Télécharger l’application
1.66% Kembali Hidup Untuknya : Malaikat Pelindung Sang Pilot / Chapter 7: Hegemoni SMA Negeri 9

Chapitre 7: Hegemoni SMA Negeri 9

Mania resesif itu sebenarnya disebut sebagai PTSD (Post Traumatic Stress Disorder) dalam istilah teknis, yang termanifestasikan dalam kewaspadaan berlebihan, peningkatan respon kaget, kurang fokus, peningkatan agitasi dan kecemasan.

Ketika Yudha yang berusia empat tahun tidak bisa bicara, dia didiagnosis autisme. Rudi menganggap bahwa itu adalah gen psikotik yang diturunkan dari keluarga istrinya dan karenanya mengajukan gugatan cerai.

Tadinya, ibu Fira ingin mempertahankan pernikahan mereka.

Tapi, ketika dia melihat bagaimana setiap harinya Rudi berbicara kasar pada anak-anaknya yang berusia empat tahun itu, bahkan menyebut mereka gila dan idiot, ibunya tidak tahan lagi. Ibunya khawatir perilaku kasar ayah mereka hanya akan menyakiti anak-anaknya. Itulah yang mendasari keputusannya untuk meninggalkan keluarga Setiawan.

Setelah itu, autisme Yudha semakin serius dan Yudhi secara bertahap mulai menunjukkan gejala PTSD dan mudah kehilangan emosi dengan hanya sedikit rangsangan.

Ketika dia berusia delapan belas tahun, Fira memberantas sebuah gangster kecil yang suka menggertak orang-orang pendiam. Dia memukuli salah satu dari mereka dan memasukkan mereka ke penjara.

Kali ini, cahaya malam yang lembut menembus melewati atap dan terbias ke sudut indah di belakangnya. Wajah tampan pemuda itu tampak berkeringat. Dia berdiri di hadapan Fira dengan perasaan tidak karuan, matanya memerah.

"Apa yang kamu lakukan?" stik permen loli itu diludahkannya ke lantai dan tampak ada keraguan di matanya.

Fira melihat tongkat kayu di tangannya. "Kamu masih berusia lima belas tahun dan termasuk di bawah umur. Kamu tidak boleh pergi ke warnet."

Anak laki-laki dengan gaya rambut warna-warni itu mencibir ke arahnya dan berkata, "Oh, kak Fira yang budiman, sekarang kamu menghentikanku."

Ekspresi wajahnya mulai tak terkendali. Dia mencoba menekan kemarahannya dan berkata, "Coba saja kalau kamu bisa."

Tidak ada orang yang bisa menghentikan jagoan di sekolah seperti dirinya. Bahkan meski itu adalah saudaranya sendiri.

Fira menggenggam erat tongkat di tangannya, "Kalau kamu masih ingin pergi ke warnet, kamu harus mengalahkanku lebih dulu."

Yudhi tertegun melihatnya lalu dia tertawa, "Apa kamu sudah gila?"

Anak-anak yang lain berbisik dari luar pintu, "Apa kakaknya Yudhi benar-benar kuat?"

"Iya. Kalau dibandingkan dengan Yudhi, kakak perempuannya itu..."

Yudhi mendorong bahu kakak perempuannya itu dengan santai, "Kak, jangan cari masalah. Aku harus pergi."

Tapi dia tidak bisa menyingkirkan kakaknya. Posisi kakaknya tetap tidak berubah. Detik berikutnya, Fira telah meraih pergelangan tangan dan meraih pundaknya dengan tangan yang lain, lalu dengan kecepatan tinggi membantingnya ke lantai.

Yudhi dibanting ke lantai oleh kakak perempuannya dengan teknik bela diri.

Yudhi hanya bisa terbaring di lantai, terkejut setengah mati.

Setelah sadar, dia bangkit berdiri dan mulai menghadapi kakak perempuannya dengan serius. Dia berusaha melewatinya dan kembali berakhir terbanting ke lantai.

