Télécharger l’application
80% Moonlight: Ketika Purnama Tiba / Chapter 4: Bebas

Chapitre 4: Bebas

"Mengambil apa yang menjadi milikku?Kenapa rasanya seperti sedang mendengar lelucon?" gumam Yong Sheng, ia menarik tali kekang kudanya.

Laju kuda itu semakin cepat, melompati akar-akar pohon yang merebak di lantai hutan yang menuju bukit. Yhong Sheng, pria dengan pedangnya yang selalu berlumuran darah. Seorang panglima perang terhebat yang dimiliki kekaisaran Taiyang, arah timur Desa Yue yang berbatasan langsung dengan pegunungan Yaopin.

Hanya dalam beberapa tahun masa berperang, dia sudah berhasil menyatukan benua tengah dalam genggamannya. Membuat Kekaisaran Taiyang menjadi pusatnya.

Pasukan yang dikomandaninya berhasil merebut beberapa kerajaan besar maupun kecil, semua tunduk dihadapannya. Membasmi para musuh tanpa ampun, apa lagi saat ia berusia sepuluh tahun, untuk pertama kalinya ia membunuh. Menjadi seorang pemberontak bagi negaranya, menggulingkan pemerintahan pangeran pertama, saudaranya, yang semena-mena pada rakyatnya.

Dukungan rakyat dan juga beberapa fraksi yang masih setia pada kaisar terdahulu, ayahnya, dan beberapa bangsawan yang tak puas dengan pemerintah pangeran pertama. Membuat Yong Sheng melakukan niat yang selama ini ia pendam, dan membunuh para pemberontak yang menghabisi keluarganya. Menyapu bersih para pengkhianat dan juga para calon pengkhianat yang ada dalam aliansinya.

Seharusnya Yong Sheng duduk di kursi tertinggi takhta, tapi ia tak menginginkannya, karena baginya pembunuh berdarah dingin seperti dirinya tak pantas jika menempati kursi seorang kaisar. Jadi ia membiarkan putra angkat sang Ayah menduduki posisi tersebut, dan memberikan setiap kemenangan perangnya pada kekaisaran.

Ia hidup hanya menggunakan insting, mengalahkan lawan bukan hanya dengan pedang tapi juga dengan menghancurkan mental para musuhnya. Provokasi, ketakutan dan juga keyakinan.

Meski yang menjadi kaisar di kekaisaran Taiyang adalah kakak keduanya tapi semua otoritas dan kebijakan kekaisaran, selalu dia diskusikan dan harus mendapatkan persetujuan dari Yong Sheng, itu adalah ketetapan yang ditetapkan oleh pangeran kedua sebagai syarat dirinya mau maju dan menduduki tahta. Syarat yang hanya diketahui oleh mereka berdua.

Mungkin orang lain mengira jika Yong Sheng hidup hanya untuk balas dendam, karena ia tak menginginkan tahta. Tapi sebenarnya tidak, ia hanya ingin membersihkan pondasi kehidupannya, juga baginya siapapun yang duduk dikursi tahta asalkan bisa membuat rakyat sejahtera itu cukup baginya.

Tak butuh penghormatan yang harus dielukan atau pun dihormati tanpa tahu bagaimana wajah seseorang ketika ia menunduk.

Dan kini, ia merasa jika keputusan yang ambilnya sudah benar. Yong Sheng, ingin menjalani kehidupan layaknya orang biasa, bukan seorang bangsawan atau pun anggota kerajaan yang kehidupannya sudah diatur oleh seseorang, tapi ia ingin sebuah kebebasan menuju kebahagiaan hidup yang sebenarnya.

Seperti halnya yang dikatakan ibundanya dulu, saat mengikuti festival musim panas terakhir bersamanya, melihat canda-tawa tanpa henti dan tanpa rasa canggung para penduduk. Tawar menawar harga di pasar juga anak-anak kecil yang berlarian, membuat lengkungan di bibir ranumya terbit, tatapan ibundanya menjadi berbinar, binar bahagia bercampur iri karena mereka merasakan kebebasan itu, tak luput dari mata polos Yong Sheng kecil.

