Télécharger l’application
20% Dunia Tanpa Lentera / Chapter 3: Pertemuan

Chapitre 3: Pertemuan

Hembusan angin hangat membangunkanku dari tidur lelapku.

Sudah pagi sepertinya.

Punggungku terasa sakit, tidur dengan alas bebatuan jauh dari kata nyaman ternyata.

Aku mulai membuka mataku, langit-langit Gua terlihat lebih menyeramkan saat cahaya menerangi sebagian besar areanya.

Sekali lagi aku merasakan ada angin hangat yang menerpa.

Aneh, biasanya sehangat inikah hembusan anginnya? Pikirku bingung.

Aku mulai mendudukkan diriku, meregangkan tubuhku lalu memeriksa semua barang-barangku, terutama hasil perburuanku kemarin.

Sekali lagi aku dapat merasakan hembusan angin hangat di punggungku.

Aku mulai risih.

Penasaran, aku mulai membalikkan badanku.

Ah, sepertinya keputusanku untuk bermalam di Gua ini bukanlah sebuah keputusan yang tepat.

Mungkin ini maksud dari tanda silang berwarna merah yang tergambar di dalam peta.

Sekarang, tepat di depanku terdapat sebuah siluet hitam yang menyerupai bentuk beruang, hanya saja ukurannya jauh lebih besar dari ukuran beruang biasanya.

Aku mulai mendongkakkan kepalaku, jika diperhatikan dengan seksama, punggungnya hampir menyentuh langit-langit Gua, keempat kakinya yang besar cukup untuk menumbangkan pohon dalam sekali ayunan, serta mulut yang dilengkapi dengan gigi-gigi taring yang ukurannya lebih besar jika dibandingkan dengan tubuhku.

Aku sekarang berada tepat di hadapan binatang buas ini, namun, sepertinya ia sedang terlelap.

Kelopak matanya sedang dalam keadaan menutup, serta ritmik nafasnya yang teratur membuatku yakin bahwa ia sedang tertidur lelap.

Aku mulai berdiri dan melangkah mundur, mencoba untuk tidak menimbulkan banyak suara.

Aku mulai mengumpulkan barang-barangku, mengambil nafas dalam, lalu menghembuskannya secara perlahan.

Aku mulai menenangkan pikiranku, sekarang, aku perlu cara untuk keluar dari Gua ini.

Sepertinya pilihanku tidaklah banyak, antara menerobos paksa beruang ini dengan cara mengendap-endap di dinding-dinding Gua sembari berharap agar ia tidak terbangun oleh suaraku, atau bersembunyi sembari menunggu hingga ia bangun dan mulai berburu keluar dari Gua ini.

Aku tidak mau mengambil keputusan yang terburu-buru, tentu saja aku sekarang sedang dalam keadaan panik, tapi, aku juga tahu jika aku mengeluarkan suara sedikit saja, nyawaku taruhannya.

Dengan hati-hati aku terus berjalan mundur sembari memperhatikan langkahku.

Kontur lantai Gua yang tidak rata dan licin membuatku agak kesulitan untuk terus melanjutkan langkahku.

Setelah beberapa langkah, aku berhenti, kupandangi lagi binatang besar di depanku ini.

Kepalaku sekarang penuh dengan pertanyaan, apakah dia sebenarnya sudah tahu keberadaanku sedari tadi malam? Kalau iya kenapa dia tidak menyerangku? Kenapa juga aku sampai bisa tidak menyadari kedatangannya? Selelah itukah aku kemarin malam?

Belum sempat aku menjawab semua pertanyaan itu, mata beruang itu mulai terbuka.

Pertanda buruk, aku harus segera bersembunyi, cahaya matahari pagi ini cukup terang untuk menyinari sebagian besar dari bagian Gua ini.

Aku membalikkan badanku, memutuskan untuk menjelajahi bagian Gua yang lebih dalam.

Aku mulai melangkahkan kakiku lebih jauh.

Kegelapan mulai menyelimuti, setidaknya aku aman di sini.

Aku mendudukkan diriku dan bersandar ke dinding Gua.

