Télécharger l’application
26.66% Indigo Crystal 1 / Chapter 4: "Permisi Om"

Chapitre 4: "Permisi Om"

Hari keenam setelah Ayah berdinas ke luar kota.

Pagiku ini ternyata aku dibangunkan oleh Ayah yang sudah pulang dari Belitung. Setelah pagi tiba, aku selalu lupa akan kejadian mistis yang terjadi semalam. Maklum, anak-anak memang mudah lupa jika sudah bermimpi.

Pagi ini aku sangat bersemangat sekali. Bagaimana tidak, Ayahku telah menyiapkan hadiah istimewa di dapur untukku dan juga kakak. Dapur sederhana yang masih memiliki cukup ruang, Ayah manfaatkan untuk taman bermain kami. Ayah dirikan sebuah tenda kecil dan tersusun beberapa boneka lucu di dalamnya. Betapa senangnya aku saat itu, hingga aku enggan untuk mandi.

Beberapa hari lamanya, aku terlalu asyik bermain bersama kakak di dalam tenda layaknya sedang camping. Saking senangnya, betapa gegabahnya aku waktu itu sampai memutuskan untuk tidur di dalam tenda nanti malam. Kakak yang kukira sama-sama memiliki keinginan untuk tidur di dalam tenda, nyatanya ia menolak keputusanku. Akhirnya, tanpa pikir panjang aku pun benar-benar berniat akan tidur di dalam tenda sendirian nanti malam. Aku lupa, bahwa selama Ayah pergi aku sering dihantui oleh bayangan hitam misterius. Bayangan yang hanya akan selalu muncul ketika Ayah tidak ada di rumah.

“Bantal, selimut, boneka udah siap,” gumamku.

Kini waktu sudah menunjukkan pukul 20.00 WIB. Aku meminta Ayah dan Ibu untuk menemaniku yang akan tidur di tenda sebelum mereka masuk ke kamar. Sambil tetap bermain, aku meminta kepada Ayahku agar nanti setelah aku tertidur, tutup saja resleting tendanya. Kupikir, tidur di dalam sebuah tenda akan sangat menyenangkan layaknya camping seperti yang ada di televisi. Tapi nyatanya, mungkin, malam ini akan menjadi malam yang membuatku trauma untuk tidur di dalam tenda sendirian.

“Jam berapa ini? Kenapa sepi?” tanyaku dalam hati yang tiba-tiba terbangun di tengah malam. “Yaaahh.. Buu....” Panggilku pelan dari dalam tenda, berharap ada yang mendengar dan menghampiriku malam ini.

Udara malam ini terasa sangat dingin dari biasanya. Tak kudengar suara apapun dari dalam tenda. Sepertinya, Ayah, Ibu, dan Kakak sudah tertidur pulas di kamarnya masing-masing.

Ah, akhirnya!

Samar-samar, kulihat ada bayangan yang datang menghampiri ke arah tendaku. Hhh... lega rasanya, mungkin Ayahku masih terjaga dan mendengar suaraku karena kamar Ayah dan Ibu bersebelahan dengan dapur dimana tendaku berada.

Tanganku sudah hampir menggapai resleting tenda dan berusaha membukanya, tapi kulihat lagi bayangan itu dengan saksama. Shhhh... bayangan itu semakin mendekat dan mengeluarkan suara seperti desiran angin yang misterius. Membuat udara malam ini menjadi sangat dingin dan terasa hampa. Ini cukup mencekam, pikirku.

Kuurungkan niatku untuk membuka resleting tenda. Bayangan itu semakin mendekat, namun tak terdengar sedikit pun suara langkah kakinya. Aku pun benar-benar mengurungkan niatku untuk membuka resleting tenda dan segera memeluk boneka kelinci kesayanganku. Kupejamkan mata sambil menahan untuk berteriak.

“I-ibu, aku takut!” rintihku pelan. Terdengar seperti orang yang sudah putus asa karena menahan tangis dan juga rasa takut.

Ada yang janggal dari bayangan itu, bayangan itu sama sekali tidak menunjukkan ciri-ciri Ayah ataupun Ibu, apalagi kakak. Tak ada yang bisa kulakukan malam ini, aku hanya berharap semoga Ayah dan Ibu tiba-tiba saja terbangun dan memanggil namaku, lalu menyusulku dan mengajakku untuk tidur di kamarnya saja.

Harapan hanyalah sebuah harapan, bayangan itu kini ada di depan tenda. Tepat di depan mataku. Bayangan hitam itu memiliki bentuk fisik yang tinggi, besar, namun sedikit membungkuk. Wujud bayangan itu sama sekali tidak mirip seperti manusia pada umumnya. Kulihat tangannya mulai bergerak, terlihat dengan jelas ia memiliki kuku yang agak panjang dan tajam. Tangannya terus bergerak pelan seolah ia akan membukakan resleting tendaku.