"Jika ibu bisa memilih, ibu ingin hidup seperti mereka. Dan ibu pun tak akan membiarkan anak-anak yang ibu lahirkan saling membunuh ataupun saling menyingkirkan."

"Membunuh? Menyingkirkan? Bukankah, kita saling menyayangi?" Mata polos Yong Sheng Kecil berbinar penuh tanya.

"Tentu saja, kita saling menyayangi, Yong Sheng putra bungsuku pangeran ke tujuh, oh tidak pangeran ke delapan. Dengarkan ibu, tentukanlah jalan hidupmu sendiri, apa pun yang terjadi di masa depan, hiduplah tanpa harus mengikuti lekukan gunung jika kau bisa menembus lurus. Temukan kebahagiaanmu, carilah seseorang yang bisa membuatmu merasa hidup dan menghidupkanmu."

Itu adalah kata yang diucapkan sang ibunda, sebelum akhirnya kegelapan malam itu datang juga tragedi pembantaian itu terjadi. Menjadikannya kegelapan yang abadi, kegelapan juga rasa sakit yang selalu menelannya hingga ia lupa jika ia masih ada di bumi. Rasa benci juga sesal yang menggelayuti hati selalu menghantui malam-malamnya tanpa henti.

Karena sang ibunda memilih mempertaruhkan nyawanya demi dirinya dan membiarkan ujung pedang itu menyentuh lehernya ditangan anak pertamanya.

Sebenarnya ia berperang bukan hanya untuk memuaskan hasrat membunuhnya, dan juga menyatukan satu benua saja, tapi ia pun mencari obat untuk orang yang dikasihinya yang kini terbaring lemah dikediamannya.

Dan sebuah teka teki datang dimimpinya, membawa langkahnya menuju pegunungan Yaopin. Seorang pria dimimpinya, mengatakan jika apa yang dicarinya ada antara gelap dan terang, terang yang tak pernah dinanti, tapi akan selalu datang untuk menuntun jalan bagi para pencari.

Membawa langkahnya menuju pegunungan Yaopin, bertepatan dengan gerhana bulan itu datang. Membuatnya nyaman saat terkena sinar bulan, seolah berkah yang disebarkan sang dewi bulan berpusat di sana, ditempat tergelap dan juga tertingi. Dan tubuhnya seperti menyerap semua energi ketenangan dan ketentraman di sana.

Dan kini sebuah rasa ketertarikan muncul pada seseorang, ia tau jika suatu saat nanti ia akan bertemu orang yang selama ini selalu mengawasinya dari dalam kegelapan hutan Zuzhuo, dan menampakkan wujudnya saat ia sedang bermandikan cahaya bulan. Dan kini ia melihatnya, tentu saja ia tak akan melepaskannya, bukan?

***

Gadis yang kini sedang berjalan perlahan menuju air terjun yang diikuti beberapa hewan kecil yang berlarian dibekangnya. Dan entah mengapa, setiap ia melihat pria itu, seolah selapis demi selapis penghalang yang menghalangi pandangannya berangsur menghilang.

Menuju jalan keluar yang ia inginkan, semakin terpampang nyata dihadapannya. Aliran sungai yang dulu ia lihat hanya bermuara didanau pun kini ia bisa melihat jelas aliran sungai yang mengalir seperti akar pohon yang bercabang. Bahkah aliran sungai yang bermuara dilautan pun terlihat jelas dari tempatnya ia berdiri.

"Aneh sekali, padahal aku sering kesini, tapi mengapa aku baru melihatnya sekarang?" gumaman suara lembut sang gadis beradu dengan suara gemercik air terjun dibawahnya.

