"Ternyata lu udah dateng, tadi gue nyamper ke rumah," kata Raza yang mendapati Tiara sudah berada di dalam kelas.
"Iya, gue jalan duluan. Nungguin lu kelamaan, entar gue telat lagi gara-gara lu," cibir Tiara.
Tiara dan Raza adalah dua sahabat yang sangat akrab, seringkali mereka di curigai mempunyai hubungan hanya sebatas sahabat. Bahkan mereka berdua kerap kali di sebut seperti pensil dan penghapus karena saling melengkapi satu sama lain. Di mana ada Tiara pasti ada Raza. Bahkan Zia sahabat Tiara yang lainnya merasa cemburu dengan kedekatan mereka. Kalau di suruh memilih antara Raza atau Zia dengan cepat Tiara memilih Raza dengan percaya diri dan tegas.
"Lu mah gitu, milihnya gak ragu-ragu, mentang-mentang kalian ketemu duluan jadi gue di belakangin," protes Zia pada Tiara saat harus memilih satu di antara kedua sahabatnya.
"Zia sayang, lu juga sahabat terbaik gue kok. Kalau bisa gue gak mau milih satu di antara kalian karena kalian adalah orang yang berharga dalam hidup gue tapi di saat gue di suruh milih ya jawabannya Raza karena dia itu orang yang udah nemenin gue saat senang atau pun selalu ada di saat sedih lagian gue sama Raza berteman sejak kecil dan rumah kita hanya berbeda beberapa gang saja."
Seperti itu lah penjelasan Tiara setiap Zia menunjukan sifat kekanakannya karena merasa di nomor duakan.
"Tiara, nanti kita nonton yuk. Ada film baru loh, kemarin gue liat spoilernya keren banget. Gue yakin lu pasti suka," ajak Raza pada Tiara yang sedang berkutat dengan rumus-rumus fisika.
"Diem dong, Za. Gue lagi ngitung nih nanti jawabannya salah," ucap Tiara karena pelajaran fisika sedang berlangsung.
Seketika Raza langsung diam karena guru fisika sedang memperhatikan gerak gerik Raza yang tidak fokus pada pelajaran. Zia yang merasakan kemenangan tidak terduga langsung menjulurkan lidahnya ke arah Raza yang duduk tepat di belakang Tiara, tidak mau kalah Raza pun membalas Zia.
Bel istirahat pun berbunyi, semua siswa siswi langsung berhamburan keluar kelas menuju tempat di mana terdapat surga makanan dan minuman berada yaitu kantin sekolah. Tiara, Raza dan Zia pun ikut keluar kelas untuk memberi makan cacing yang sudah berdemo di dalam perut masing-masing.
"Lu pesan apa?" tanya Zia pada Tiara.
"Gue kaya biasa aja, mie soto sama es teh," sela Raza.
"Emang gue nanya lu," protes Zia.
"Sudah sudah, gue pesennya sama kok kaya Raza, jadi dua semuanya," jawab Tiara melerai perdebatan Zia dan Raza.
Raza yang merasa di bela merasa bangga dengan menunjukan senyum kemenangan. Zia pun memesan makanan dan minuman yang serupa, mie soto tiga dan es teh tiga. Setiap kali Zia dan Raza berdebat seperti itu ada saja orang yang mengejek kalau mereka akan saling jatuh cinta karena selalu bertengkar hal yang sepele. Tiara juga merasakan hal yang sama bahkan mengeluarkan kutukan saktinya saat mereka tidak ada yang mau mengalah saat berdebat.
"Gimana, Ra. Mau kan nonton?" tanya Raza pada Tiara sekali lagi yang belum terjawab.
"Hari ini gue gak bisa, harus nganterin ibu ke pasar buat belanja bulanan," jelas Tiara menolak ajakan Raza.
Terlihat raut Raza yang kecewa saat mendengar jawaban Tiara. Zia pun tertawa kecil saat melihat perubahan wajah Raza bahkan menepuk-nepuk pelan bahu Raza bermaksud untuk bersabar.