”Mungkinkah ini yang dialami seseorang yang camping layaknya di tv-tv?” pikirku.

Malam terasa semakin sunyi dan dingin. Tak henti-hentinya aku berdoa memohon perlindungan kepada Tuhan untuk menjagaku dari gangguan apapun malam ini.

Beberapa menit berlalu, bayangan itu pun menghilang layaknya sebuah asap tanpa meninggalkan suara apapun. Tak ada yang bisa kulalukan, aku merasa terjebak di dalam tenda. Aku sama sekali tidak memiliki keberanian untuk keluar tenda, untuk menangis dan berteriak saja aku sudah tidak berani.

Akhirnya, kubaringkan kembali badanku sambil memeluk boneka kelinci kesayanganku. Kucoba terus berdoa dan berdoa agar aku lekas terlelap dan pagi segera datang.

“Praannkkk... klontengg... cletakk... wusssh.” Suara khas itu terdengar ramai sekali di dapur.

Pagi ini aku telah dibangunkan oleh suara wajan, kompor, dan piring yang biasa ibu-ibu lakukan saat pagi hari di dapur untuk menyiapkan sarapan. Tercium wangi tumis kangkung kesukaan Ibu. Menyadari ini bukanlah sebuah mimpi, aku bergegas keluar dari dalam tenda. Kulihat ibu tengah sibuk menyiapkan masakan untuk hari ini dan menyapaku.

“Eh, anak ibu udah banguunn. Gimana tadi malem tidurnya? Ayo, sarapan dulu! Itu udah ibu buatin kentang goreng kesukaanmu,” ucap ibuku.

Sejak kejadian semalam, aku tidak mau lagi bermain di dalam tenda, apalagi tidur di dalam tenda sendirian. Kejadian semalam benar-benar membuatku semakin merasa takut untuk tinggal di rumah dinas ini. Entah aku yang penakut atau ini hanya sebuah halusinasi. Bayangan itu selalu saja menghantui setiap malamku. Ah tidak, bahkan siang hari pun bayangan itu datang menghampiriku ketika aku sedang di rumah sendirian, ketika Ayah dinas dan Ibu sedang ada kegiatan bhayangkari. Kadangkala, boneka-boneka di kamarku sering juga bergerak sendiri atau lebih seringnya aku melihat kalau mata mereka semua hidup.

Selain bayangan hitam misterius, ada juga sosok penunggu sumur tua yang setiap harinya memang selalu kulihat. Entahlah apa yang ada di kepalaku saat kecil, ketika ibu sedang tidak ada di rumah, penunggu sumur tua itu selalu memberikan suasana yang hangat di dapur sehingga aku hanya berani bermain di dapur. Kupikir dia memang manusia, hingga sering kusapa ia dengan mengatakan “permisi om”.

Menurutku, tidak ada kejanggalan dengan sosok penunggu sumur tua ini. Lagipula, setiap harinya dia hanya duduk saja di atas sumur dan sama sekali tidak mengganggu keluargaku, wujudnya pun tidak begitu menyeramkan, hanya seperti bapak-bapak berkulit hitam dengan pakaian serba hitam dan perawakannya lebih tinggi.

Sewaktu kecil, hantu yang kutahu adalah berupa bayangan misterius, dan hanya berwujud kuntilanak atau pocong, atau mungkin casper. Setidaknya, ya itulah yang kutahu dari televisi. Untungnya, karna keyakinanku itulah aku jadi lumayan pemberani waktu kecil. Tidak ada pikiran macam-macam tentang hantu.

___________________________________________________________________________

“Bukannya aku tidak bisa membedakan mana antara hantu dan manusia, tapi hantu yang kupahami waktu itu, ya hanya kuntilanak dan pocong. Kalau selain daripada itu, mungkin memang ada manusia yang diciptakan transparan dan terlahir menyeramkan.”

Nayshi Kecil


next chapter
Load failed, please RETRY

Cadeaux

Cadeau -- Cadeau reçu

    État de l’alimentation hebdomadaire

    Rank -- Classement Power Stone
    Stone -- Power stone

    Chapitres de déverrouillage par lots

    Table des matières

    Options d'affichage

    Arrière-plan

    Police

    Taille

    Commentaires sur les chapitres

    Écrire un avis État de lecture: C4
    Échec de la publication. Veuillez réessayer
    • Qualité de l’écriture
    • Stabilité des mises à jour
    • Développement de l’histoire
    • Conception des personnages
    • Contexte du monde

    Le score total 0.0

    Avis posté avec succès ! Lire plus d’avis
    Votez avec Power Stone
    Rank NO.-- Classement de puissance
    Stone -- Pierre de Pouvoir
    signaler du contenu inapproprié
    Astuce d’erreur

    Signaler un abus

    Commentaires de paragraphe

    Connectez-vous