"Saya pun baru melihatnya, Nona. Sejak dulu saya hanya tinggal didalam hutan Zhozou, memangsa dan dimangsa itu hal biasa, dan kini setelah Nona ada disini, rasanya kami terbebas dari mereka para pemangsa." Kelinci putih disampingnya, berdiri dengan kedua kaki belakangnya.

"Sejak kapan alam ini berubah?" gumamnya.

"Alam tidak berubah nona, hanya saja ada sesuatu yang membatasi pandangan Anda saja. Dan sekarang penghalang itu sudah memudar," ucap seekor burung kenari terbang disampingnya yang membawa bunga Yaopin berwarna putih dan kemerahan di setiap ujung kelopaknya lalu menyerahkannya pada gadis itu. Bunga khas pengunungan Yaopin.

"Terima kasih," ucap sang gadis, lalu ia memetik kelopaknya, yang kemudian ia memakannya dengan anggunnya.

"Nona, apa kau masih tak ingat dengan namamu? Karena biasanya para manusia punya sebutan masing-masing." Burung kenari penasaran, ia sering memasuki kawasan penduduk desa untuk mencari makanan yang disukainya. Setiap manusia memiliki nama masing-masing, tapi dirinya heran mengapa manusia selalu menyebutnya burung kenari meski mereka banyak?

"Aku tak tau, lagi pula aku tak ingat apa pun," gadis itu diam, tapi otaknya bekerja keras. "Apa mungkin aku harus turun gunung agar ingatanku kembali?"

To Be Continued.....


next chapter

Chapitre 5: Bertemu

Lekukan sungai membawa air yang jernih, menembus hutan lembah dan berakhir dilautan. Tiga makhluk yang kini berjalan menyusuri sungai. Tangan seputih salju dan semulus giok itu tak bisa diam, selalu terulur untuk memetik setiap bunga yang bermekaran.

Semilir angin membawa harum yang berbeda saat menembus saraf penciumannya, menerbangkan setiap helai rambut hitam kemerahannya, juga pakaiannya. Suara gemercik air yang mengalir, membuat jernih pikirannya. Gadis itu merasa hidup dan bebas, rasa yang baru ia rasakan semenjak memasuki dunia fana.

Tak ada pertarungan, perebutan wilayah kekuasaan atau pun perebutan batu siluman jika ada pertarungan antar siluman yang memperebutkan wilayah kekuasaan di hutan Zuzhou. Serta tak ada bangkai binatang yang mengotori lantai hutan.

Senyum cerah terbit di bibir ranum kecilnya yang seperti kelopak bunga mawar merah yang merekah. Dunia ini luas jika kita menjejakinya, bebas seperti angin yang menerbangkan dan bisa menyentuh apa pun yang dilaluinya.

"Setelah Anda melihat dua orang manusia itu, sepertinya gerbang gaib hutan Zuzhuo pun telah terbuka sepenuhnya, Nona saya tak bisa menemani Anda, saya harus pergi mencari bunga untuk makan siang Anda." Setelah mendapatkan anggukan dari Nonanya, Burung Kenari itu terbang menjauh menuju pemukiman karena hanya dikediamannya dululah bunga itu tumbuh disana.

Tangan sang gadis terangkat, melemparkan bunga yang ia petik membentuk hujan bunga yang berwarna warni. "Nona, apa Anda sesenang itu, bisa bebas dari hutan Zuzhou?" teman kelinci kecilnya berucap, mata merah mudanya berbinar.

"Ya," jawabnya singkat.

Sreekkk...

Telinga panjang sang kelinci itu berdiri tegak, lalu ia merapatkan tubuhnya pada sang gadis, "Nona, ada langkah kaki kuda yang mendekat dan seorang manusia dibalik semak sana." Kelinci itu, menggerakkan kaki depannya ke arah semak sebelah kirinya, lalu dia melanjutkan, "Juga ada beberapa manusia yang sedang mendekat ke arah sini."

"Be.... " belum sempat gadis itu menyelesaikan ucapannya, tiba-tiba ada seseorang yang memanggilnya.

