"Laurensia, kau pasti sudah gila?" kata Edward yang melihat wanita di depannya. Dari tempatnya tersungkur, ia menatap tak percaya pada wanita dengan kerudung hitam di depannya.
"Jadi apa kau mau mengikuti rencanaku pangeran Edward?"
Edward yang lemah tak berdaya hanya bisa menatap wanita itu dengan lemah. Ia tak menyangka, setelah doanya ia melihat Laurensia datang dengan sebuah solusi. Sebuah solusi yang terbilang lebih kepada rancangan jahat bukan rencana pelarian seperti doa yang ia panjatkan.
"Katakan Edward. Apa kau mau ikut dalam rencana yang aku buat ini? Lihat dirimu kau sekarang! Kau hampir mati!" Kata Laurensia dengan sangat dingin.
~Wanita ini, dia adalah pelayan kesayangan ayah. Ia berpendidikan tinggi tidak seperti yang lain. Ia juga seorang yang sangat cantik. Mengapa? Apa yang ada dibenaknya? Dari mana ia bisa mendapatkan semua rencana ini? Apa ia terlibat?~
"Katakan, mengapa kau ingin aku yang menjadi Raja? Bukankah kau sudah tahu, aku begitu lemah bahkan mempertahankan nyawaku saja aku tidak sanggup Laurensia?"
Laurensia mengambil kunci dari sakunya dan membuka sel Edward perlahan. Ia mendekati Edward dan berjongkok.
"Benar kau sangat menyedikan. Tapi siapa yang bisa aku percaya?"
"Laurensia? Mengapa kau ingin membunuh semua penerus kerjaan ini?" tanya Edward.
"Karena ketiga kakakmu adalah orang yang sangat memalukan. Mereka memaksaku meracuni ayahmu dengan obat setiap hari. Mereka memintaku memberikan racun pada dosis tertentu agar ia mati secara perlahan. Jika aku menolak maka ia kan membocorkan hubunganku dengan Raja. Aku tak bisa menolaknya. Tapi hari ini, aku sudah bertekad. Akan membunuh mereka bertiga."
"bagimana dengan Yang Mulia Raja?"
"Kau jangan takut, Raja sudah mengetahui akan hal ini. Kau kira siapa yang memberiku kunci ini ha? Jika bukan Raja sendiri, bagaimana mungkin aku bisa seleluasa ini."
"Jadi, rumor bahwa Raja memiliki hubungan denganmu selama ini benar? Tak kusangka semua itu benar. Mengapa Raja tidak mengumkan hubungan kalian saja? Bukankah kau seorang wanita terpelajar juga? Ku rasa kedudukan Ratu akan cocok denganmu Laurensia"
Lauresia bagkit. Ia perlahan mengitari Edward yang masih tak berdaya di tanah.
"Apa boleh buat, aku bukan kaum bangsawan. Aku hanya ingin hidup bahagia. Sekarang terserah padamu, kau mau ambil kesempatan ini? Atau mati mengenaskan."
Edward yang merasa akan mati tak punya pilihan. Ia menyetujui usul Laurensia. Segera Laurensia menyuruh seorang dokter mengobati dan memeriksa pria lemah itu.
"Kau harus sembuh dalam tiga hari. Aku akan membuat ketiga kakakmu pergi dalam tiga hari. Aku sudah meminta orang untuk membuat onar di tiga daerah dan Raja akan mengutus tiga pangeran itu."
Di dalam istana, Raja memanggil ketiga pangeran penerus tahta dan meminta mereka pergi.
"Astaga bagaimana mungkin tiga daerah memberontak secara bersamaan?!" kata Pangeran mahkota pada dua adiknya saat mereka akan bersiap.
"Kurasa, orang-orang ini sudah bosan hidup. Kita habisi mereka dan segara kembali!"
Maka ketiga pangeran itu berangkat dengan pasukan yang tidak sedikit. Laurensia melihat mereka dari jendela kamar Raja, ia pun tersenyum tipis.
"Apa kau sudah puas?" tanya Raja pada wanita yang diam-diam ia cintai tanpa seorang pun yang mengetahuinya.
"Belum, ini baru saja dimulai."
"Lauresia, aku tahu mereka keterlaluan. Tapi apakah kita masih harus membunuh mereka?"
Laurensia yang menawan mendekati Raja.
"Pilihan tergantung pada anda Yang Mulia, mati ditangan mereka atau mereka yang mati ditangan Anda? Apakah ada jaminan jika anda membagi tiga kerajaan ketiga pangeran akan membiarkan anda hidup?"
