Dengan nafasnya yang sedikit tegesa–gesa, Intan menyembunyikan dirinya dibalik pohon besar yang ada di dekat makam. Jauh–jauh Intan mengikuti Reszha hanya untuk datang ke makam? Ya ampun, sangat–sangat membuat orang lain kesal. Tapi tidak masalah juga, setidaknya Intan akan bisa mendengar keluh kesah seorang Fareszha kali ini. Toh, sekalian juga ia berkunjung ke makam kakak dari ibunya, kan sudah lama juga Intan tidak datang kesini.
"Ayah, Kakek Nenek udah setuju kalo Eszha ngelanjutin sekolah di Australia. Semoga aja, ke depannya Eszha bisa sukses demgan cara Eszha sendiri, terus lanjutin bisnis Ayah yang sekarang masih dikelola sama adik Ayah." Ucapnya panjang, dan Intan sedikit menautkan kedua alisnya ketika mendengar kata Australia. Reszha? Gadis itu akan pergi ke Aussi? Lalu ia akan bersahabat dengan siapa nanti? Tembok? Yang benar saja.
Intan kembali menyembunyikan badanya ketika melihat Reszha bangun dari posisi jongkoknya, gadis itu tidak sadar akan keberadaan Intan kan? Dan lagi sekarang Intan tidak sadar, jika Reszha sudah melepas roknya ketika ia berjongkok. Ah, mau kemana lagi gadis ini pergi? Sepertinya ia akan bertemu dengan orang yang... spesial? "Aku harus cepet, nanti om sama tante nungguin lagi." Lirihnya, seraya melipat rok birunya, dan berjalan menjauh dari makam kedua orang tuanya. Sudah? Hanya begitu saja keluh kesah Reszha?
Tapi Intan, sebentar lagi kau akan tahu hal spesialnya bukan? Reszha yang tidak menyadari jika Intan mengikutinya, kini mulai melangkah keluar dari area pemakaman. Gadis itu mengarah berjalan kearah jalan utama, entah mau kemana Reszha sekarang dengan pakaian rapihnya, walau hanya memakai cardigan rajut berwarna cream untuk menutupi seragam sekolah yang gadis itu gunakan.
Sesekali, Reszha menyapa beberapa pedagang yang ada disana, karena ia memang sudah mengenali mereka sejak lima tahun lalu, saat Reszha masih belum bisa menerima kepergian orang tuanya. Kembali lagi pada masa sekarang, Reszha kini sudah berada di sebrang jalan, dari pandangannya, gadis itu terua menatap restoran bintan lima yang ada disebrang sana. Weh, mau apa Reszha kesana?
Tanpa Reszha sadari juga, sekarang ada orang lain yang melihatnya, dan memutuskan untuk mengikuti Fareszha juga. Ya ampun, kenapa banyak sekali orang yang penasaran dengan kehidupan Fareszha? Sudah seperti seleb saja hidup mu, Reszha. "Om!" Teriak Reszha, ketika ia sudah sampai diparkiran Restoran.
Belum sempat Reszha menyalimi tangan pria itu, sebuah tangan sudah menariknya terlebih dulu, membuat Reszha meringis kesakitan karena cekalannya yang kuat. "Apakah uang yang diberikan keluarga mu tidak cukup, Reszha?! Siapa yang memotivasi mu untuk mendapatkan uang dengan menjadi simpanan om–om hah?! Kau ingin membuat nama keluarga mu buruk?!" Ucap Nicho panjang, dengan nada yang penuh dengan Amarah.
"Paman kau salah pah—" Nicho menutup mulut Reszha, sembari dirinya menyeret Reszha agar ikut ke mobil. Dasar gadis tidak tahu diri, padahal biaya hidupnya sudah tercukupi selama ini, tapia ia masih berani menjual diri? Memalukan! Pikir Nicho. Reszha yang tidak merasa melakukan kesalahan apapun, mencoba untuk berontak dan melepaskan diri dari cengkeraman tangan Nicho, tapi sepertinya tenaga gadis itu masih belum sebanding dengan kekuatan Nicho.
"Eszha!" Seru Intan, dengan wajah memelasnya. Sial, Nicho sudah salah paham, apakah ia benar–benar berpikir jika Reszha adalah seorang simpanan om–om? Miris sekali pola berpikir pria itu. "Intan, ada apa ini?" Tanya Mawar, selaku istri dari Haris, dua orang yang selalu membantu Reszha selama tiga tahun ini. "Itu tante, dia walinya Reszha, baru satu bulanan lah. Dan kayaknya dia salah paham ke Reszha, pasti dia ngira kalo Reszha ada hubungan gelap sama om Haris, dan Reszha dapet uang secara cuma–cuma dari om." Jelas Intan, dengan raut wajah yang masih sama.
