Télécharger l’application
100% Dunia Tanpa Lentera / Chapter 15: Malam

Chapitre 15: Malam

Pandanganku diisi dengan kegelapan, hingga pada suatu saat, Aku dilahirkan, mengambang diantara kehampaan yang mengelilingiku. Sebuah figur raksasa mengulurkan tangan-Nya, sosok-Nya yang bahkan lebih besar daripada dunia ini, mengulurkan tangan-Nya kepada-Ku.

Aku yang baru saja dilahirkan ini, mengikuti arahan-Nya dengan seksama, bintang demi bintang Kami lewati, pemandangan indah yang belum pernah aku temui sebelumnya, dunia ini layaknya sebuah teater yang terus berputar, pada tiap kali tirainya diturunkan, cerita demi cerita baru bermunculan, dengan aktor yang terus berganti, namun, kadang cerita yang hampir sama terulang.

Sampai akhirnya Aku diturunkan di sebuah planet yang kosong, hampa tanpa kehidupan, dan untuk pertama kalinya, aku bertemu dengan Sosok lain yang nantinya akan menemani-Ku disini. 

Dengan segala kebijaksanaan-Nya, Ia melepaskan tangan-Ku, meninggalkan-Ku disini bersama dengan Sosok lain ini, dan hanya mengatakan satu kalimat sebelum diri-Nya pergi, buatlah cerita-Mu sendiri.

Dan dengan begitu, sosok-Nya pergi, sebelum meninggalkan satu anugerah kepada tanah kosong ini, yaitu kehidupan.

Dua buah Singgasana muncul di hadapan Kami, Partner-Ku ini memilih untuk duduk di Singgasana yang berada di kiri Kami. Saat Ia duduk, Singgasana-Nya menyala hebat, mengeluarkan sebuah cahaya kuning keemasan yang menebar ke segala arah, sebuah lambang juga terpatri di singgasana itu.

Di kejauhan, sebuah bintang baru terbentuk, bintang dengan warna merah oranye itu menyinari dunia kami dengan cahayanya, sosok Partner-Ku ini lantas juga berubah, mengambil sosok yang mirip dengan manusia yang tercipta di dunia ini. Dengan rambut silver yang panjang, mata berwarna hijau emerald, dan mengenakan sebuah gaun putih panjang yang indah.

Sekarang giliran-Ku untuk duduk di singgasana itu.

Aku menduduki singgasana ini dengan bangga, penasaran dengan apa yang akan terjadi selanjutnya. Sesaat setelah Aku duduk di singgasana ini, hal yang sama terjadi, singgasana milik-Ku mengeluarkan sebuah cahaya hijau ke abu-abuan ke segala arah, di dekat planet kami lalu muncul sebuah benda langit lainnya, semacam satelit yang mengelilingi dunia kami, dan dirinya akan bercahaya terang saat malam hari.

Sosok-Ku juga turut berubah, mengambil perawakan yang sama dengan partner-Ku itu, namun, Aku juga merasakan perubahan lain yang terjadi dalam Diriku, Aku merasakan adanya gelombang kekuatan yang bangkit dari dalam Diriku.

Tidak lama setelah itu, Singgasana Agung kami terpisah, Aku dan diri-Nya itu kini memiliki ruangan Singgasana Agung kami masing-masing.

Wujud kehidupan baru yang sekarang Kami sebut manusia itu mulai menjalani hidup mereka, dengan keadaan hidup yang sangat terbatas, mereka melewati rintangan dan penderitaan yang ada di hidup mereka dengan baik, meskipun umur mereka tidak panjang untuk sekarang, namun, mereka merasa cukup dengan kehidupan yang mereka jalani.

Namun, Lentera, nama partner-Ku ini setelah dinamai oleh para manusia, Ia memiliki pendapat yang berbeda denganku, Ia menginginkan manusia untuk hidup nyaman, dan membantu mereka dalam menorehkan cerita mereka di dunia yang Kami miliki ini.

Meskipun aku tidak setuju dengan ide-Nya itu, aku juga tidak memiliki hak untuk menghentikan-Nya, dan dengan begitu, untuk pertama kalinya, salah satu dari kami turun dan ikut campur dengan kehidupan di Serendrum.

Menggunakan kekuatan-Nya, Lentera menciptakan berbagai bahan-bahan baku yang dapat digunakan oleh manusia, untuk membuat rumah mereka, untuk membuat perabotan rumah mereka, dan untuk hal-hal lainnya.