"Tidak Laurensia, aku kenal betul setiap anakku!" jawab Raja yang gelisah.
"Maka mari kita laksankan rencana ini…"
Tiga hari kemudian drama Laurensia dimulai. Ia berlari ketakutan dengan darah segar di seluruh gaun tidurnya.
"Yang Mulia, Yang Mulia…." Katanya kepada ketiga pangeran yang baru saja tiba.
Rambut yang berantakan, baju putih berlumur darah dan beberapa orang pengawal tergeletak di lantai. Pangeran mahkota segera menghampiri Laurensia yang sekarat.
"Katakan, apa yang terjadi! Mengapa? Mengapa kau penuh darah seperti ini?!"
Belum sempat Laurensia menjawab ia tumbang. Seorang pelayan lari keluar dengan keadaan yang tidak kalah menyedihkan. Melihat hal ini, tiga pangeran segera berlari ke kamar Yang Mulia Raja. Di tempat tidur, ia melihat Raja sudah tidak bernyawa.
"Tidak mungkin, siapa yang melakukan semua ini?" tanya Pangeran Heiz, anak kedua.
"Mengerikan. Bahkan Laurensia yang menemani ayah menjadi korban. Tapi sudahlah, dengan begini kita tidak perlu lagi membunuhnya bukan?"
"Benar, tapi siapakah gerangan yang melakukan semua ini?"
Pangeran mahkota segera pergi dari kamar dan memanggil para pelayan. Namun yang ia dapati adalah mayat-mayat yang bergelimpangan. Mereka semua mati mengenaskan.
~Ini tidak baik~
Pria itu segera berlari ke kamar dan mencari Putri Melizza Pricillia. Wanita itu ditemukan ketakutan luar biasa.
"Katakana apa yang terjadi?"
"Dia, dia membunuh semua dengan mudah. Dia seperti iblis yang dibangkitkan. Lari! Kita harus lari, aku tidak mau mati! Aku tidak mau mati!" teriak wanita itu sangat ketakutan.
"Siapa katakana siapa?"
"Ed…Edward! Ia membantai semua pelayan yang menentangnya"
Mendengar kata-kata itu, pangeran mahkota segara meminta seseorang utuk membawa istrinya lari. Sayangnya, gerbang istana telah ditutup ia tidak bisa lari ke mana pun. Pasukan yang tersisi dibuat kebingungan.
"Kita harus berpencar. Kita cari Edward dan bunuh orang ini!" kata Heiz pada dua orang lainnya.
"Aku setuju!"
Maka mereka berpencar dan mencari Edward, Heiz adalah orang pertama yang menemukan Edward. Ia duduk di singgah sana.
"Adikku, apa kau merasa sangat pantas duduk di sana? Cepat turun! Ikut aku menemukan siapa yang menyebabkan kekacauan ini!" kata Heiz.
"Akulah penyebabnya, Kakak"
"Kau?" Ejek Heiz mendekat. Saat ia mendekat. Seseorang dengan kecepatan kilat melukai ke-dua kakinya dan membuat pria itu jatuh tersungkur.
"Joel, kau hanya melukainya. Sangat tidak berguna." Kata Edward kemudian menusuk jantung Heiz dan membuatnya kehilanganan nyawa.
Edward segera pergi sementara Joel memastikan Heiz sudah tidak bernyawa.
Gordon adalah orang kedua yang Edward temui. Ia menukan pria itu di taman.
"Kakakku Gordon, mencari sesuatu?"
"Edward, bukankah harusnya kau ada dipenjara?" tanya Gordon.
"Tidak, harusnya aku membunuhmu!" belum selasai Gordn mendengar ucapan Edward, seseorang sudah menembak tepat di jantungnya. Ia segera tumbang.
"Finzo, kau membunuh dengan tepat sasaran!" kata Edwad mengapresiasi orang yang membantunya.
Terakhir ia menemukan Hans di ruang tengah.
"Kakak, kau adalah penerus tahta bukan?" tanya Edward.
"Benar, kau sendiri pecundang bukan?"balas Hans. Saat ia mengatakan itu, Edward menancapkan pisau ke perut Hans.
"Kau..kau!" kata Hans, tak lama Joel datang dan menusuknya dari belakang.
"Bagus, tinggal Melizza Pricillia, cari wanita itu dan semuanya selesai" kata Edward dengan kejam.