Télécharger l’application
12.71% Lady Renee / Chapter 15: Hitam Putih 2

Chapitre 15: Hitam Putih 2

"Aku …." Renee menelan ludah, monster yang ada di depan Leo melompat mendekat dengan suara erangan yang mengerikan. "Aku tidak akan pergi, aku tidak akan pergi darimu, janji!"

SRATS!

Pedang itu mengayun, memotong salah satu lengan monster yang ingin mendekat, Leo mengangkat kakinya, menendang monster itu menjauh.

BRAKH!

"Argh! Argh!" Monster itu mengangkat tangannya yang masih utuh ke atas, menepuk pohon hingga retak, ia menatap Leo dengan pandangan sengit.

"Leo?"

Renee masih terperangah melihat sosok Leo yang ada di depannya ini, laki-laki itu berdiri.

Berdiri!

Benar, dia berdiri dengan kedua kakinya sendiri, bahkan memakai sepatu kulit tinggi yang biasa dipakai oleh para prajurit kerajaan. Tidak hanya itu saja, Leo bahkan melompat dan mengayunkan pedang untuk menyelamatkannya.

"Kau … bukankah … kakimu …." Renee tidak bisa merangkai kata-kata, lidahnya terasa kelu.

Ia ingat dengan betul kalau ia masih melihat Leo dengan kursi rodanya hari ini, laki-laki itu bahkan menggunakan bantuan para Pelayan untuk naik dan turun dari kereta.

Tapi sekarang yang berdiri di hadapan Renee adalah laki-laki yang berdiri dengan tegak, memegang pedang putih yang berkilat-kilat di tengah kegelapan hutan, siap menghadapi monster.

"Hahaha! Aku pasti sudah gila, kan?" Renee bergumam dengan suara pelan, Leo yang ada di depannya tidak begitu peduli dengan keluhannya.

Laki-laki itu melompati monster sambil mengayunkan pedang ke arah tangan yang ingin menjangkaunya. Renee menahan napaa, ia tidak pernah melihat seseorang bertarung di depannya sebelumnya kecuali para aktor teater yang semuanya penuh kepura-puraan,

PRANG!

"Ah!" Renee menjerit, mengangkat tangan untuk menutupi wajahnya.

Leo menghindari monster yang ingin menangkapnya, pedangnya berdenting terkena kepala monster itu, laki-laki itu sama sekali tidak terlihat gentar menghadapi sosok yang aneh di depannya.

Renee tidak berani melihat, terlalu takut sesuatu yang buruk akan terjadi, ia hanya mendengar suara demi suara.

Pedang Leo terdengar beberapa kali menebas sesuatu hingga mengeluarkan suara yang memercik ke atas lumpur diikuti dengan erangan kesakitan.

JLEB!

"Bukankah sudah kubilang jangan pernah menganggu satu pun orang di kota Dorthive? Di mana yang lainnya?" Leo bergumam dengan suara rendah, ia menghunuskan pedangnya ke paha sang monster, lalu mencengkeram lehernya.

"GRAH!" Monster itu mengerang kesakitan, sesuatu yang hangat mengalir dengan deras di pahanya, ia tidak pernah menyangka jika ia akan berhadapan langsung dengan sang Marquis. Matanya yang berwarna hitam itu berkilat dengan menyedihkan, antara takut dan marah.

Padahal Sang Marquis tidak pernah keluar dari Mansionnya sebelumnya, tapi mengapa hari ini, justru …

Mata sang Monster itu melirik Renee yang masih menutup mata dan telinganya, ia mendengkus dengan nyaring.

"Kemana kau melihat?"

Leo sepertinya bukan orang yang suka untuk diabaikan, apa yang ada di hadapannya ini jelas memiliki kesadaran, tapi bertingkah tidak mengerti apa pun.

SRATS!

Leo menggerakkan pedangnya yang tertancap di paha sang monster, merasa tidak ada gunanya berlama-lama, di teriakan sang monster berikutnya, Renee bisa merasakan sesuatu yang besar itu jatuh ke atas tanah berlumpur dengan suara yang keras.

Setelah itu, hening.

"Leo?"

Renee membuka matanya dengan perlahan, pandangan pertama yang ia lihat adalah sesuatu yang mengalir di ats lumpur, berwarna hitam pekat, tubuh sang monster terkulai dengan mengerikan di atasnya. Ia langsung mengangkat wajahnya dan melihat Leo yang masih berdiri, menyeka noda darah yang tersisa dengan lengannya.

"Kau baik-baik saja?" tanya Leo tanpa melihat, kemeja hitamnya itu basah dan mengeluarkan aroma besi yang sangat kuat. "Bisa berdiri untuk pulang?"

