Télécharger l’application
1.31% Kisah Putri SANG KIAI / Chapter 3: Surat Untuk Abah & Umi

Chapitre 3: Surat Untuk Abah & Umi

Sofil Al Mubarrak bersuci membersihkan diri, lalu melaksanakan solat subuh. Tidak seperti biasanya putra Kiai ini berdzikir sampai terbit mentari, dia mengangkat kedua tangan.

'Ya Allah alkohol membuatku mabuk dan melayang hingga hamba tidak sadar akan melakulan zina semalam. Namun kuasa Engkau, Engkau telah menyadarkan hamba diwaktu yang pas, sukron ya Allah ... Hamba akan pergi berkelana lalu berusaha menemukan tempat yang pas untuk taubat. Terserah kakiku yang nanti akan membawaku kemana. Tuntun hamba dijalanMu, Ya Allah ...' ia mengusap wajah lalu mengambil kertas dan pulpen, lalu duduk dan menulis.

[Assalammualaikum.

Salam sejuta maaf Abah Umi, Satu-satunya hal yang aku miliki yang paling berharga dalam hidup ini adalah kalian dan waktu yang tidak aku gunakan dengan kebaikan, dan aku telah menyia-nyaikannya masa mudaku. Abah Umi adalah kedua orang tua yang sangat mulia, tanpa kalian aku tak mungkin ada, terimakasih Abah kau telah menjadi Abah yang sempurna untuk aku,

terimakasih Umi kau telah menjadi Umi yang sempurna untuk aku, telah berjuang untuk melahirkanku, tanpa kalian hidup ku terasa hampa, namun kini aku sadar aku tidak pantas karna prilaku burukku, namun aku akan berusaha agar pantas menjadi putra dari kalian. Status putra Kiai yang tidak membuat malu kalian.

Terima kasih atas warna yang telah engkau kibarkan dalam hidup ku

terima kasih atas jasa-jasa yang kalian berikan untuk aku, termasuk didikan selama ini, terima kasih atas pengorbanan dan perjuangan kalian untuk aku, terima kasih Umi telah melahirkan aku kedunia ini.

terima kasih karena kalian telah menjaga dan merawat ku dengan baik, maaf Umi jika air susu telah kau berikan aku balas dengan air tuba, Abah terima kasih karna kau telah memberi aku nafas,

dari aku lahir hingga saat ini, dengan masih menafkahiku, kau terus berjuang demi menghidupi keluargamu termasuk aku. Umi terima kasih karena kau telah merawat ku sampai saat ini karena Umi lah yang memberi ku makan dan minum dan Umi lah yang telah menjaga ku siang dan malam, kala aku masih menjadi bayi yang hanya bisa merengek, menangis dan meminta tanpa berkata. Umi telah memahamiku dengan amat sangat.]

Sofil belum selesai ia menangis pilu, lalu kembali menulis.

[Aku berjanji akan selalu menjaga dan melindungi Abah dan Umi

di saat waktunya tiba, tanpa aku bertingkah maksiat, hingga nanti aku sudah bisa dipandang sebagai Anak yang terhormat, sudah layak menjadi kebanggaan, di saat Abah dan Umi tak mampu lagi untuk berjalan,

di saat Abah dan Umi tak mampu lagi untuk bekerja, aku akan menggantikan tugas kalian. Aku akan merawat dan aku akan menjaga kalian sampai kalian terlelap tidur.

Permohonan maaf untuk orang tua

Abah Afwan aku, Umi Afwan aku

karena aku terlalu sering dan selalu membantah peringatan dari kalian.

Maafkan aku atas segala ke khilafan ku

maafkan aku karena aku tak bermaksud untuk melukai hati kalian,

maaf kan aku Umi Abah karena aku tidak. Aku pergi tanpa pamit tanpa mengucup punggung tangan. Karna aku merasa aku ini kotor dan najis. Maaf selama ini aku mendengarkan nasihat dari kalian.]

Sofil melipat, para santri hanya melintasinya, salah satu santri yang berpakaian taqwa Abu-abu dengan sarung coklat.

"Afwan Gus? Gus yakin hendak pergi? Akan pergi kemana?" tanya Kang Safa.

"Iya Kang doakan aku Kang. Semoga nantinya dengan kepergian ini akan membawaku kejalan yang lebih baik. Aku titip ini Kang, surat ini Kang," ujar Sofil memberikan surat yang dibentuknya.

"Aku sangat sedih dan sangat menyesal,"

"Gus pernah dengar kata sahabat Ali bin Abi Thalib RA, dia berkata. Dosa yang membuatmu sedih dan menyesal itu lebih disukai Allah, dari pada perbuatan baik yang menjadikan sombong. Gus sangat baik dulu kepadaku, jadi ... Tolong bawa uang sedikit ini ...." ujar Kang Safa sambil meraih tangan Sofil.

