Télécharger l’application
20.93% Married With CEO Playboy / Chapter 18: Bab 18

Chapitre 18: Bab 18

🥳🥳🥳 up up up...

Happy Reading.. .

Hari-hari berlalu, semenjak malam dimana Kavian datang keruang perawatan Aldebaran Elang selalu menginap di rumah sakit. Walau sebelum-sebelumnya ia pun sudah sering tapi kali ini berbeda. Bahkan satu minggu yang seharusnya ia tidak boleh bertemu dengan Elita di karenakan mereka akan menikah, ia tetap datang kerumah sakit. Entah kenapa melihat Kavian yang sama sekali tidak terganggu dengan status Aldebaran adalah anak Elita membuatnya tidak mau jauh-jauh dengan calon istri dan juga calon anaknya.

Hari yang di tunggu pun tiba, mereka melakukan akad nikah di masjid yang tidak jauh dari hotel tempat di adakannya resepsi. Elita tampil anggun menggunakan kebaya modern bernuansa rose gold, sanggulnya pun modern dan make up yang soft. Elang pun memakai jas berwarna rose gold, kemeja putih dengan dasi berwarna senada dengan jas. Saputangan dan bunga di dada berwarna putih. Warna ini pilihan dari Mama Elang dan Elita pun setuju sedangkan Elang hanya ikut saja.

"Saya terima nikahnya Elita Cantika dengan maskawinnya tersebut tunai," ucap Elang dalam satu tarikan napas. Suara sah pun menggema di dalam masjid itu. Nenek meneteskan air matanya terharu, akhirnya cucu kesayangannya menikah dan Elita juga bisa keluar dari ketakutannya akan pernikahan. Mama juga meneteskan air matanya terharu, anaknya akhirnya melepas masa lajangnya.

Mereka berdua saling tukar cincin, kemudian Elita mencium punggung tangan Elang dan Elang mencium kening Elita. Acara di lanjutkan dengan sungkeman dengan orang tua dan juga keluarga. Keluarga Elita diwakilkan oleh ibu panti. Elita dan Ibu panti saling berpelukan dan menangis satu sama lain.

Setelah selesai acara sungkeman, acara di lanjutkan ke resepsi. Kini mereka sudah ada di gedung resepsi. Elita sedang bermakeup sedangkan Elang sedang duduk sambil bermain game menunggu Elita selesai bermakeup. Jika ia berpakaian sekarang terlalu gerah karena harus menunggu Elita yang bermakeup lama.

Dering ponsel Elita di atas meja di depanya membuat aktivitas bermakeup berhenti. Nama Ayu orang yang sedang menjaga Aldebaran di rumah sakit menelpon. Elita pun mengangkat telponnya.

"Hallo, Assalamualaikum, Yu. Ada apa?" tanya Elita yang membuat Elang berhenti memainkan gamenya dan kini ia menatap Elita.

"...."

"Kamu enggak becanda, kan, Yu?" tanya Elita dengan wajah serius membuat Elang mengernyitkan dahinya.

"...."

"Mbak akan segera kesana," ucap Elita.

"...."

"Waalaikumsallam,"

"Ada apa?" tanya Elang yang kini sudah berdiri di samping Elita.

"Aku pergi dulu ya, Abang urus pesta disini,"

"Kamu mau pergi kemana?" tanya Elang dengan raut wajah tidak suka.

Elita diam, ia bingung akan berkata apa. Matanya menatap ke arah para penatas rias yang saat ini ada di sekitarnya. Elang melihat ke arah mata Elita yang menatap ke arah penata rias. "Kalian bisa keluar dulu?" tanya Elang menatap ke arah make up artis.

"Baik, kami akan keluar dahulu," ucap salah satu penata rias itu kemudian ia meletakkan alat makeup yang sedang di pegang kemudian keluar dari ruangan tersebut.

"Jadi, kamu mau pergi kemana?" tanya Elang setelah pintu tertutup rapat.

"Al bangun, dia cari aku," ucap Elita yang matanya sudah berkaca-kaca.

"Kamu enggak lagi becanda, kan?"