"Yueyin?! Nona Yueyin?!" suara seorang pria yang tak asing, tiba-tiba memenuhi indra pendengarnya, suara yang dipenuhi keterkejutan juga rasa takut yang mendalam.

Gadis itu menoleh, entah mengapa nama yang pria tersebut serukan membuat tubuhnya secara refleks menoleh.

Brakk...

Keranjang yang terbuat dari bambu itu terjatuh dan setumpuk tanaman herbal berserakan ditanah dari tangannya. Seorang pria sekitar umur empat puluh tahunan, dan masih tampan dengan mata biru dan rambut hitam agak panjangnya, berdiri kaku di sana, "Nona Yueyin kau kah itu? Anda benar-benar masih hidup nona? Syukurlah. Sang dewi selalu melindungimu," ucapnya lagi, rasa lega nampak di wajahnya, tiba-tiba ia berlutut dan bersujud.

"Apa kau memanggilku?" gadis itu nampak heran.

Pria itu langsung bangkit, nampak terkejut dengan apa yang gadis di depannya tanyakan, "Kau tak mengingat ku nona?" gadis itu diam. "Saya Yue Ming, Nona. Mereka benar hari ini Anda turun gunung."

Gadis itu semakin heran, "Mereka?" tanyanya.

Pria itu nampak berpikir, wajah bahagianya tiba-tiba berubah menjadi tegang, "Pergilah, Nona! Pergilah sejauh mungkin, agar kau selamat. Kali ini, saya tak bisa menghentikan mereka untuk mengejar Anda seperti waktu itu. Pergilah nona, kau permata paling berharga milik Klan Yue."

"Apa maksudmu?" Yueyin semakin heran. Tapi peringatan pria tersebut membuat ia mengingat sesuatu.

Di saat hari pertama musim panas di Desa Yue, disebuah kediaman yang usang, seorang gadis, duduk termenung didekat jendela, matanya menatap langit biru disertai awan putih yang sangat bersih, angin berhembus kencang menerbangkan tanah kering dihalamannya.

Tak ada penjaga, dayang maupun orang lain disana, hanya ada dirinya dan bunga putih dengan warna merah disetiap ujung kelopaknya, Khas pegunungan Yaopin dan Desa Yue disana. Malam ini adalah hari ulang tahunnya yang ke empat belas tahun. Dan seperti biasanya para tetua klan Yue selalu datang pada malam harinya, mereka datang seperti memastikan sesuatu pada dirinya.

Dan ia pun tahu, pasti akan ada beberapa orang yang datang untuk membersihkan halamnnya, dan menghias kediaman tersebut dengan bunga putih yang berwarna biru disetiap ujungnya.

Hampir diseluruh halaman Kediaman penduduk Desa Yue, tumbuh bunga tersebut, tapi berbeda dengan bunga yang tumbuh di kediaman Yueyin, bunga itu berwarna putih dengan warna merah di setiap ujungnya.

Tatapan kesedihan, kesepian dan juga rasa takut yang mendalam, kala terdengar langkah kaki yang terpogoh-pogoh menuju kearahnya. Tapi saat ia tau siapa pemilik langkah tersebut wajahnya menjadi cerah.

"Nona Yueyin?!" seru tabib Ming, yang membawa gulungan kecil ditangannya, matanya nampak awas saat menoleh kebelakangnya.

"Paman Ming? Ada apa Anda kemari? Jika ada yang lihat Anda pasti akan diadili lagi seperti waktu itu!" cegah Yueyin, wajah cerahnya menjadi khawatir.

Yueyin ingat saat Tabib Ming mengunjunginya musim dingin tahun lalu, memberikan selimut dan makanan hangat padanya, tapi ayahnya sang kepala desa mengetahuinya. Tabib Ming langsung diadili oleh para tetua Klan Yue dan di hukum hingga tak pernah mengunjunginya lagi.