Mawar dan Haris menggeleng pelan, jika Nicho mau menjadi wali Reszha, seharusnya pria itu tahu, siapa saja orang yang Reszha kenal, dan apa hubungan Reszha dengan orang–orang itu, agar tidak menimbulkan kesalahpahaman seperti ini. "Kayaknya, tante juga harus jelasin masalahnya ke cowo itu." Ujarnya, dan Intan mengangguk setuju. Ya tuhan, masalah apalagi ini? Kenapa dalam hidup Reszha selalu banyak masalah? Dosa seperti apa yang gadis itu perbuat? Sampai hidupnya harus seberat ini?
Intan memijat pangkal kepalanya yang pening, sembari ia berucap. "Aku mau susul Eszha dulu deh, pamit ya tante, om!" Ucapnya, yang kemudian berlari kearah mobil Nicho yang sebentar lagi akan melaju. Dan sial, Intan terlambat. Nicho sudah membawa Reszha entah kemana, sekarang gadis itu juga bingung mau naik apa untuk pulang, karena uangnya habis untuk bayat ojek tadi. "Kak Ardian!" Ucapnya, ketika mendapatkan ide cemerlang yang langka.
"Kak! Jemput aku!"
***
Nicho menarik lengan Fareszha dengan kasar, ia memaksa gadis itu untuk ikut dengannya. Wake up Nicho! Kau itu hanya salah paham, lagi pula Reszha tidak mungkin melakukan hal keji seperti itu, kau yang waras saja! "Apa tidak cukup? Sebagai pembawa sial, kini kau juga ingin menjadi menjadi wanita malam hah?! Sadar akan status mu Reszha! Jangan membuat keluarga malu!" Ucapnya panjang, dengan emosi yang meluap–luap dan sebelah tangannya mencekeram keras rahang kecil Reszha.
Reszha berusaha melapas cengkerakan Nicho, namun gadis itu tidak memiliki banyak tenaga. Andai Nicho memberinya kesempatan untik berbicara, Reszha yakin, ini semua tidak akan terjadi, bahkan mungkin, Nicho akan mengerti. "Tuan lepaskan aku! Aku bisa jelaskam semua ini!" Seru Reszha, yang masih berusaha untuk melepaskan tangan Nicho yang ada di rahangnya.
Namun, bukannya Nicho mendengarkan Reszha, pria itu malah menaruh tangan satunya di leher Reszha yang tertutup kain hijabnya. Ya ampun, Reszha sudah tidak bisa bernafas lagi sekarang, Nicho sudah seperti manusia yang keruskan iblis, ia mencekik Reszha dengan sangat kuat, seolah memberitahu Reszha bahwa pria itu sangat emosi sekarang, dan ia bisa membununya kapan pun ia mau.
"Tu—tuan." Lirih Reszha, yang langsung menyadarkan Nicho. Sebenanya, Reszha bisa menendang Nicho, tapi sayangnya kaki gadis itu sudah diikat oleh pria brengsek ini. "Damn it!" Umpat Nicho, seraya melepaskan tangan yang mencekik Reszha. Ia kemudian berjalan kearah meja tempatnya bekerja, dan menopangkan tangannya di dahi, kenapa? Kenapa Nicho harus merasa bersalah ketika ia menyakiti gadis itu? Padahal Nicho sangat ingin membunuh Fareszha!
Reszha kini terduduk lemah dilantai, gadis itu mencoba untuk mengembalikan nafasnya seperti semula lagi. Jujur saja, Reszha merasa takut dengan orang yang berbuat kekerasan padanya atau pada orang lain, karena dulu, ketika Reszha kecil, mendiang sang ibu selalu menyiksa dirinya, setiap hari dalam satu minggu. Sampai pada akhirnya, Ayah Reszha harus mengasingkan putri kecilnya karena ia tidak sanggup melihat Reszha yang terluka, dan dikurung dalam ruangan kecil, pengap, serta gelap.
"Ikut aku!" Seru Nicho lagi, seraya dirinya menarik tubuh Reszha agar mau bangkit. Apalagi yang akan pria ini lakukan? Apakah ia tidak puas dengan semua ini?
"Tuan! Jangan kunci aku di dalam sini!!!"
~~~~
Nic, sumpah lo minta digampar banget