Sialan, sejak kapan kakaknya menguasai ilmu bela diri? Kenapa tekniknya begitu menakjubkan?

Gerombolan teman Yudhi baru saja melihat Yudhi dibanting oleh kakak perempuannya dan dalam hati mereka gemetar ketakutan.

Ternyata kakaknya Yudhi adalah seseorang yang kejam.

Yudhi mengerang dan mereka segera bergerak maju untuk membantu Yudhi, tapi mereka tidak bisa banyak membantunya. Mereka semua langsung dipukuli habis-habisan. Fira memukuli mereka seperti mencincang kubis.

Setelah beberapa saat, lima orang pemuda itu terbaring di tanah dan berguling kesakitan. Hidung mereka memar dan wajah mereka bengkak.

Fira melemparkan tongkat di tangannya dan semua orang gemetar ketakutan.

Tanpa diduga, Fira menarik Yudhi bersamanya, "Ayo ikut aku ke tukang pangkas rambut."

Dengan wajah bengkak, Yudhi berkata pelan, "Kenapa pergi ke tukang pangkas rambut?"

"Untuk mengecat rambutmu jadi hitam dan jangan berani-berani lagi mewarnai rambutmu dengan warna lain. Kalau kamu tidak mau dipukuli lagi, dengarkan kata-kataku."

Yudhi mencondongkan tubuhnya ke arah Fira dan berbisik meminta ampun, "Kak, tolong jangan mempermalukanku. Bagaimanapun juga, aku adalah bos di SMAN 9. Anak buahku masih ada disini,"

***

Fira kembali menatap adiknya itu "Apa maksudmu? Apa kamu masih ingin mempertahankan warna rambutmu yang seperti ini?"

Semua orang berusaha bangkit berdiri dan menepuk-nepuk debu dari pakaian mereka. Lalu mereka semua berkata dengan hormat, "Kami tidak akan mewarnai rambut kami lagi. Kami mendengarkan kak Fira."

Di tempat tukang pangkas rambut, cahaya malam menyinari jendela kaca. Semua siswa dengan rambut berwarna warni itu mengantri di sofa dan sesekali melirik ke arah Fira dengan takut-takut. Fira sedang berbicara dengan sopan kepada tukang pangkas rambut disana, Pak Toni "Tolong bantu mereka mengecat kembali rambut mereka menjadi hitam. Terima kasih banyak sebelumnya, Pak."

Sahabat dekat Yudhi, Zaki, adalah yang pertama mengecat kembali rambutnya menjadi hitam. Malam itu, para pemuda yang telah mengecat kembali rambut mereka menjadi hitam tampak segar, bersih dan enak dipandang.

"Kalau Yudhi berkelahi lagi di masa depan, tahan dia untukku, oke?"

Zaki mengeluh dalam hati, "Kak Fira, mana mungkin aku bisa menahan Yudhi?"

"Kalau begitu panggil saja aku. Kalau Yudhi mulai bersikap kasar, hubungi aku, kamu dengar?"

Zaki mengangguk, "Aku mengerti, kak Fira."

Sebenarnya, gangguan stres traumatis ringan maupun autisme seharusnya ditangani oleh psikolog dan untuk itulah dia meminta uang pada Rudi.

Itulah hutang Rudi pada mereka.

Fira masih berdiri di depan pintu tukang pangkas rambut dan mereka yang sudah kembali mengecat rambutnya menjadi hitam melangkah melewatinya, sedikit membungkuk dan berkata, "Sampai jumpa lagi, kak Fira."

"Kalau kalian berani pergi ke warnet lagi, aku akan..."

"Kami tidak berani, kami tidak berani, kak Fira. Kami tidak akan melakukannya lagi."

Yudhi adalah orang terakhir yang rambutnya kembali dicat hitam. Salah satu anak buahnya yang berkecukupan membayarkan semua biayanya dan mereka segera melarikan diri dengan tergesa-gesa.