"Tidak apa-apa, ambillah ini," Tabib Ming menyerah gulungan tersebut.

Yueyin menerimanya, lalu membukanya, ia terkejut, "Peta?! Kenapa Anda memberikan ini pada saya?" tanyanya.

"Nona ingatlah, jika suatu hari nanti mereka membawa mu ke altar sang dewi, larilah menuju kearah pegunungan Yaopin dan masuk lah ke hutan Zhuzou, ingatlah hal itu, Nona." Tabib Ming menunjukan jalan yang telah ia tandai dengan tinta merah di peta tersebut.

Tak lama terdengar suara ribut dari arah luar, lalu tabib Ming langsung menyuruh Yueyin menyembunyikan peta tersebut, "Nona, aku tak bisa mengunjungimu lagi mulai hari ini, karena aku akan pergi ke wilayah Timur untuk mengobati seseorang disana, jaga diri Anda baik-baik saya harus pergi."

Yueyin masih dalam kekalutannya, hingga tak menyadari jika suara tapak kaki kuda semakin mendekat, seorang pria dengan jubah hitamnya nampak gagah diatas kuda, tapi tak bisa membangunkan gadis yang kini sedang kalut dalam pikirannya, "Tuan, tuan Yhong Sheng." Seru Yue Ming, saat melihat pria yang dilihat sang gadis pagi tadi.

Yhong Sheng menghentikan laju kudanya, tepat didepan Yue Ming, matanya melirik gadis yang sedang termenung, "Tabib Ming, ada apa?" serunya, ia melompat turun dan sedikit menunduk, saat tabib Ming membungkuk hormat.

"Tolong bawalah Nona Yueyin, dari tempat ini," ia menunjuk gadis yang berdiri kaku disana, "Jangan sampai penduduk tau keberadaannya. Tolong sembunyikan dia, cepatlah!"

Yhong Sheng menoleh kearah Yueyin, senyum misterius tercetak dibibir tipisnya, "Baiklah, Tabib Ming. Nona Yueyin silahkan."

Tak ada sahutan dari Yueyin, Yhong Sheng mendekat, tangannya terulur tepat didepan Yueyin yang kini masih dalam kekalutannya.

"Nona?" tanpa diduga Yhong Sheng, langsung saja menggendong gadis tersebut yang langsung berteriak terkejut bahkan Tabib Ming pun bereaksi lebih, ia mematung sesaat, karena yang ia tau jika Jenderal Yhong Sheng tak pernah terlibat dengan wanita mana pun, bahkan saat ia menjadi tabib dikediamannya pun tak ada wanita disana kecuali dua orang pelayan yang merawat wanita yang ditanganinya.

"Apa yang kau lakukan?" Yueyin memberontak.

*tbc


Load failed, please RETRY

Un nouveau chapitre arrive bientôt Écrire un avis

État de l’alimentation hebdomadaire

>15 000 mots\nnécessaires pour le\nclassement.

Chapitres de déverrouillage par lots

Table des matières

Options d'affichage

Arrière-plan

Police

Taille

Commentaires sur les chapitres

Écrire un avis État de lecture: C4
Échec de la publication. Veuillez réessayer
  • Qualité de l’écriture
  • Stabilité des mises à jour
  • Développement de l’histoire
  • Conception des personnages
  • Contexte du monde

Le score total 0.0

Avis posté avec succès ! Lire plus d’avis
Votez avec Power Stone
Rank N/A Classement de puissance
Stone 0 Pierre de Pouvoir
signaler du contenu inapproprié
Astuce d’erreur

Signaler un abus

Commentaires de paragraphe

Connectez-vous

tip Commentaire de paragraphe

La fonction de commentaire de paragraphe est maintenant disponible sur le Web ! Déplacez la souris sur n’importe quel paragraphe et cliquez sur l’icône pour ajouter votre commentaire.

De plus, vous pouvez toujours l’activer/désactiver dans les paramètres.

OK
" class="_close">

obtenir plus de pièces