Télécharger l’application
14% My Deadly Beautiful Queen / Chapter 7: Konflik Dengan Selir

Chapitre 7: Konflik Dengan Selir

"Melepaskan mereka?"

"Kita butuh pelayan dan pengawal di sini." Jawabku singkat. "Selain itu, membunuh mereka tidak akan memberikan apapun. lihatlah istana ini begitu kosong. Jika kita bisa memiliki mereka, aku rasa ini akan jauh lebih baik. Lagi pula kita akan membereskan semua masalah dengan permasiuri secepatnya. Orang-orang baru itu terasa sepertinya sangat tidak bisa diandalkan"

Huo hanya diam tak berkomentar. Ia terlihat berusaha menahan semua hal yang ingin ia ucapkan kepadaku. Aku sangat menghargai hal itu. Pengendalian dirinya untuk tidak berargumen patut diacungi jempol.

"Nona?" kata pelayan yang tadi pagi berlutut di kamarku. "Makanan sudah siap." Katanya.

Aku mengucapkan terimaksih dan pergi keluar dari istanaku.

"Kita akan ke mana?" , tanya Huo.

"Menemui Pastor Mark dari Byzantium." Jawabku singkat.

Aku akan menemui orang ini untuk menanyakan bagaimanan cara membunuh seorang iblis. Dalam perjalanan aku bertemu beberapa orang. Mereka melihatku dengan sangat bahagia karena aku tidak lagi berjalan dengan status seorang putri.

"Wah, wah lihat siapa yang akan melewati istana ini?" kata seorang selir dengan pakaian seronok diiringi beberapa dayang-dayangnya.

Semakin dekat, dayang-dayang membungkuk memberikan penghormatan.

"Kalian tidak perlu lagi membungkuk memberi hormat padanya." Kata selir itu. "Dialah yang harusnya membungkuk di bawah kakiku dan memberi hormat."

Dayang-dayang segera bangkit. seperti tak terpengaruh sama sekali, aku dan Huo tetap berjalan tanpa menoleh. Ini mebuat si selir terlihat sangat kesal.

"Dasar anak kurang ajar! Kau harus membungkuk jika ingin melewati istanaku! Bentaknya. "Pengawal, jangan biarakan wanita ini lewat tanpa izin dariku!"

"Baik Yang Mulia." Para penjaga segera mengahalangi jalan kami.

Aku menoleh, si selir berjalan dengan angkuh dan mendekati kami. "Berlutut dan memohon padaku! Aku akan membiarkanmu lewat!"

Aku melihat sekitar. Entah mengapa aku merasa beberapa pelayan mulai mengintip dari balik jendela. Tidak heran si selir bersuara sangat keras. "Kau hanya rakyar biasa, aku adalah selir! Tidak ada yang bisa melewatiku tanpa penghormatan. Aku adalah ibu negara ini!"

Aku ingin tertawa mendengar ucapan selir ini.

"Apa yang kau tertawakan Hah?" katanya panik. Aku membungkuk dan memberinya salam.

"Sudah puas? Ayo kita pergi!" aku membalikkan badanku dan menjauh darinya.

"Jangan biarakan dia pergi!"

Penjaga istana kelihatan bingung. Harus mendnegar selir atau membiarakanku lewat karena takut.

"Tunggu! Aku adalah selir! Aku bisa membuatmu menyesal karena tidak mendengar dan menghormatiku. Dasar anak bodoh! Anak tidak tahu diri! Berhenti kataku!"

Si Selir terus berteriak. Dengan tenang aku melenggang tanpa menoleh sama sekali.

"Jika kalian ingin hidup tenang, berhentilah berurusan dengan kami. Gertak Huo saat kami melewati mereka."

Beberapa pelayan berbisik satu sama lain. Beberapa dari mereka yang mengintip diam-diam pergi karena ketakutan. Dayang-dayang yang mengikuti selir mencoba untuk membuat si selir diam. Dari sini aku masih bisa mendengar selir itu mencaci maki dan mengumpat.

"Aku akan melaporkan penghinaaan ini kepada Kaisar agar wanita jalang sepertimu di usir dari istana selamanya!"

Huo melirik ke arahku.

"Jangan bunuh selir seperti dia. Target kita adalah permaisuri dan putra mahkota." Kataku memperingatkan.

"Ada ribut-ribut apa di sini?"

Aku menoleh. Masalah tiba.

"Putra Mahkota" kata Huo memberi salam. Ia bersama seseorang dengan pakaian yang aneh. Dengan mahkota yang ia pakai kurasa ia tidak berasal dari daerah ini.

"Putra Mahkota, Nona ini sangat tidak sopan dan tidak mau memberi salam padaku." kata si Selir. Dengan nafas terengah-engah dan emosi yang tinggi ia segera membuat laporan kepada putra mahkota begitu sampai ke hadapannya.

"Kau lihat sendiri bahkan ia tidak membungkuk kepada kaisar masa depan", gerutunya lagi.