Renee menopang tubuhnya untuk bangkit, tapi tubuhnya terlalu lemas dan ia terhuyung ke depan.

Leo langsung menjatuhkan pedangnya ke tanah, menangkapnya.

"Tampaknya kau tidak bisa berjalan untuk pulang."

Wajah Renee pucat, tubuhnya penuh lumpur di mana-mana, kakinya gemetar dan mungkin ada luka di sana. Wanita itu tidak mengucapkan apa-apa, ia masih kaget dengan apa yang terjadi, matanya tidak lepas dengan tubuh monster yang ada di atas tanah.

Leo menghela napas, ia membungkukkan tubuhnya dan Renee terangkat.

"Ah, Leo … kau tidak perlu …."

"Jangan banyak bicara," potong Leo tanpa eksperesi yang berarti di wajahnya, pedang di tanah itu ia ambil dengan kakinya. "Pegang itu, bahaya kalau kita bertemu mereka lagi."

"Ha … ah?" Renee menelan ludah, memeluk pedang Leo dengan kaku. Bayangan monster yang mengejarnya dan Leo yang dengan mudah menghabisinya terlintas di benak Renee. "Mereka itu … monster?"

"Jika kau ingin menyebutnya begitu," sahut Leo sambil berjalan dengan Renee di gendongannya, langkahnya stabil dan di wajahnya sama sekali tidak menunjukkan sedikit pun raut kesakitan.

Renee ingin tahu banyak hal, tapi yang lebih penting sekarang adalah Leo, orang yang sehari-hari di kursi roda ini seharusnya tidak bis berdiri dan berjalan.

"Kau sebenarnya tidak cacat, kan?"

Leo menghentikan langkahnya, untuk pertama kalinya ia menoleh dan mata hitam yang suram itu menatap Renee dengan tajam.

Wanita itu langsung menggigit bibirnya, takut kalau Leo tersinggung.

"Maaf, aku …."

"Kapan aku pernah bilang aku cacat?" tanya Leo dengan wajah suram, ditambah dengan gelapnya malam membuat Renee memiliki kesan kalau laki-laki itu sekarang tengah marah.

"Tapi kau …." Renee terdiam lagi, merasa sulit hanya untuk menyebutkan kata kursi roda di depan Leo.

Leo melanjutkan langkahnya tanpa menunggu apa yang dikatakan Renee selanjutnya, mereka keluar dari dalam hutan dan langsung ditunggu dua pelayan di samping kereta, langsung mengeluarkan dua handuk bersih dan air.

Leo menurunkan Renee dengan hati-hati di atas sebuah batang kayu, pedang yang dipeluk wanita itu langsung ia raih dan berikan pada sang Pelayan.

"Jangan bicarakan apa pun yang terjadi hari ini," katanya sambil mengangkat kakinya, melepas sepatu kulit yang penuh lumpur itu. "Pada siapa pun."

Renee tertegun dan menatap Leo dengan penuh tanda tanya, Pelayan menurunkan kursi roda dari dalam kereta dan Leo langsung duduk di atasnya, seakan apa yang terjadi tadi bukanlah apa-apa.

"Kenapa?"

Renee bertanya sambil membasuh kakinya dengan pelan, memang ada luka di sana dan Pelayan Leo datang membawakannya handuk serta peralatan medis.

Leo tidak menjawab sampai Renee menyelesaikan kegiatannya, ia mendongak dan mendapati laki-laki itu baru saja mengganti kemejanya dengan yang baru, terlihat sama persis seperti yang sebelumnya.

"Aku tidak akan mengerti, kalau kau tidak memberitahuku." Renee tidak ingin bersikap sopan lagi, ia sudah terjebak di sekitar Leo dan mau tak mau ia harus memahami apa yang terjadi di sekitarnya.

Leo menutup kancing bajunya dengan gerakan pelan, lalu melirik Renee sambil menyeringai.

"Lebih sedikit kau tahu, lebih baik. Mengerti?"


next chapter
Load failed, please RETRY

État de l’alimentation hebdomadaire

Rank -- Classement Power Stone
Stone -- Power stone

Chapitres de déverrouillage par lots

Table des matières

Options d'affichage

Arrière-plan

Police

Taille

Commentaires sur les chapitres

Écrire un avis État de lecture: C15
Échec de la publication. Veuillez réessayer
  • Qualité de l’écriture
  • Stabilité des mises à jour
  • Développement de l’histoire
  • Conception des personnages
  • Contexte du monde

Le score total 0.0

Avis posté avec succès ! Lire plus d’avis
Votez avec Power Stone
Rank NO.-- Classement de puissance
Stone -- Pierre de Pouvoir
signaler du contenu inapproprié
Astuce d’erreur

Signaler un abus

Commentaires de paragraphe

Connectez-vous