Aku memutuskan untuk hanya melihat saja dari atas sini, menurut-Ku, hal yang membuat cerita dari masing-masing manusia unik, adalah penderitaan yang mereka lalui, membuat mereka menjadi lebih kuat, dan membuat mereka menjadi manusia yang lebih baik. Melihat mereka dimanja seperti itu, suatu hari aku takut akan kemunculan manusia-manusia yang lemah, terlalu bergantung dengan Dewi yang membantu mereka, hingga menjadi malas untuk menghadapi kehidupan.

Walaupun Aku tidak begitu setuju dengan apa yang Lentera lakukan, melihat-Nya yang bahagia dan dikelilingi oleh manusia yang menyayangi-Nya juga membuat-Ku bahagia, mungkin, selama Ia bahagia, Aku yakin semuanya akan baik-baik saja.

Kedamaian itu sayangnya tidak bertahan lama, keseimbangan dunia ini mulai goyah, kekuatan kami berasal dari seberapa banyak manusia yang mengingat, memuja, atau mengetahui eksistensi Kami berdua, semenjak Lentera lebih banyak berinteraksi dengan manusia, para manusia itu kemudian berpikir bahwa Aku adalah seorang Dewi yang jahat, seorang Dewi yang tidak perduli dengan keadaan mereka, dan hanya duduk diam tidak membantu mereka.

Ruangan Singgasana Agung-Ku mulai menunjukkan kehilangan cahaya, retakan muncul dimana-mana. Sosok-Ku yang mulai ditinggalkan oleh manusia, membuat eksistensi-Ku terancam untuk menghilang, meskipun begitu, Aku tidak begitu terganggu dengan ancaman ini, jikalaupun Aku mungkin memang akan hilang dari dunia ini, maka sampai disitulah cerita-Ku berhenti. 

Mungkin para manusia itu mengira Aku tidak melakukan apapun, meskipun begitu, aku terus menganugerahi mereka dengan hewan-hewan yang sehat dan panen yang cukup pada setiap pergantian musim, membantu kehidupan mereka dengan tidak begitu terlibat terlalu banyak, hanya cukup agar mereka bisa memiliki kehidupan yang bermakna bagi mereka.

Waktu berlalu dan kekuatan-Ku mulai berkurang, singgasana yang Aku duduki rasanya terus menyerap kekuatan yang Aku miliki, namun, Aku tetap memilih untuk tidak terlibat langsung dengan manusia, melihat mereka menangis saat mereka sedang terpuruk, lalu dengan perlahan mereka mengangkat kaki mereka lagi, berdiri tegak, dan sembari menatap langit, mereka berteriak, bahwa mereka akan terus hidup menghadapi segala rintangan yang mereka lalui. Menurut-Ku itu adalah saat-saat paling indah yang terjadi dalam masa hidup mereka, Aku akan terus menemani mereka, Aku akan terus mendukung mereka dari jauh.

Rumor demi rumor berkembang di kalangan manusia, tentang Diriku yang mempunyai sumber kekuatan dari penderitaan, tentang Diriku yang jahat dan diisi dengan amarah terhadap manusia, dan seterusnya. 

Aku tidak memikirkan hal-hal kecil seperti ini, dan hanya berfokus pada tugas-Ku untuk membuat panggung kecil yang telah diberikan kepada-Ku ini, untuk terus berjalan dengan baik.

Aku lupa sudah berapa lama keadaan-Ku menjadi seperti ini, rasanya tubuh-Ku berat dan tidak dapat banyak Aku gerakkan, meskipun Aku sendiri dapat menggunakan kekuatan-Ku untuk memanifestasikan diri-Ku dengan wujud lain, tubuh utama-Ku sudah benar-benar melemah. Aku sudah menerima kenyataan ini sejak lama, kenyataan bahwa Aku akan benar-benar menghilang, Aku tidak tahu apa yang akan terjadi dengan dunia ini saat Aku menghilang, namun, Aku yakin akan ada yang dapat menggantikan posisi-Ku ini.

Lentera sepertinya tidak kuat melihat-Ku seperti ini, suatu hari Ia mendatangi ruangan singgasana-Ku ini, dan memegang tangan-Ku dengan lembut, meminta-Ku untuk sekali saja turun dan membantu manusia, untuk mencoba agar sosok-Ku terus diingat dan diketahui oleh manusia.

