalanya dengan gagang senapan yang terbuat besi itu dengan keras.
Aryadi pun terjatuh dan tak sadarkan diri.
Aryadi merasakan kepalanya pusing
sekali. Dia perlahan membuka kedua matanya. Namun pandangannya sedikit kabur. Karena
akibat pukulan tadi Aryadi merasa kepalanya sakit sekali. Dia ingin menggerak
kedua tangan dan kakinya. Tapi tidak bisa digerakkan. Aryadi baru sadar kalau
kedua tangan dan kakinya terikat. Kemudian Aryadi mencoba mengedip ngedipkan
matanya agar dia bisa melihat dengan jelas dia berada di mana.
Sebuah ruangan yang bau nya dia
hapal. Ini pasti di rumah sakit. Dia melihat kalau dia sedang berada di sebuah
bangsal rawat inap. Di ruangan itu tampak seseorang tergeletak dengan banyak
luka. Kakinya tertembak dua\-duanya. Sementara kepalanya penuh dengan darah.
Aryadi kemudian menjerit ketika dia menyadari sosok itu adalah Damar.
"Damar, Damar, bangunlah!"teriak
Aryadi meronta\-ronta mencoba melepaskan ikatannya. Karena teriakannya itu
beberapa orang datang dan masuk ke bangsal.
"Diam kamu, atau kepalamu saya
tembak!"bentak tentara Jepang itu sambil menodongkan senjatanya ke arah Aryadi.
"Kalian orang Jepang tak tahu
malu, seharusnya kalian cepat minggat dari sini!"teriak Aryadi marah.
"Dasar orang pribumi jelek, mati
saja kau!"jawab tentara Jepang itu sambil siap menembak kepala Aryadi.
Aryadi merasa dirinya sebentar
lagi akan dicabut nyawanya. Dia pun memejamkan matanya karena takut kalau
mereka benar benar menembak.
Dooooooorrrr.
Aryadi menahan napasnya ketika
suara letusan senjata itu benar\-benar ada. Namun Aryadi tidak merasakan
sesuatu. Dia pun membuka matanya dan melihat Damar di depannya menghalangi dan
melindunginya. Ternyata peluru itu mengena dada sebelah kiri Damar. Aryadi
berteriak sejadi jadinya melihat Damar mencoba menghalangi mereka yang hendak
menembak dirinya.
"Damaarrrr… tidaaaak!"teriak
Aryadi menangis. Dia tak mampu melihat teman seperjuangannya meninggal seperti
itu.
"Bangsaaaaaaat!"teriak Aryadi
mencoba sekuat tenaga melepaskan ikatan tali sialan itu. Tak tinggal diam,
tentara Jepang itu pun kembali membidik kepala Aryadi. Tapi secepat kilat entah
darimana ada angin berhembus begitu kencang dan sesosok tiba\-tiba muncul di
tengah tengah mereka. Aryadi melihat sosok itu. Seorang perempuan berbaju
perawat berdiri di hadapanya tengah menghadap ke tentara Jepang itu. Dia melihat
juga perempuan itu sempat melihat Damar yang sudah terkapar tak bernyawa. Dia adalah Parwani. Perempuan itu tampak
mengepalkan tangannya dengan kuat. Tentara Jepang itu tampak kaget karena
kedatangan Parwani yang tiba tiba muncul di depannya.
"Minggir kau perawat gila!"bentak
tentara itu tetap membidikkan senjatanya.
"Kalian harusnya dikirim ke
neraka!"ujar Parwani.
"Apa kamu mau mati juga hah?"teriak
tentara Jepang itu.
"Kamu yang harusnya mati!"ucap
Parwani dengan suara keras seperti bukan seorang perempuan. Aryadi yang
mendengar itu tiba tiba bergidik.
"Apa, kamu berani sekali"tentara
Jepang itu pun kehilangan kesabaran. Dia pun menarik pelatuk senjatanya dan
mengarahkannya pada Parwani. Aryadi pun berteriak mencoba mengingatkan Parwani
agar menghindar. Tapi Parwani tidak bergeming.
Dooooooooorrrrrr.
Suara tembakan itu akhirnya
terdengar. Aryadi merasa terguncang karena mereka berdua harus mati di depan
matanya. Tapi.
Parwani masih berdiri kokoh tanpa
sedikit pun terluka. Kemudian tentara itu merasa kaget kalau pelurunya tidak
berhasil menembus badan Parwani. Dia pun mencoba menembaknya lagi. Tapi gagal,
peluru itu tidak menembus malah terpental kembali ke arahnya. Layaknya seperti
baja, tubuh Parwani tidak mempan ditembus peluru. Parwani kemudian mencoba
mendekati tentara Jepang itu. Merasa kalau Parwani kebal peluru. Kecongkakan tentara
tadi langsung berubah menjadi ketakutan. Bagaimana bisa seorang manusia tidak
bisa mati ditembak berkali\-kali. Karena takut dengan Parwani, tentara itu
kemudia menembakinya terus. Tapi peluru itu hanya terpental dan memantul di
badan Parwani. Akibatnya peluru itu pun malah memantul dan mengenai kepalanya
sendiri. Tentara Jepang tadi pun ambruk.
