"Kau tahu? Marquis Leo sebenarnya adalah orang yang sangat tampan, tapi sayang sekali … dia sangat kejam. Temanku dulu pelayan di keluarga Emmanuel, katanya tidak ada hari tanpa tangisan para pelayan."
Sebuah suara tiba-tiba saja bergumam di sisi Renee, wanita itu menoleh dan tidak menemukan apa pun di sekitarnya, hanya kegelapan yang pekat dan suhu yang ia rasakan, dingin menusuk tulang.
Begitu mendengar kata tampan, mau tak mau Renee membayangkan wajah Leo yang tersenyum padanya. Laki-laki itu memang memiliki penampilan yang bagus, bahunya lebar dan kakinya panjang, Renee yakin kalau saja ia tidak mengalami kecelakaan, maka Leo akan menjadi laki-laki yang paling diincar oleh Putri bangsawan.
"Ah, aku juga pernah dengar itu, katanya dia tidak segan menyiksa para pelayan yang berani melirik kakinya."
Suara lain datang lagi, seakan-akan mereka tengah mengobrol seru.
"Sayang sekali, semenjak ia kecelakaan kepribadiannya menjadi buruk dan kejam."
Suara yang lain menjadi lebih rendah, itu adalah hal yang wajar karena sekarang mereka tengan membicarakan tentang kecacatan yang dimiliki sang Marquis.
"Bagaimana bisa orang setampan Marquis Leo bisa begitu kejam? Kalau mendisiplinkan pelayan ... itu wajar, bukan?"
Yang lain ikut berbisik, Renee bahkan bisa merasakan deru napas mereka berhembus dengan kuat, seakan takut ada orang yang akan mendengarnya.
"Kau tidak tahu, walau ia cacat ia bisa menampar para pelayan sampai berdarah-darah, temanku adalah saksinya. Ia tidak bisa makan dengan benar selama seminggu!"
"Ah, betapa mengerikannya."
"Sebaiknya kau menghindari berurusan dengannya kalau pergi ke kota Dorthive, kita tidak tahu apa yang akan dia lakukan kalau kita menyinggungnya."
Suara-suara itu terus bergema, kadang terdengar nyaring, seakan-akan Renee sedang berada di tengah orang yang berbicara hal buruk tentang Leo, kadang terdengar jauh, seakan-akan semua orang yang mengobrol itu berada dalam jarak yang sangat jauh.
Renee dapat merasakan berbagai emosi ketika mendengarnya, mulai dari penasaran, marah dan dengki.
Mereka jelas bukan orang baik dan suka berbicara sesuka hatinya, Renee samar-samar ingat, sepertinya pemilk suara-suara itu adalah rekannya di teater.
Kemudian suara obrolan itu menghilang dengan angin halus yang berhembus. Renee tiba-tiba melihat sebuah lentera menyala di atas meja, ada tumpukan dokumen dan seseorang yang sibuk menggerakkan pena bulu di tangannya.
"Tuan Leo?" Renee bertanya dengan linglung, tidak ada lagi suara rekan-rekannya yang membicarakan hal buruk tentang Leo, keadaan sekitar menjadi sunyi.
Leo yang ada di depan tidak melihat ke arahnya, ia sibuk menggerakkan pena bulu di atas kertas yang menggulung, ada noda tinta berceceran di atas meja.
Tangan Renee menggeser lentera, bermaksud melihat wajah laki-laki itu dengan jelas, ia terkejut dan langsung menutup mulutnya ketika melihat ada noda darah yang masih terlihat segar menghiasi baju putih sang Marquis.
Renee mengalihkan pandangannya ke lantai yang ada di bawah kakinya, tanpa ia sadari sepatunya telah tergenang oleh sesuatu yang gelap.
Ketika Renee kembali menggeser lenteranya, ia memekik.
Leo tiba-tiba saja ada di belakangnya, meremas bahunya dengan kuat.
"Tuan Leo, apa yang ...."
"Apa kau bilang? Tentu saja aku sengaja." Leo berbisik di telinga Rene, seperti sebuah melodi yang tidak singkron ketika dimainkan, membuat sekujur tubuhnya merinding. "Sudah kubilang, kau tidak akan bisa keluar kalau sudah ada di sekitarku."