Aku dengan sopan menolak ajakan-Nya itu, bahwa Aku sudah puas dengan apa yang telah aku lakukan. Namun, Lentera tidak henti-hentinya meminta-Ku untuk mencoba turun sekali saja, Ia lalu berkata kalau ia mempunyai sebuah ide. Lentera membuat sebuah lingkaran sihir, Ia lalu mendorong lingkaran sihir itu kepada-Ku.

Untuk apa ini? Tanya-Ku, bingung dengan tujuan-Nya memberikan ini kepada-Ku, Ia hanya tersenyum, lalu, Ia membawa telapak tangan-Ku ke tengah-tengah lingkaran sihir itu.

Sebuah cahaya yang terang muncul dari lingkaran sihir itu, dengan polosnya Lentera tertawa kecil, Ia lalu mengatakan sesuatu, itu adalah sigil kontrak, begitu ucap-Nya.

Sekarang, para manusia yang ingin meminta bantuan-Mu dapat memanggil-Mu menggunakan sigil kontrak ini, tambah-Nya lagi. Aku sebenarnya tidak begitu perduli dengan itu, Lentera hanya ingin membantu-Ku dengan cara-Nya sendiri.

Pada kesempatan berikutnya Lentera mendatangi manusia, Ia kemudian menyebarkan berita tentang sigil kontrak yang Aku miliki kepada mereka, reaksi wajah mereka terlihat tidak nyaman saat mendengar berita itu, apalagi saat Dewi yang mereka agungkan yang membawa berita itu sendiri.

Meskipun begitu, rencana Lentera menunjukkan hasil, beberapa kelompok manusia mulai menggunakan sigil kontrak yang telah Lentera sebarkan, namun, karena reputasi-Ku yang jelek, yang menggunakan sigil-sigil itu adalah orang-orang jahat.

Sigil kontrak yang mengikat-Ku memaksa-Ku untuk turun ke Serendrum, dan mendengarkan permintaan mereka, kebanyakan dari mereka meminta untuk dihadiahi binatang-binatang ternak mahal, yang memerlukan upaya puluhan tahun untuk diternakkan, mereka sendiri sebenarnya adalah bagian dari bandit yang biasanya merampas dan mencuri binatang ternak orang lain.

Untuk menghindari mengabulkan permintaan mereka, Aku mulai memberikan syarat-syarat yang tidak masuk akal, seperti mengorbankan anak mereka sendiri, menyakiti orang yang mereka sayangi, hingga menyakiti diri mereka sendiri. Namun, Aku terkejut saat sebagian besar dari mereka mengiyakan dan benar-benar menyanggupi persyaratan tidak masuk akal yang Aku ajukan, dipaksa oleh sigil kontrak, Aku lantas terpaksa mengabulkan permintaan mereka.

Setelah kembali ke Singgasana Agung milik-Ku, Aku langsung mendatangi Lentera ke ruang Singgasana Agung miliknya, dan mulai memohon-mohon untuk menghilangkan sigil kontrak yang telah Ia ciptakan itu.

Lentera sendiri juga sudah melihat kekejaman apa yang manusia lakukan, hanya untuk mendapatkan apa yang mereka inginkan, namun, sebuah jawaban keluar dari mulut-Nya, sebuah jawaban yang mengutuk-Ku hingga saat ini.

Aku tidak tahu bagaimana caranya, begitulah ucap-Nya, dan dari hari itulah, mimpi buruk Kami dimulai.

Peperangan akhirnya pecah, antara mereka yang memuja diri-Ku, dan antara mereka yang memuja Lentera, mereka yang berada di sisi Lentera percaya bahwa bantuan tangan-Ku telah merusak peradaban yang mereka bangun, bahwa bantuan-Ku telah merusak sistem ekonomi yang telah mereka kembangkan, dan bahwa bantuan-Ku telah memberikan hadiah kepada mereka yang tidak mau berusaha untuk hidup mereka. Dan Aku setuju dengan semua yang mereka katakan, ketakutan terbesar-Ku muncul di hadapan-Ku, dan penyebabnya adalah Diriku sendiri.

Aku mencoba untuk menambah persyaratan yang diperlukan, dengan menambah lambang khusus yang harus menempel kepada pengorbanan mereka, dan berbagai hal lainnya, namun, tidak ada yang bekerja. 