"Enggak Bang, Ayu tadi telpon. Dia bilang kalau Al udah bangun dan nyariin aku," ucap Elita yang kini sudah meneteskan air matanya.

"Udah kamu jangan nangis. Makeup kamu bisa berantakan. Sekarang hapus air mata kamu terus ganti baju kamu. Kita kerumah sakit sekarang, hum," ucap Elang begitu lembut sambil menatap Elita.

"Acara resepsinya?"

"Bisa diundur atau nanti biar Papa Mama yang urus."

"Tapi, nanti mereka--"

"Udah, kamu sekarang ganti baju. Aku juga mau ganti baju. Gerah pakai kemeja begini."

"Hum," jawab Elita dan ia pun bangun dari duduknya. Ia berjalan ke arah koper miliknya dan mengambil pakaian biasa. Elita mengambil baju kaos lengan panjang yang kebesaran dan juga celana jens. Selesai mengganti pakaiannya dan Elang juga sudah siap dengan kaos lengan pendek tidak berkerah dan celana jens panjangnya.

"Kamu mau pakai sendal seperti itu?"

"Adanya, Bang,"

"Ya, udah yuk, kita berangkat."

Elang memegangi pergelangan tangan Elita ketika mereka keluar dari ruangan mereka. Para penta rias tadi yang menunggu di luar terlihat terkejut melihat penampilan Elita.

"Mbak-mbak, kalian bisa istirahat dahulu. Kami berdua ada urusan yang tidak bisa di tinggalkan. Masalah keluargaku, aku sudah menanganinya," ucap Elang pada kedua penata rias.

"Ah, baiklah," jawab si penata rias yang wajahnya masih sedikit terkejut.

Elang dan Elita segera bergegas pergi dari sana, butuh waktu sekitar satu jam untuk mereka sampai di rumah sakit. Elita memakai sandal gunung milik Elang yang ada di dalam mobil sebelum ia turun. Suaminya itu menurunkannya di lobi rumah sakit sedangkan Elang akan memarkirkan mobil terlebih dahulu. "Al!" panggil Elita ketika ia membuka pintu ruang rawat putranya.

"Ma," panggil Aldebaran dengan wajah cerianya.

Elita segera berlari dan menghampiri putranya yang sedang duduk bersandar sambil memakan buah yamg di suapi oleh Ayu. Elita kini berdiri di samping ranjang putranya, ia menatap Al yang tersenyum menatapnya. Satu tetes air mata kembali terjatuh dari sudut matanya. "Jangan nangis, Ma. Al enggak apa-apa," jawab Al seraya tersenyum.

Elita tidak berkata apa-apa, ia langsung memeluk putranya yang sudah tiga bulan lebih tertidur. Suara tangisan itu terdengar di dalam ruang perawatan Aldebaran. "Al enggak apa-apa, Ma," ucap Aldebaran sambil menepuk-nepuk punggung Mamanya.

Elita masih menangis sesegukan di cerukan leher putranya yang membuat Elang kini hanya menatap dengan tatapan yang tidak dapat di artikan dari ambang pintu. Ia tadi segera turun dan berlari untuk menuju ruang perawatan ini. Hatinya tersentuh melihat adegan di depannya. Elang sendiri tudak tahu kenapa hatinya seperti ini. Seumur hidupnya ia tersentuh akan dua hal. Pertama kelahiran putranya kedunia dengan selamat walau dirinya belum bisa menemui wanita yang mengandung anaknya juga putra kecilnya dan kedua hari ini ketika melihat Elita dan Aldebaran seperti ini. Seperti sebuah penantian yang akhirnya menemukan ujungnya.

Dering ponsel mengalihkan pandangam Elang begitu pula dengan orang-orang yang sedang ada didalam. Elang berbalik kemudian mengangkat telponya. "Siapa itu, Ma?" tanya Aldebaran sambil menatap Mamanya.

Elita menatap bingung anaknya, apa yang harus ia katakan. Ia takut Aldebaran tidak suka jika dia menikah tanpa pemberitahuan terlebih dahulu padanya. "Dia papamu," ucap Ayu membuat Elita dan Aldebaran menatap ke arah Ayu.

