Amsterdam, Belanda.
Pukul dua, ritual makan siang pun selesai. Ginnan juga baru saja membantu Nana mencuci piring. Semua benda itu dia rapikan kembali ke rak pecah belah. Dan setelah Nana pamit untuk melipat cucian kering dari jemuran, Ryouta mendadak membuat Ginnan terkejut luar dalam.
"P-Paman!"
DEG
Sebab Ryouta entah sejak kapan duduk berjongkok di sebelah pintu dapur untuk memberi jatah makan siang Cleo, Gee, dan Len yang antusias mengendus wiskas di piring masing-masing.
Mata Ginnan pun terbuka lebar. Begitu juga jantungnya yang serasa dibanting dari langit ke bumi.
"Ayah…" kata Ryouta membenarkan. Pria itu mengelus pucuk kepala Cleo sebelum memandangnya lurus setelah berdiri. "Kubilang panggil aku Ayah saja."
"A-Ayah…" kata Ginnan canggung.
Ryouta pun melirik ke balkon sekilas. "Aku sudah menunggumu sejak tadi," katanya. "Jadi, bisa kita bicara sekarang?"
Demi apapun, kuku-kuku jari Ginnan tak tahan untuk tak menggerus pinggiran celana jeans-nya saat itu. "Mn, baik."
Wah udah hampir 200 bab (っ˘̩╭╮˘̩)っ
Apa kalian ada hal yang ingi dikatakan kepada aku?
Wkwkwk... maybe ada. Karena kalian terus mengikuti novel ini tanpa mengeluh atau komen samasekali ┐( ̄ヘ ̄)┌