Kehancuran dan kekacauan dengan mudah menyebar di seluruh Serendrum, Lentera tidak dapat melakukan apa-apa untuk mengehentikan itu, jika Ia membantu para pemuja Dirinya, maka Ia melakukan hal yang sama dengan yang Aku lakukan, yaitu membantu manusia untuk mencapai tujuan mereka tanpa memerlukan banyak usaha, lebih lagi Ia tidak ingin barang ciptaan-Nya digunakan untuk membunuh dan menyakiti manusia lainnya.

Lantas, kepercayaan manusia kepada Lentera mulai menurun, kini mereka yang percaya bahwa Dewi Lentera telah meninggalkan mereka disaat-saat genting seperti ini, dan Lentera tidak memiliki cara untuk menghentikan kekacauan yang terus terjadi.

Lentera sadar waktu yang Ia miliki hanya sedikit, cahaya yang ada di Singgasana Agung-Nya mulai meredup, Aku lalu menawarkan solusi yang sama kepada Lentera, untuk turun dan membantu mereka dalam perang yang sedang mereka jalani, sama sepertiku dulu, Ia menolak ajakan-Ku itu. 

Ia juga menolak untuk membuat sebuah sigil kontrak, karena Ia tahu apa yang akan terjadi jika sigil kontrak itu tercipta. Dalam waktu-waktu terakhir-Nya, Ia akhirnya memutuskan untuk mengambil sebuah tindakan, mengingat diri-Nya juga akan hilang dalam waktu dekat, Ia memutuskan untuk turun ke Serendrum, lalu menggunakan kekuatan-Nya, Ia mencari kandidat selanjutnya untuk mengisi Singgasana Agung milik-Nya itu.

Aku melepas kepergian-Nya dengan penuh kesedihan, untuk pertama kalinya semenjak diri-Ku dilepaskan oleh Semesta, air mata-Ku mengalir, dan untuk pertama kalinya juga, Aku merasakan kesedihan.

Rasa sedih ini perlahan berubah menjadi rasa marah, menatapi Singgasana Agung yang kini kosong dihadapan-Ku ini, Aku mengutuk manusia yang ada di Serendrum.

Lentera, sosok yang sudah aku anggap sebagai teman dekat-Ku, sosok-Nya yang begitu penyayang dan lembut, serta sosok-Nya yang memiliki hati yang murni itu. Teman-Ku itu telah direnggut oleh ketamakan dari manusia, meskipun Aku tahu tidak semuanya jahat, sebagian dari mereka yang telah membunuh dan merenggut Lentera dari sisi-Ku, aku tidak akan memaafkan mereka, jika mereka menginginkan Diriku untuk menjadi jahat, maka akan Aku kabulkan permintaan itu, biarkan dunia dilahap oleh api yang mereka sendiri sulut, dan tenggelam dalam air yang juga mereka gali.

Singgasana Agung milik Lentera kosong dalam waktu yang cukup lama, sebuah fenomena baru pun terjadi di tanah Serendrum, hari-hari tanpa matahari pun terjadi, hari-hari dimana cahaya tidak lagi muncul untuk menyinari mereka, hari-hari dimana kegelapan sepenuhnya menyelimuti dunia.

Mereka menyebutnya sebagai masa Malam Abadi.

Era Malam Abadi muncul, kelaparan terjadi dimana-mana, manusia semakin meninggalkan kepercayaan mereka terhadap Lentera. Ternak-ternak yang sudah mereka rawat dengan baik mulai perlahan mati, begitu juga dengan tumbuh-tumbuhan yang mereka tanam, tanpa adanya cahaya dari matahari, semua hal-hal itu akan mati dengan perlahan.

Dalam keputusasaan, lebih banyak manusia mulai menggunakan sigil kontrak milik-Ku, meminta ternak untuk disembelih, dan lahan yang dipenuhi dengan tumbuhan siap panen, membuat manusia menjadi sangat tergantung dengan kekuatan yang Aku miliki.

Waktu demi waktu berlalu, Aku sendiri sudah muak melihat manusia, setiap kali sigil kontrak-Ku digunakan, melihat wajah-wajah mereka yang tersenyum, Aku ingin sekali menghapus wajah-wajah itu dari muka dunia ini, namun, sayang sekali, sigil kontrak-Ku melarangku untuk melakukan itu.