*
"Assalamualaikum." Tiara mengucapkan salam saat sampai di rumah. Raza pun melambaikan tangan setelah mengantar Tiara sampai rumah. Sudah menjadi ritual Raza, berangkat dan pulang selalu bersama-sama. Pintu di bukakan oleh wanita yang bernama Sartika Rahayu yaitu ibunda tercinta dari Tiara Arqananta.
"Kita jadi pergi belanjanya, ma?" tanya Tiara memastikan.
"Jadi dong, yaudah kamu ganti baju atau mau makan siang dulu?"
"Ganti baju aja, ma. Aku masih kenyang tadi makan mie di kantin," jawab Tiara.
"Tuh kan, kebiasaan. Mama udah bilang kurangi makan mie nanti maag kamu kena lagi," kata Sartika mengomeli Tiara.
Tiara hanya terkekeh dan langsung masuk ke kamar untuk berganti pakaian. Mengikat rambut panjangnya ala ekor kuda, memakai kaos berwarna navy dan celana jeans serta sepatu kets melengkapi gaya andalan Tiara yaitu kasual. Simpel. Suara Sartika terdengar dari luar menyuruh Tiara untuk segera keluar dari kamar karena kang mobil online sudah ada di depan rumah. Tiara dan Sartika pun segera keluar, tidak lupa mengunci rumah agar aman saat di tinggal dengan pemiliknya.
"Selamat sore, bu. Tujuannya apa sudah benar yaitu ke mall X," sapa driver ketika bu Sartika dan Tiara sudah duduk di dalam mobil.
"Iya pak benar," jawab Sartika dengan senyum. Kang mobil online pun langsung menancapkan gasnya saat mendapatkan jawaban.
"Sudah sampai ya bu, sesuai aplikasi. Jangan lupa kasih bintang lima. Terima kasih," kata driver online saat sudah sampai di mall X.
Tiara yang mendengar tersenyum sopan dan menjawab, "Iya pak nanti saya kasih dua puluh."
Kang driver online pun terkekeh mendengar jawaban Tiara.
Tiara dan Sartika langsung menuju market yang ada di dalam mall dan membeli semua kebutuhan dapur. Setelah selesai mereka berdua bejalan mengelilingi mall untuk sekedar window shoppping.
"Mah, aku beli itu ya," tunjuk Tiara pada sebuah hiasan yang lucu menurutnya. Sartika hanya mengangguk tanda menyetujui permintaan anak tersayangnya.
Setelah puas menelusuri setiap toko yang berada di mall X, mereka berdua langsung pulang dengan menggunakan mobil online lagi.
Sartika meletakan barang-barang belanjaannya di atas meja yang masih menyatu dengan kitchen set berwarna senada. Tiara sudah meminta izin untuk masuk ke kamar karena ingin mengerjakan pekerjaan rumah yang di berikan oleh guru biologi di sekolah.
"Halo, Za. Kenapa? Sorry gak keangkat soalnya gak kedengeran," kata Tiara menjawab panggilan telepon dari Raza.
"Lu udah ngerjain tugas belum?" tanya Raza memastikan.
Tiara memberitahu kalau sedang mengerjakan pekerjaan rumah sambil bercerita lewat telepon dengan Raza, meskipun dalam ceritanya sering terjadi tertawa yang tidak jelas tapi Tiara masih bisa mengerjakan pekerjaan rumahnya dengan baik.
Tiara terus mengeluarkan suara ketawa terbahak-bahak setiap mendengarkan lelucon yang di lontarkan oleh Raza. Mereka selalu saja berbagi cerita dan berbagi rasa entah senang atau pun sedih. Tapi di dalam lubuk hati Raza, dia merasakan sesuatu yang berbeda bukan hanya sekedar sahabat, Raza menginginkan lebih dari hubungan yang hanya sebatas sahabat.
Sering kali Raza ingin mengutarakan perasaannya tetapi dia takut karena dengan mengatakannya akan membuat Tiara menjauh jika menolak perasaannya. Untuk saat ini Raza memilih memendam perasaan terhadap Tiara asalkan bisa melihat Tiara tersenyum dan bahagia.
Hanya dengan melihat wajahnya sudah cukup untuk menenangkan hati Raza. Di saat Tiara merasakan sedih dengan usaha yang di lakukan pasti akan Raza lakukan agar Tiara kembali tersenyum ceria.