Samar-samar Aku dapat mendengar erangan kuat.

Sepertinya ia sudah bangun dari tidurnya, semoga saja aku tidak harus berdiam lama di kegelapan ini.

Dinding-dinding Gua mulai bergemuruh yang diikuti dengan suara dentuman yang bergema di kejauhan.

Beberapa saat kemudian dinding-dinding Gua mulai bergetar, aku dapat merasakan batu-batu kecil mulai berjatuhan dari langit-langit Gua.

Aku sontak berdiri, terkejut dengan getaran yang ada.

Erangan kembali terdengar, kali ini suaranya terdengar lebih dekat.

Sesaat kemudian gemuruh juga mengikuti, ditemani dengan getaran di dinding dan tanah Gua.

Perasaanku semakin tidak enak saja.

Aku mencoba untuk menenangkan diriku.

Setelah beberapa saat, getaran itu mulai berhenti.

Mungkinkah ia sudah bergerak keluar dari Gua ini?

Kuistirahatkan diriku sebentar.

Aku juga mulai membalut luka yang ada akibat dari bebatuan yang jatuh dari langit-langit menggunakan sobekan kain dari lengan kiriku.

Aku kemudian kembali ke tepian Gua dan duduk disana, menyandarkan diri ke dinding Gua sembari menyiapkan diriku untuk memeriksa apakah ada barang yang hilang selama kekacauan tadi berlangsung.

Aku mulai merapal mantra, kemudian memunculkan bola cahaya kecil untuk membantuku melihat lebih baik dalam kegelapan.

Aku kemudian mulai memeriksa kembali isi dari tas yang kugunakan untuk menyimpan barang-barang dan hasil perburuan.

Aku mulai mengeluarkan semua barang yang ada satu persatu, pisau, tali rotan, botol minum, dua wadah makanan, serta yang terakhir daging ayam hutan yang masih terikat dengan tasku. Sepertinya semuanya lengkap tidak ada yang hilang.

Aku bernafas lega, hari ini tidak mungkin akan jadi lebih buruk lagi.

Sesaat setelah aku mengatakan itu, aku dapat merasakan sebuah hembusan angin hangat.

Ah, mungkin hari ini bisa jadi jauh lebih buruk lagi.

Aku menoleh ke kanan, ia tampak jauh lebih mengerikan saat sedang berdiri seperti ini ya.

Matanya yang besar dan tajam, badannya yang besar serta mulutnya yang sedang terbuka memperlihatkan gigi-gigi taringnya, siapa yang tidak takut saat melihatnya?

Ah, kakiku tidak bisa digerakkan, aku tidak tahu harus berbuat apa dalam keadaan seperti ini.

Pikiranku rasanya hanya diisi oleh kabut, seluruh tubuhku kaku selagi aku merasakan rasa takut yang amat sangat.

Seperti ini rasanya jadi buruan?

Mengerikan ya.

Beruang itu mulai mendekati diriku.

Setiap langkah yang ia ambil menggetarkan seluruh dinding dan tanah Gua.

Tidak sedikit stalaktit yang jatuh dan mendarat di punggung beruang itu.

Ia tidak bereaksi terhadap stalaktit dan bebatuan lain yang mengenainya, apa ia mungkin merasakan seperti punggungnya dipijat ya?

Setelah beberapa langkah, sekarang kepalanya yang besar setidaknya hanya berjarak beberapa sentimeter dari wajahku.

Aku masih membatu.

Masih tidak tahu harus melakukan apa.

"Umm... Hai?" ucapku dengan nada rendah.

Ah, apa yang kulakukan, mungkin akal sehatku sekarang sudah meloncat keluar semua dari kepalaku.

Beruang itu mengendus.

Angin hangat kembali menyapa, betapa familiarnya angin ini sekarang.

"Kamu ingin daging-daging ini?" tanyaku.

Ia mengangguk, seakan mengiyakan perkataanku.

Aku bingung harus berbuat apa, haruskah aku memberikan buruanku padanya?

Tanganku mulai meraih bungkusan yang berisi hasil buruanku.

"Kamu bisa mengambilnya sendiri kan?" tanyaku.