Setelah begitu muak dengan para manusia, Aku lalu memutuskan untuk menciptakan Lima Pilar Agung, yaitu lima mahluk ciptaan-Ku yang akan menggantikan-Ku untuk melakukan hal-hal yang aku perlu lakukan, seperti melakukan kontrak, mengabulkan-Nya, serta menyaksikan pengorbanan yang manusia lakukan.

Aku sudah benar-benar tidak perduli dengan mahluk yang bernama manusia di bawah sana. Era Malam Abadi terus berlanjut, hingga saat Izrail datang ke Singgasana Agung milik Lentera, untuk menunjukkan itikad baik kepada penerus Lentera, Aku datang untuk menyapa Izrail disana, namun, Izrail langsung menyerang-Ku dengan berbagai senjata ciptaannya, Aku dengan mudah menghalau semua itu, dan akhirnya memberikan pilihan kepada Izrail.

Duduklah di Singgasana Agung itu, hentikan era Malam Abadi yang sedang terjadi, dan jadilah cahaya bagi mereka yang membutuhkanmu, atau, hadapi aku sekarang, pertaruhkan tidak hanya hidupmu, tapi, juga dunia yang sudah susah payah kamu perjuangkan ini, dan jika kamu kalah, maka era Malam Abadi akan terus berlanjut, menyisakan penderitaan yang lebih panjang kepada umat manusia.

Izrail tertegun, dan setelah sekian lama berpikir serta bergulat dengan pikirannya sendiri, Izrail memutuskan untuk duduk di Singgasana Agung, membuat Izrail menjadi Dewi Matahari baru yang menggantikan Lentera.

Tradisi itu terus berlanjut, beberapa pembawa cahaya ada yang memutuskan untuk menantang diri-Ku, dan akhirnya era Malam Abadi pun kembali, menunggu penerus selanjutnya yang akan menaiki tahta Singgasana Agung sebagai Dewi Matahari selanjutnya.

Pandanganku berubah menjadi gelap, aku kembali ditarik ke kenyataan.

Mimpi yang barusan aku alami, itu adalah kehidupan Lentira? Kepalaku masih menggantung dari tangan-Nya ini, aku dapat melihat kesedihan terpancar dari kedua mata-Nya, Ia juga tidak menginginkan dunia yang seperti ini, namun, beginilah adanya dan beginilah kenyataannya.

Lentira lalu berjalan dan meletakkan kepalaku diatas leherku yang terputus, membuat lingkaran sihir yang ada di bawah kepalaku bertemu dengan lingkaran sihir lainnya itu.

Tubuhku tersambung kembali, aku dapat merasakan rasa sakit dan perih dari serangan pertama Lentira tadi, aku juga dapat kembali mengalirkan kekuatan sihirku.

"Lakukan apa yang kamu suka dengan informasi yang baru saja aku berikan, pada akhirnya keputusannya berada di tanganmu. Namun, dengarkan satu hal ini, kamu dapat memilih untuk hidup bahagia di bawah sana, ibumu menginginkan hal itu, dengan energi sihir yang Ia miliki sekarang, kamu dapat menjalani hidupmu hingga kamu tua dan meninggal, kamu tidak perlu membebani hidupmu dengan tanggung jawab besar dan tidak masuk akal ini," Sembari mengatakan itu, Lentira membuat sebuah lingkaran sihir besar di depan tubuhku. Belum sempat aku mengatakan apapun, lingkaran sihir itu melewati tubuhku dan aku sekarang kembali di Kuil yang berada di desa Daifa.

Aku langsung reflek memegang leherku, memeriksa apakah yang barusan aku lewati itu hanyalah sebuah mimpi, namun, aku dapat merasakan bekas sayatan yang mengitari leherku, kepalaku benar-benar putus, dan aku benar-benar menyaksikan kehidupan Lentira dari kedua mata kepala-Nya sendiri.

Dunia ini… kejam ya, bahkan Dewi-Dewi yang kami agungkan selama ini, hanya sebagian potongan kecil dari teka-teki yang terus diuraikan oleh dunia. Perasaan benci dan amarah mengelilingi hatiku, namun, aku tidak tahu kepada siapa perasaan itu tertuju, atau bahkan kepada apa perasaan-perasaan ini tertuju.