Renee mundur, menabrak meja dan ingin melarikan diri, tapi tangan Leo lebih sigap dan menangkapnya.
"Tidak!"
Renee tersentak, ia langsung bangkit dari tidurnya dengan terengah-engah, keringat deras mengucur di wajahnya.
Ia mengambil gelas yang ada di sampingnya dengan gemetar dan meminumnya dengan gerakan serampangan hingga tetesan air berjatuhan membasahi selimutnya.
Ini masih di kamarnya yang gelap dengan sebuah lilin yang hampir habis meleleh terbakar api, di lantai ada sepatu dan beberapa hal lain yang berserakan.
Renee menelan ludah dan menghela napas lega, mimpi … ternyata semua itu hanya mimpi.
"Astaga, kenapa aku bisa memimpikan hal seperti itu?"
Renee dengan gemetar meletakkan kembali gelas yang telah kosong, setengahnya telah berhasil ia minum dan setengahnya lagi tumpah ke atas selimut.
Ia sangat ketakutan sejak ia melarikan diri dari ruang kerja Leo dan menutup pintu kamarnya rapat-rapat, tidak hanya itu saja, ia bahkan mendorong meja untuk menahan pintu, takut kalau Ivana akan menerobos masuk menggunakan kunci cadangan.
Renee tahu apa yang dikatakan oleh Leo beberapa waktu yang lalu adalah ancaman.
Tap bagaimana bisa? Jarak dari kota Dorthive ke Ibukota sangat jauh, tidak mungkin Leo bisa mendapatkan informasi tentang dirinya, kan?
Renee bersandar di dinding, meremas selimutnya dengan pelan.
Apakah laki-laki itu tahu apa tujuannya kemari?
Bagaimana kalau ia benar-benar tahu dan merencanakan sesuatu di belakangnya?
Ratu berkata bahwa apa yang ia lakukan saat ini adalah sesuatu yang sangat rahasia, hanya dirinya, Ratu dan Hugo lah yang tahu tentang ini, bahkan kusir kereta kuda yang mengantar pun tidak tahu apa-apa.
Leo menghukumnya dengan sengaja, apakah itu karena ia benar-benar marah atas pelanggaran yang ia lakukan?
"Tidak, tidak, Ratu sudah mengatakan bahwa ini sangat rahasia." Renee menggelengkan kepalanya dengan pelan, dibandingkan Leo yang sepertinya memiliki kelainan, ia lebih percaya pada sang Ratu. "Lagipula untuk apa Leo melakukan hal sekonyol itu, tidak mungkin sama sekali. Aku hanya seorang aktris, bukan seorang Putri bangsawan, ia tidak mungkin memedulikan apa yang aku lakukan."
Renee menyemangati dirinya sendiri dan menarik napas berkali-kali di dalam hatinya.
"Sepertinya aku harus bekerja lebih keras besok, Tuan Leo bukan orang yang mudah untuk dibuat senang."
Renee menggulung rambutnya yang panjang, berpikir keras dengan apa yang akan ia lakukan. "Pertama-tama, aku harus minta maaf, lalu aku harus mengikutinya dan melihat apa yang ia lakukan setiap hari."
Renee mendengkus, ia menarik selimut dan menggulung tubuhnya d dalamnya, tidak peduli apakah ia ketahuan atau tidak oleh Leo, ia tidak boleh menyerah, ia sudah masuk ke dalam mansion keluarga Emmanuel, jangan sampai emas yang dijanjikan sang Ratu harus menghilang dari genggaman tangannya.
Renee terus bermonolog dengan dirinya sendiri hingga ia jatuh kembali ke bantalnnya, berulang kali ia membuka mata, tapi hasilnya tetap sama, ia tidak bisa tidur sama sekali dan hanya berbaring menunggu pintunya diketuk oleh Ivana dan tidak tahu berapa lama waktu berlalu, ia akhirnya tidur.
Tanpa Renee disadari, seseorang tengah duduk memperhatikan tingkahnya di sudut kamar yang tidak terkena cahaya lilin, orang itu memiringkan kepalanya dan mendengkus pelan ketika mendengarkan semua keluhan dari mulut wanita itu, tubuhnya perlahan-lahan menghilang, bersatu dengan kegelapan seiring dengan lilin yang padam.