Tidak dapat di pungkiri Raza bisa jatuh cinta dengan sahabatnya sendiri karena penampilan Tiara yang sangat cantik, mempunyai kulit putih mulus, berambut panjang dan bola mata berwarna cokelat. Siapapun yang memandangnya akan terpana melihat kecantikan yang terpancar dari diri Tiara.
Sebenarnya Raza juga termasuk pria idaman wanita, dengan tubuh tinggi karena sering berlatih basket sehingga mempunyai otot yang wajar pada umumnya, mempunyai garis wajah yang tampan dan mempunyai bola hitam jika menatap matanya akan langsung jatuh ke dalam pelukannya.
Bagi Tiara, Raza adalah sosok pria yang biasa saja karena sejak kecil mereka berteman hingga saat sekolah menengah atas pun mereka masih berteman dan telah mengenal satu sama lain terlebih jarak rumah antara mereka hanya beberapa gang saja.
Kehidupan Raza yang sederhana membuat Tiara betah berteman dengannya begitupun dengan Raza. Dalam janji yang konyol mereka mengucapkan akan sekolah dan lulus dalam bersamaan yang berarti mereka selalu berada di satu sekolah.
----
Suara alarm bersamaan dengan suara ketukan pintu sukses membangunkan tidur panjang Tiara.
"Iya mah, aku udah bangun," saut Tiara dari dalam kamar.
Tidak ingin membuang waktu Tiara segera pergi ke kamar mandi dan bersiap untuk pergi sekolah. Setelah rapi berpakaian dan mengikat rambut ala kuncir kuda, Tiara pun langsung pergi ke dapur untuk sarapan.
"Morning daddy, morning mommy," sapa Tiara sambil mendaratkan bokongnya di bangku meja makan.
"Morning my sweety, " jawab Pak Bagas Prasetyo yang tidak lain adalah ayah tercinta dari Tiara, "Kamu sekolah bareng Raza lagi?"
Gue mengangguk sambil melahap roti selai coklat buatan mamah.
"Pertemanan kalian awet ya dari kecil sampai sekarang, papah gak pernah liat kalian berantem," lanjut pak Bagas.
"Apa mungkin mereka berjodoh ya, pah?" tanya Sartika seperti berpikir sejenak.
Mendengar ucapan Sartika, Tiara pun tersedak dan langsung meminum susu coklat yang sudah di sediakan.
"Mamah apaan si, kita cuma sahabatan gak lebih," ucap Tiara menjelaskan.
"Kalau mereka berjodoh, papah si setuju aja mah. Lagian kita udah saling kenal baik dengan keluarga pak Hermawan juga."
Sartika hanya tersenyum dan mengangguk tanda setuju dengan perkataan suaminya tersebut. Tiara yang mendengar terus berusaha meyakinkan ke dua orang tuanya kalau hubungan mereka tidak lebih hanya sekedar sahabat.
Tiara tidak pernah berpikir bahkan tidak terpikirkan sama sekali hubungan lebih lanjut. Tiara hanya berpikir jika ada sosok Raza, dia merasa sangat senang dan tenang. Bisa di bilang Tiara telah bergantung pada Raza, semua yang dia putuskan selalu bertanya akan pendapat Raza. Jika merasa sedih, Raza lah menjadi orang pertama yang di cari oleh Tiara. Jika merasa senang, Raza lah yang selalu di cari oleh Tiara. Karena Raza selalu ada dan hadir selalu untuk Tiara. Raza tidak pernah mengeluh jika Tiara membutuhkan pundaknga hanya untuk sekedar bersandar. Raza selalu siap membantu Tiara kapanpun waktunya dan Raza selalu datang dengan cepat jika di panggil oleh Tiara.
Persahabatan yang terjalin semenjak duduk di bangku sekolah dasar, membuat mereka mengenal satu sama lain dan tidak ada satu pun rahasia yang mereka sembunyikan.
Suara salam Raza sudah terdengar dari luar, tidak butuh waktu lama Tiara langsung meminum habis susu cokelatnya tanpa sisa setetes pun. Tiara dan Raza berpamitan untuk berangkat sekolah.