Aku hanya ingin mengutuk dunia, semuanya telah menjadi abu-abu, tentang apa itu benar, dan apa itu salah, semuanya menjadi kabur, batas-batas moral dan nilai yang aku miliki terus saja terkikis. 

Aku masih meraba-raba bekas luka yang ada di leherku, mempertanyakan mengapa Lentira mengirimku kembali ke Serendrum? Rasanya hidupku sudah tidak ada artinya lagi, kehilangan tujuan dan arah. Ibuku sedang terduduk lesu jauh di atas sana, dan satu-satunya yang Ia inginkan adalah agar aku bisa hidup bahagia, memangnya apa kebahagiaan itu sendiri? Selama ini kebahagiaan yang aku kejar selalu saja masa laluku bersama ibu dan ayahku.

Langkah kaki pertama yang aku ambil keluar dari Hutan Niri, sebuah keputusan besar pertama yang aku ambil di dalam hidupku, itu adalah untuk mengejar kembali masa-masa yang telah kami lalui, lalu, kenapa? Kenapa semuanya harus berakhir seperti ini?

Apakah aku harus menerima kenyataan ini dengan begitu saja? Apakah mungkin jika aku menggantikan sosok Ibuku di atas sana, akan mengembalikan dirinya ke Serendrum? Entahlah, rasanya jika aku melakukan itu, aku menyia-nyiakan pengorbanan ayahku.

Ayah, aku sekarang sedang kebingungan, hatiku gundah, pikiranku kacau tanpa arah, aku benar-benar tidak tahu apa yang harus aku lakukan, jika ayah sekarang ada disini, kira-kira hal bodoh apa yang ayah katakan untuk membuatku senang?

Rasanya aku seperti sedang jatuh, jatuh jauh ke dalam kehampaan, setelah dua buah cahaya yang selama ini aku genggam erat, melepaskan pegangan tangan mereka, membuatku jatuh dan terus jatuh, tanpa bisa melihat kapan aku akan benar-benar akan sampai ke dasar jurang yang gelap ini.

Untuk kesekian kalinya, aku menangis, dadaku rasanya sesak, aku meringis, suaraku parau, aku menangis, tanpa alasan yang jelas. Aku hanya ingin menangis, mengeluarkan semua perasaan frustrasi yang terus saja menumpuk jauh di dalam hatiku, perasaan-perasaan yang terus aku sangkal dan bantah dengan alasan-alasan yang naif, diriku yang masih mengharapkan setitik kemanusiaan pada sosok-sosok manusia yang aku temui, dan terus dikhianati oleh harapan-harapanku itu sendiri.

Rasanya melelahkan, dunia ini terlalu melelahkan, aku sudah tidak mengerti lagi tentang dunia yang mengelilingiku ini. Aku hanya ingin tidur, aku hanya ingin beristirahat, aku hanya ingin tertidur di pangkuan kedua orang tuaku, apakah itu sebuah permintaan yang begitu sulit untuk dikabulkan? Mungkin iya, mungkin benar, bahwa permintaan itu sekarang jauh berada diluar genggaman tanganku.

Aku memejamkan mataku, menerima kegelapan yang mulai menghampiriku. Mungkin pemikiranku tadi benar adanya, sudah saatnya bagiku untuk beristirahat dari semua omong kosong yang ada di dunia ini, lagipula, aku tidak memiliki kekuatan untuk mengubah dunia ini. Seorang anak kecil perempuan yang kebetulan punya kekuatan kreasi, memangnya bisa apa? Klein hancur lebur setelah kedatanganku, tidak ada gunanya untuk melawan dunia ini, manusia tidak akan berubah, begitu juga dunia yang mereka tempati, akan terus terjebak dalam problematika yang sama.

Aku memanggil Atares dan menggenggamnya dengan tangan kananku, kilatan cahaya berwarna kuning keemasan muncul diantara kegelapan yang menyelimutiku, apakah ini yang dinamakan harapan?

Aku menggenggam Atares dengan kedua tanganku, lalu membalikkan ujung pedangnya ke arah leherku. Apakah ini yang dinamakan harapan? Aku dapat merasakan kehangatan di bekas luka yang baru saja muncul ini.