"Kakak apakah ibu benar?", tanyanya.

Ibu? Sejak kapan selir ini mendjadi ibu baginya?

"Kurasa Selir Tsu salah paham" kata Huo sambil memberi salam. Nona sudah membungkuk dan memberi salam. Hanya saja kami terburu-buru sehingga kami tidak bisa menemani Selir Tsu untuk mengobrol."

Selir Tsu protes keras terhadap pernyataan Huo. Ia terus mengoceh dan mengkritik dari A sampai Z. Ia menantang jendral Huo untuk membuktikan perkataannya. Ia mengklaim di pihaknya ada banyak dayang dan para pengawal istana yang menjadi saksi. Menyedihkan

Sementara selir cantik ini terus mengoceh, seorang penerjemah terus bicara pada orang aneh yang datang dengan putra mahkota. Aku tersenyum memberi penghormatan saat ia menoleh ke arahku.

"Selir Tsu. Bisakah kita selesaikan ini baik-baik? Aku yakin kakak tidak bermaksud kurang ajar terhadap ibu." Usul putra mahkota.

"Tidak kurang ajar? Putra mahkota kau harus tau. Wanita ini bahkan tak pantas memanggilku ibu! Ia tidak layak. Bahkan kaisar sendiri mencabut gelarnya. Artinya memandang wajahku saja ia tidak pantas! Mohon putra mahkota tidak melepaskan wanita hina ini!"

Putra mahkota menghela nafas. Ia mencoba membujuk si selir.

"Ibu, ada seorang raja dari negri seberang. Ia datang jauh-jauh untuk mengadakan diplomasi politik. Ku harap selir Tsu bisa sedikit bersabar. Aku tidak ingin beliau mendapat salah pengertian akan kejadian ini."

Selir Tsu segera mereda. Ia melihat pria yang disebut Raja oleh putra mahkota. Ia menyapanya dengan hangat dan menjelaskan apa yang terjadi. Penerjamah di sampingnya terus menerjrmahkan. Entah apa perasaanku saja atau bagimana, Selir ini terlihat seperti memandang tamu itu dengan sedikit menggoda. Tidak tahu malu.

"Kakak, kau akan kemana jika aku boleh tau?"

"Ke tempat pastor Mark dari Byzantium." Jawabku dengan malas.

"Nona tidak berniat membuat masalah, mohon tidak menghambat kami!"

Selir Tsu tertawa. "Menemui Pastor? Apa kau sudah bertobat hah? Para dewa akan memberikan kutukan padamu!"

Putra mahkota meminta selir berhenti mengejek.

"Selir Tse, bagimana kalau kita sudahi saja masalah ini? Biarkan Kakak lewat lagi pula ia juga tidak bermaksud menghina ibu bukan?"

"Lagi pula aku tak ingin mendengar ribut-ribut di istana. Apalagi kita sedang mendapat kunjungan dari beberapa kerajaan lain. Ku harap kita bisa mengakhiri semua ini dengan damai."

Selir yang jahat itu berfikir dan menerima permohonan putra mahkota.

"Dengan satu syarat. Aku ingin ia berlutut memberi hormat padaku"

Tak ingin membuang waktu aku berlutut memberi salam.

"Salam Selir kehormatan Tse, salam putra mahkota dan salam…." Tunggu siapa namanya?

Selir Tse tertawa bahagia. Putra mahkota melihatku dengan takut. Andaiakn tatapan mata bisa membunuh, aku yakin Huo akan membunuh mereka semua.

Puas melihatku berlutur Selir kehormatan pergi diiringi semua pelayannnya. Putra mahkota masih mematung.

"My name is Dewata Rendra the King of Artha Pura Kingdom."

"Do you speak English?" tanyaku heran.

"As a king of great kingdom, I have to learn many languages." Jawabnya. "Please arise."

Aku mengucapkan terimakasih.

"Kakak kau tidak perlu berlutut dihadapanku", kata putra mahkota.

Aku bangkit dari posisi berlutut. Mengabaikan putra mahkota dan memohon izin pergi sebagai bentukpenghrmatan kepada tamu kerajaan.

"Then let me take my Leave"

"Please…."


next chapter
Load failed, please RETRY

État de l’alimentation hebdomadaire

Rank -- Classement Power Stone
Stone -- Power stone

Chapitres de déverrouillage par lots

Table des matières

Options d'affichage

Arrière-plan

Police

Taille

Commentaires sur les chapitres

Écrire un avis État de lecture: C7
Échec de la publication. Veuillez réessayer
  • Qualité de l’écriture
  • Stabilité des mises à jour
  • Développement de l’histoire
  • Conception des personnages
  • Contexte du monde

Le score total 0.0

Avis posté avec succès ! Lire plus d’avis
Votez avec Power Stone
Rank NO.-- Classement de puissance
Stone -- Pierre de Pouvoir
signaler du contenu inapproprié
Astuce d’erreur

Signaler un abus

Commentaires de paragraphe

Connectez-vous