Yudhi memasukkan tangannya ke dalam saku celana seragamnya dan melangkah ke arah Fira, "Sejak kapan kamu belajar bela diri?"

Fira mengangkat alisnya, "Kamu pikir semua orang tidak bisa berkelahi. Aku menyebutnya sebagai rahasia yang dalam."

Remaja berambut hitam pendek itu kini tampak bersih dan tampan. Anak yang ditelantarkan Rudi adalah permata di hati Fira.

"Ayo kita pulang,"

Dalam perjalanan panjang pulang ke rumah, lampu jalan mulai dinyalakan dan Fira menasihati Yudhi agar tidak lagi berkelahi, tidak sering main ke warnet dan mulai belajar giat.

Tapi semua itu seolah masuk ke telinga kanan dan keluar lagi dari telinga kirinya. Yudhi sama sekali tidak perduli.

Fira tahu perubahan yang diinginkannya takkan terjadi dalam semalam. Dia harus meluangkan waktunya. Mungkin memang ada faktor negatif dalam penyakit gen mereka, tapi pasti juga ada faktor kejeniusan disana.

Sejak kecil, Fira tidak perlu belajar dengan serius dan dia sudah bisa mendapatkan nilai yang bagus. Yudha juga sama sepertinya, jadi masalah Yudhi sebenarnya bukan karena dia tidak mampu melakukannya melainkan hanya kurang bisa berkonsentrasi. Dia akan lebih baik setelah bisa mengatasi gejala penyakitnya perlahan-lahan. Dia yakin bahwa seharusnya cukup sulit untuk bisa diterima di SMA dan Yudhi bisa melakukannya dengan baik.

Untuk ujian masuk perguruan tinggi, Fira sudah memikirkannya dengan seksama. Dia ingin belajar di jurusan seni musik tradisional di Institut Kesenian. Kemampuannya memainkan kecapi sudah cukup bagus.

Keesokan paginya, Yudhi dan Yudha berangkat ke sekolah sementara ibunya pergi bekerja. Usai sarapan, Fira memakai kaus dan celana jins, mengikat rambutnya menjadi kuncir kuda, mencuci wajahnya dan memainkan kecapi yang menjadi harta karunnya dengan santai.

Lalu terdengar suara Ratih memanggilnya "Fira, Fira..."

Fira sedang memasukkan kecapi itu ke dalam tas ketika Ratih mendorong pintunya hingga terbuka.

"Fira, apa kamu akan pergi ke kampus seperti itu?"

Fira menutup ritsleting tas kecapinya dan memandangnya, "Memangnya ada apa?"

"Ada wawancara untuk pendaftaran jurusan siang nanti, apa kamu tidak tahu?"

"Aku tahu."

"Kamu tahu kalau Lulu juga akan ikut dalam wawancara itu kan?"

"Memangnya kenapa?"

Ratih menarik tangannya dan membawanya ke lemari pakaian, "Kamu harus memakai pakaian yang indah supaya terlihat cantik!"


next chapter
Load failed, please RETRY

Cadeaux

Cadeau -- Cadeau reçu

    État de l’alimentation hebdomadaire

    Rank -- Classement Power Stone
    Stone -- Power stone

    Chapitres de déverrouillage par lots

    Table des matières

    Options d'affichage

    Arrière-plan

    Police

    Taille

    Commentaires sur les chapitres

    Écrire un avis État de lecture: C7
    Échec de la publication. Veuillez réessayer
    • Qualité de l’écriture
    • Stabilité des mises à jour
    • Développement de l’histoire
    • Conception des personnages
    • Contexte du monde

    Le score total 0.0

    Avis posté avec succès ! Lire plus d’avis
    Votez avec Power Stone
    Rank NO.-- Classement de puissance
    Stone -- Pierre de Pouvoir
    signaler du contenu inapproprié
    Astuce d’erreur

    Signaler un abus

    Commentaires de paragraphe

    Connectez-vous