"Papa? maksud kak Ayu, suami Mama?" tanya Aldebaran membuat Elita kini menatap anaknya dengan raut wajah tidak terbaca.

"Iya, suami Mamamu. Seperti yang tadi kakak katakan."

Aldebaran kini menatap Mamanya, "Benar Ma, dia suami Mama?"

"I, iya," jawab Elita tergagap. "Apa kamu keberatan?" tanya Elita takut-takut.

"Asal Mama enggak ninggalin Al, Al enggak ada masalah," jawab Aldebaran seraya tersenyum hangat.

"Tentu, Mama enggak akan ninggalin kamu. Kamu yang nomor satu untuk Mama," ucap Elita seraya tersenyum. Senyuman bahagia karena anaknya menerima pernikahannya.

Selama ini Elita tidak pernah membahas jika dirinya menikah, bagaimana tanggapan anaknya. Yang ia fikirkan hanya apakah lelaki yang menikahinya menerima Aldebaran atau tidak. Ia ibu yang jahat bukan? Sampai-sampai ia tidak memikirkan bagaimana reaksi anaknya jika ia menikah. Elita hanya tersenyum masam menyadari kesalahannya.

Elang masuk kedalam seraya tersenyum hangat menghampiri ranjang Aldebaran. "Hai jagoan, bagaimana keadaanmu. Apa ada yang sakit?" tanya Elang sok akrab.

"Enggak ada om," jawab Aldebaran singkat.

"Wah, jangan panggil om dong. Kenalin, nama om Erlangga Elang Pradipa, kamu bisa panggil Papa Elang karena sekarang Papa udah jadi suami Mamamu," ucap Elang sambil mengulurkan tangannya.

Aldebaran mengambil tangan Elang dan menyaliminya. "Panggil aku Al, om,"

"Panggil Papa, jangan om lagi, ya," ucap Elang seraya tersenyum.

"Hum, Papa," ucap Al seraya tersenyum. Elita pun ikut tersenyum melihat senyuman putranya.

Elang kini duduk di tepi ranjang kemudian meraih kedua tangan Aldebaran. "Al, Papa dan Mama hari ini kan menikah. Kami mengadakan resepsi, boleh enggak Papa sama Mama pergi ke acara dulu. Kalau udah selesai, kami pasti akan kesini,"

"Boleh," jawab Aldebaran singkat sambil menganggukkan kepalanya.

"Beneran boleh?" tanya Elang untuk lebih yakin.

"Iya, Pa."

"Wah, makasih jagoan Papa," ucap Elang langsung memeluk Aldebaran. Aldebaran hanya diam, ia merasa sedikit aneh dengan hal semacam ini. Seorang pria dewasa dengan status suami Mamanya tiba-tiba memeluk dirinya. Sesuatu hal barh tetapi, mampu membuat hatinya menghangat. Bahkan ia masih tidak menyangka, pria dewasa yang sedang memeluknya ini bisa menerima dirinya.

TBC....

yuhu..... Yuks, yuks, lah... Koment, Love dan Power Stonenya banyakin ya guys... ku tunggu. Koment yang banyak.


next chapter
Load failed, please RETRY

Cadeaux

Cadeau -- Cadeau reçu

    État de l’alimentation hebdomadaire

    Rank -- Classement Power Stone
    Stone -- Power stone

    Chapitres de déverrouillage par lots

    Table des matières

    Options d'affichage

    Arrière-plan

    Police

    Taille

    Commentaires sur les chapitres

    Écrire un avis État de lecture: C18
    Échec de la publication. Veuillez réessayer
    • Qualité de l’écriture
    • Stabilité des mises à jour
    • Développement de l’histoire
    • Conception des personnages
    • Contexte du monde

    Le score total 0.0

    Avis posté avec succès ! Lire plus d’avis
    Votez avec Power Stone
    Rank NO.-- Classement de puissance
    Stone -- Pierre de Pouvoir
    signaler du contenu inapproprié
    Astuce d’erreur

    Signaler un abus

    Commentaires de paragraphe

    Connectez-vous