"Kang, jangan Kang," Sofil menolak dengan cepat dan wajah memelas, ia mengemas barang-barangnya, ia berjalan kesana-kemari mengambil beberapa baju lalu memasukkan ke ranselnya.

"Gus tolong ..." suaranya memaksa.

"Kang aku akan menambah dosa kang Safa jika dengan menerima uang itu, lalu aku gunakan lagi untuk minum, jangan kang. Aku belum bisa dipercaya," jelas Sofil.

"Kalau gitu buat aku percaya, aku sudah percaya jika Gus berjanji pada Allah ... Aku akan segera mengaji, tolong di ambil, ambil ya Gus, jika Gus nanti berhasil dalam taubat aku kan juga akan mendapat pahala. Aku taruh sini Gus,"

"Kang jangan!" Sofil menolak, Kang Safa segera berlari.

"Ya Allah ... Malunya aku, masa aku disanguni santri, ya Allah ... Jika aku mengambil uang ini, nantinya mohon ingatkan hamba, uang ini untuk jalan taubat," Sofil terpaksa mengambil uang itu, "MasyaAllah ... Subahanaallah ..." Sofil mengambil lalu berjalan cepat.

'Umi Abah ... Afwan, aku menginggalkan selarik kertas yang tertulis tinta hitam,' Sofil menoleh ke Masjid lalu mengusap air matanya lalu melangkah pergi tanpa tujuan yang pasti.

'Selama ini aku selalu dekat dengan Umi dan tidak pernah pergi jauh. Ya Allah ... Beri umur yang cukup kepada Umi dan Abah hingga aku nanti bisa kembali dan semakin berbakti, Aamiiin.' Sofil melangkah dan terus berjalan yang dibawanya hanya, ransel dengan penuh pakaian dan buku motivasi dari Nasya Sabilla.

'Aku adalah seorang musafir yang terus berjalan dan hendak mencari jati diri, aku adalah musafir yang baru saja tersadar dari kelakuan buruk, aku adalah musafir yang akan mencari ketenangan hati. Kaki kuatkan langkahmu, maafkan aku yang telah menyiksamu, karna kelakuanku. Ada banyak hal yang sangat aku sesali karna adab ku, namun aku bersyukur aku masih diberi waktu, diberi waktu untuk menjadi insan yang lebih baik. Nasya kini aku benar tak layak mengharapkan mu walau hanya sebatas doa, aku malu meminta kepada Allah untuk menjodohkan kita. Namun aku kembali berharap jika aku berhasil taubat, aku akan merasa pantas untuk hidup bersamamu,' batinnya ia menghela napas langit mendung.

Ia menaikan kepala, "Bahkan Allah melindungiku dengan cuaca hari ini, dengan mendung aku tidak akan berkeringat, dan tidak akan mudah haus," ucapnya ia melihat bis berjejeran, lalu melihat satu-persatu.

"Banyak pilihan, aku akan pergi kemana, aku masih sangat bingung, Jombang, Bogor, Bandung, Jakarta, atau Banten, Ya Allah bisikkan lah sesuatu yang dimantapkan hatiku," ucapnya berusaha memutuskan.

Wajar pemuda tampan ini masih dilema untuk menentukan arah, dia duduk diterminal bersama ratusan wajah asing. Sofil melihat seorang nenek yang sedang mengambil barang bekas.

'Orang tidak punya bersi keras mencari rejeki yang halal. Dan aku dapat rejeki yang halal malah mengkonsumsi barang haram. Ya Allah ...' Sofil kembali menekuk kepala dan menyangga wajah dengan kedua tangannya.

Bersambung.


next chapter
Load failed, please RETRY

Cadeaux

Cadeau -- Cadeau reçu

    État de l’alimentation hebdomadaire

    Rank -- Classement Power Stone
    Stone -- Power stone

    Chapitres de déverrouillage par lots

    Table des matières

    Options d'affichage

    Arrière-plan

    Police

    Taille

    Commentaires sur les chapitres

    Écrire un avis État de lecture: C3
    Échec de la publication. Veuillez réessayer
    • Qualité de l’écriture
    • Stabilité des mises à jour
    • Développement de l’histoire
    • Conception des personnages
    • Contexte du monde

    Le score total 0.0

    Avis posté avec succès ! Lire plus d’avis
    Votez avec Power Stone
    Rank NO.-- Classement de puissance
    Stone -- Pierre de Pouvoir
    signaler du contenu inapproprié
    Astuce d’erreur

    Signaler un abus

    Commentaires de paragraphe

    Connectez-vous