Ia menggelengkan kepalanya.

"Kenapa?" tanyaku lagi.

Ah, aku baru saja menanyakan sesuatu yang bodoh, ia berbicara saja tidak bisa, apalagi menjelaskan alasannya.

Ia memiringkan kepalanya.

Sepertinya dia bingung dengan pertanyaanku barusan.

"Umm... k-kamu ingin aku yang memberikan daging ini?" tanyaku.

Suaraku terdengar semakin gugup.

Ia mengangguk.

Aku pun memberanikan diriku untuk mengambil potongan dari ayam hutan yang telah kuburu.

Tanganku bergetar hebat, pada kenyataannya aku masih sangat takut dengan beruang yang ada di depanku ini.

Ia memiringkan kepalanya sekali lagi.

Ia terlihat bingung saat memperhatikanku yang sangat kesulitan untuk mengambil daging dari dalam sebuah bungkusan.

Ia lalu mulai memejamkan matanya, sementara aku masih kesulitan untuk mengambil satu potong daging.

Tanganku tidak hanya bergetar hebat, tapi sepertinya kehilangan kekuatannya untuk menggenggam sesuatu, setiap kali aku mencoba untuk mengangkat daging yang sudah kupegang, entah kenapa jari-jariku seperti menyerah dan melepaskan pegangannya.

Seberapa sulitnya mengambil satu daging memangnya?! Ucapku dalam hati, marah kepada diriku sendiri.

Perhatianku mulai terfokus pada bungkusan dagingku.

Semakin banyak aku menjatuhkan daging-daging yang kucoba untuk kuambil, semakin menjadi pula rasa panikku.

Aku mulai kesulitan untuk bernafas, pandanganku mulai kabur, kepalaku rasanya seperti memiliki jantung sendiri, kakiku juga mulai bergetar.

Kalau ini jadi akhir cerita hidupku, setidaknya tidak ada yang tahu tentang seberapa memalukannya ini.

Aku terduduk lemas, tanganku juga sepertinya sudah menyerah untuk bergerak.

Kepalaku tertunduk, tidak berani untuk melihat kenyataan menyeramkan yang ada di dekatku.

Aku memejamkan mataku, mencoba untuk melarikan diri sejauh mungkin dari takdir yang mulai menghampiri.

Keadaan Gua sangat hening pada saat-saat seperti ini ya, andai aku bisa berteriak sekarang, akankah ada perbedaan? Akankah takdirku berubah?

Mungkin sudah terlambat untuk itu.

Aku tidak dapat berbicara, suaraku tercekat.

Di dalam keheningan ini, aku dapat merasakan hembusan nafas hangatnya di tangan kananku.

Inikah akibatnya jika menyapa bahaya?

Aku dapat merasakan cakarnya di tangan kananku.

Aku mengambil nafas dalam.

Mataku masih terpejam.

Dengan perlahan aku menghembuskan nafasku.

Jantungku masih berdetak kencang.

Sedikit demi sedikit aku mulai kehilangan kesadaranku.

Syukurlah, setidaknya aku tidak akan tahu rasanya saat maut menyapa.

Aku dapat merasakan tubuhku mulai lemas dan menyentuh lantai gua.

Saat itu juga kesadaranku sudah benar-benar hilang.


next chapter
Load failed, please RETRY

État de l’alimentation hebdomadaire

Rank -- Classement Power Stone
Stone -- Power stone

Chapitres de déverrouillage par lots

Table des matières

Options d'affichage

Arrière-plan

Police

Taille

Commentaires sur les chapitres

Écrire un avis État de lecture: C3
Échec de la publication. Veuillez réessayer
  • Qualité de l’écriture
  • Stabilité des mises à jour
  • Développement de l’histoire
  • Conception des personnages
  • Contexte du monde

Le score total 0.0

Avis posté avec succès ! Lire plus d’avis
Votez avec Power Stone
Rank NO.-- Classement de puissance
Stone -- Pierre de Pouvoir
signaler du contenu inapproprié
Astuce d’erreur

Signaler un abus

Commentaires de paragraphe

Connectez-vous