Aryadi yang melihat itu semua
sangat terkejut. Bagaimana bisa Parwani bisa selamat dari tembakan peluru itu. Apakah
dia bukan manusia. Bagaimana mungkin manusia mempunyai kekebalan tubuh seperti
itu. Dia hanya mendengar itu hanya sebuah dongeng belaka. Tentang seseorang
yang tak kan bisa terbunuh oleh senjata apa pun.
Belum sempat Aryadi hilang rasa
terkejutnya. Dia melihat Parwani menangis tersedu sedu sambil memeluk tubuh
Damar yang sudah menjadi mayat. Aryadi pun menangisi Damar. Damar harus mati
karena berusaha menyelematkannya dari tembakan.
"Harus berapa kali aku menanggung
ini?"teriak Parwani memeluk Damar dengan pilu.
"Lebih baik aku mati
juga..huuuuuuu"tangisan Parwani begitu pilu.
"Bratabara...…ambil kembali…..tolong
ambil kembali…cabut kutukan ini!"teriak Parwani membuat Aryadi tak memahami
maksud teriakannya itu. Bratabara itu siapa. Aryadi ingin mencoba mendekati
Parwani. Tapi dia masih terikat. Dia meronta ronta supaya tali itu bisa lepas. Tapi
ajaib, tiba\-tiba ikatannya terlepas sendiri. Tanpa berpikir panjang. Aryadi
menghampiri Parwani yang memeluk Damar. Baju putihnya kini sudah penuh dengan
darah Damar. Aryadi mencoba menenangkan Parwani. Dia takut kalau suara
tangisannya akan mengundang tentara Jepang yang lain yang masih berada di rumah
sakit ini.
"Tenanglah, Parwani!"kata Aryadi
mencoba menenangkan. Parwani pun memandangnya dengan tatapan yang menyeramkan. Bola
matanya merah dan giginya berubah menjadi taring semua. Aryadi terkejut dan
ketakutan melihat sosok Parwani yang menyeramkan itu.
"Dia mati karena mencoba
menyelematkanmu!"dengus Parwani kesal.
Aryadi pun semakin ketakutan. Kini
Parwani mencoba mendekati Aryadi yang mundur ketakutan. Kali ini dia meregankan
kedua tangannya. Kini di jari\-jari tangannya muncul kuku kuku panjang yang
hitam dan tajam siap untuk mencabik Aryadi.
"Sebenarnya kamu makhluk apa?"tanya
Aryadi.
"Aku?"tanya Parwani. Kemudian dia
memainkan kuku kukunya yan panjang di wajah Aryadi. Tubuh Aryadi gemetaran
saking takutnya. Aryadi menganggukkan kepalanya menjawab.
"Aku manusia terkutuk yang sudah
membunuh orang"jawab Parwani mengedipkan matanya. Kemudian matanya kembali
normal. Tapi kukunya masih saja ada cakar hitam yang siap mencabik.
"Karena aku sudah menghilangkan
nyawa dari seseorang yang disayangi keluarganya, aku ini dikutuk agar bisa
merasakan menyaksikan kematian orang yang aku sayangi, termasuk Damar…"kembali
Parani menangis. Aryadi semakin bingung dan tidak paham.
"Kamu manusia atau siluman?"tanya
Aryadi bingung hendak berbicara apa.
"Aku, aku ingin menjadi manusia
normal, aku juga ingin mengakhiri ini semua, aku tak tahan harus melihat kematian
orang terkasih ku"jawab Parwani.
"Aku tak mengerti apa yang kamu katakana
Parwani, tapi yang aku bingung bukankah kamu yang menolak Damar, aku kira kamu
tidak menyukai Damar?"tanya Aryadi yang tidak paham atas cerita Parwani dengan
kenyataan yang diceritakan Damar.
"Aku mencintainya, aku tidak
berani mengungkapkan kebenarannya karena aku takut, aku takut hal seperti ini
terjadi, aku sudah menjadi nasib sial Damar"jawab Parwani menatap Aryadi sambil
menurunkan tangannya dari Aryadi.
"Nasib sial, aku semakin tidak
mengerti!"
"Karena kamu sudah melihat
wujudku yang sebenarnya, aku harus menjadikan kamu sebagai anak buahku!"ucap
Parwani.
"Apa, anak buahmu, rasanya itu
tidak mungkin"jawab Aryadi menggeleng\-gelengkan kepalanya.
"Kamu lupa, kamu berhutang dua
nyawa, satu nyawa dari Damar yang sudah menyelamatkanmu, dan satu dariku, kamu
harus balas budi!"kata Parwani membuat Aryadi terperanjat mendengarnya.
"Bbbbb…balas.. balas budi seperti
apa?"tanya Aryadi gelagapan.
"Cukup kamu membantu dan
mendampingiku dan mencari cara supaya aku bisa lepas dari kutukan ini!"jawab
Parwani mantap.
"Kutukan, kutukan apa?"tanya
Aryadi.
"Sebagai balas budi, kamu,
anakmu, cucumu, cicitmu harus mengabdikan hidup kalian dengan membantu aku
supaya aku bisa lepas dari sesuatu yang ada di tubuhku ini!"kata Parwani.
Aryadi hanya pasrah mendengar itu
semua. Entah dia menyesal kenapa dia tidak mati saja di tangan tentara Jepang
itu daripada seumur hidupnya dan seluruh keturunannya harus mengabdi pada
perempuan yang tidak bisa mati itu.
***Bab 2 kelar juga….Jangan lupa**
Buat review karya ini ya plizzzz!!😘 😘