Jika memang aku adalah alasan kenapa ibu terjebak dan perlahan sekarat di Singgasan Agung, maka aku akan segera membebaskan-Nya dari kekangan tanggung jawab itu. Apakah ini yang dinamakan harapan? Siluet wajah ibuku yang tersenyum di antara rerumputan muncul di dalam kepalaku, disisinya, terdapat seorang laki-laki baru, mungkin suami barunya di masa depan, dan seorang anak kecil yang lucu sedang tertidur pulas di pangkuan ibuku.

Tanganku bergetar hebat, aku dengan perlahan menarik ujung pedang itu semakin dekat ke leherku. Mungkin ini yang dinamakan harapan, dirinya tidak memiliki bentuk, hanya perasaan lega dan bahagia yang menyertainya.

Selamat tinggal, ibu.

Dengan sekuat tenaga, aku menarik Atares.

Dua buah telapak tangan mungil menggenggam kedua pergelangan tanganku, aku dapat merasakan Atares menghilang, menyisakan kedua telapak tanganku yang kini sudah kosong.

Aku membuka mataku, benar saja, Keina sedang memegang pergelangan tanganku dengan erat, ia juga menggunakan kekuatannya untuk menghilangkan Atares.

Wajahnya memelas ke arahku, aku tahu dia tidak dapat mengerti emosi yang sedang aku rasakan, namun, ia tahu bahwa dirinya harus menghentikan apapun yang aku coba lakukan barusan.

Tenagaku rasanya sekarang sudah terkuras habis, Keina melepaskan genggamannya, dan kedua tanganku langsung jatuh ke lantai kayu kuil ini.

Mungkin harapan itu sudah lama meninggalkan diriku, dan harapan-harapan itu mengharapkanku untuk dapat hidup bahagia. Aku mengambil nafas dalam, lalu mengeluarkan nafas panjang, mungkin aku harus menghormati apa yang mereka inginkan, mungkin aku harus mulai mencari kebahagiaanku sendiri.

Keina membopongku keluar dari kuil ini, di tangga depan kuil, aku duduk bersandar sembari menatap jauh ke rumah-rumah yang kosong di desa ini. 

Kekosongan itu mungkin hanyalah konsep, aku yakin setiap rumah yang ada disini memiliki cerita mereka masing-masing, pernah ada keluarga yang hidup dengan bahagia di tempat ini, anak-anak yang berlarian dari satu jalan kecil ke jalan kecil lainnya, tempat ini mempunyai cerita mereka tersendiri.

Dan disinilah aku akan mengambil keputusan hidupku, sebuah keputusan untuk membuat ceritaku sendiri, terlepas dari harapan yang telah orang tuaku inginkan, aku akan membuat ceritaku sendiri, bermain dalam panggung yang aku buat sendiri, dan menutupnya dengan sebuah kenangan manis di akhir ceritanya.

Aku mengulurkan tangan kananku jauh ke angkasa, dibalik kubah energi cahaya ini, aku memiliki tiga orang teman yang aku percayai, mungkin aku memang belum benar-benar kenal dengan salah satunya, namun, jika diberikan waktu, aku yakin aku dapat menemukan kebahagiaanku sendiri bersama mereka.

Aku mengepalkan tanganku di udara, membulatkan tekadku untuk membebaskan diriku dari segala pemikiran yang tidak aku perlukan, dan untuk terus maju mengejar kebahagiaan yang bentuknya masih tidak jelas ini, dan suatu hari, saat aku menemukannya, aku rasa untuk terakhir kalinya, aku dapat melihat senyum ibuku dari singgasana-Nya itu.

 -TAMAT-


next chapter
Load failed, please RETRY

La fin Écrire un avis

État de l’alimentation hebdomadaire

Rank -- Classement Power Stone
Stone -- Power stone

Chapitres de déverrouillage par lots

Table des matières

Options d'affichage

Arrière-plan

Police

Taille

Commentaires sur les chapitres

Écrire un avis État de lecture: C15
Échec de la publication. Veuillez réessayer
  • Qualité de l’écriture
  • Stabilité des mises à jour
  • Développement de l’histoire
  • Conception des personnages
  • Contexte du monde

Le score total 0.0

Avis posté avec succès ! Lire plus d’avis
Votez avec Power Stone
Rank NO.-- Classement de puissance
Stone -- Pierre de Pouvoir
signaler du contenu inapproprié
Astuce d’erreur

Signaler un abus

Commentaires de paragraphe

Connectez-vous